Kata “Revolusi mental” sudah tak asing lagi di telinga kita. Sejak Bapak Ir. H. Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta) yang biasa dipanggil Jokowi mencalonkan Presiden RI untuk periode 2014-2019, kata “Revolusi mental” semakin membahana secara nasional. Apalagi, setelah Bapak Ir. H. Jokowi menjadi Presiden RI, kata tersebut seperti menjadi “tenaga” yang dipakai untuk memacu semangat masyarakat Indonesia dan terlepas dari keterpurukan.
Makna “Revolusi” berarti suatu perubahan struktur mental dan keyakinan karena introduksi gagasan dan tatanan baru yang membedakan dirinya dari gagasan dan tatanan masa lalu (Cohen, 1985). Perubahan mental ke arah yang lebih baik sangat diperlukan masyarakat Indonesia dalam menghadapi berbagai kemelut bangsa. Selanjutnya, perubahan tersebut merupakan partisipasi aktif masyarakat dalam menyelesaikan ketidakberesan kondisi negeri ini.
Selanjutnya, “Revolusi Mental” seperti menjadi “roh” untuk membangkitkan semangat masyarakat Indonesia dalam menyelesaikan masalah bangsa. Bahkan, pakar hukum tata negara Margarito Gamis menyatakan,
“Revolusi Mental dibutuhkan. Birokrasi kita sekarang ini kan sudah kacau, anggota dewan kita sudah tidak mencerminkan perilaku mereka sebagai perwakilan rakyat. Itu membuat kita cemas. Untuk itu, kita harus membuat perubahan” (Kompas.com, 15 Mei 2014).
Menurut Presiden Jokowi menegaskan bahwa revolusi mental sangat diperlukan bukan hanya pada urusan birokrasi, tapi membangun karakter bangsa dalam keluarga Indonesia sangatlah penting. Berbagai tindak kejahatan karena masalah ekonomi yang terjadi sekarang ini, baik yang melibatkan anak-anak sampai orang dewasa mengindikasikan perlunya revolusi mental dalam keluarga. Bahkan, Bapak Presiden Joko Widodo, membahasakan “kegalauan kita” dengan menggagasi kembali perlunya Character and Nation Building, melalui rangkaian upaya yang disebut NAWACITA, yang menjadi ruh Kabinet Kerja 2014-2019.
Perlu diketahui bahwa Character and nation building, berawal dan menjadi inti dari Keluarga Indonesia. Ada beberapa peranan penting perlunya perhatian besar terhadap keluarga, yaitu: 1) Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya; 2) Lingkungan pertama & utama dalam pembinaan tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian; 3) Tempat belajar bagi anak dalam mengenal dirinya sebagai makluk social; 4) Hanya Keluarga yang ber-Ketahanan yang akan mampu mampu menepis pengaruh negatif yang datang dari luar; dan 5) Keluarga yang berketahanan dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi keluarga dapat menjadi landasan dalam mewujudkan keluarga bahagia sejahtera.
Betapa besarnya fungsi keluarga, Hari Keluarga Nasional (Harganas) menjadi hari bersejarah bagi seluruh keluarga Indonesia sejak tahun 1993. Dan, peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXII pun diperingati secara khidmat. Tidak tanggung-tanggung Presiden Joko Widodo pun berkesempatan menghadiri puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tanggal 1 Agustus 2015 bertema “Meningkatkan Peran Keluarga sebagai Pilar Utama dalam Pembangunan dan Kesejahteraan Bangsa” yang diadakan di Lapangan Sunburst, Tangerang Selatan, Banten.
Yang menarik adalah peringatan Harganas XXII merupakan momentum upaya membangun karakter bangsa mewujudkan Indonesia Sejahtera. Dan, Harganas tersebut bertujuan untuk meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah terkait pentingnya membangun keluarga dengan meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam mewujudkan keluarga kecil berketahanan dan sejahtera.
Presiden Joko Widodo juga menegaskan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membangun peradaban bangsa. Bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat, yang sejahtera jika keluarga-keluarga kita juga kuat dan sejahtera. Selanjutnya, setiap keluarga di Indonesia harus berupaya untuk menjaga kualitas seutuhnya. Di tengah keluarga pula, anak bangsa memperoleh landasan dasar pendidikan, kesehatan, kasih sayang, rasa tentram dan rasa saling memiliki.
Oleh sebab itu, untuk dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal Pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin (UU No. 52/2009).
Perlunya peningkatan fungsi keluarga memang merupakan tanggung jawab setiap elemen. Tetapi, Pemerintah bertanggung jawab terhadap pembangunan keluarga Indonesia agar mampu berketahanan dan sejahtera. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pun memberikan ruang terbaik agar keluarga Indonesia mampu berfungsi secara optimal. Apalagi, dasar hukum pembangunan keluarga telah termaktub dalam UU No. 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Pasal 47:
1) Pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendukung keluarga agar dapat melaksanakan fungsi keluarga secara optimal.
Pasal 48:
1) Kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan dengan cara:
a. Peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan, penyuluhan, dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak;
b. Peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga;
c. Peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga;
d. Pemberdayaan keluarga rentan dengan memberikan perlindungan dan bantuan untuk mengembangkan diri agar setara dengan keluarga lainnya;
e. Peningkatan kualitas lingkungan keluarga;
f. Peningkatan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan sumber daya ekonomi melalui usaha mikro keluarga;
g. Pengembangan cara inovatif untuk memberikan bantuan yang lebih efektif bagi keluarga miskin; dan
h. Penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan terutama bagi perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga.
Peringatan Harganas XXII mengisyaratkan pada kita, bahwa keluarga merupakan benteng terkuat yang akan menangkal dari pengaruh negatif bagi anggota keluarga. Peran masing-masing anggota keluarga, khususnya orang tua sangat berarti untuk menciptakan keluarga berketahanan dan sejahtera. Itulah sebabnya, pelaksanaan fungsi keluarga harus bisa berjalan secara baik. Di mana fungsi keluarga mengandung 8 fungsi keluarga yang sangat penting, yaitu:
1) Fungsi Agama;
2) Fungsi Sosial Budaya;
3) Fungsi Cinta Kasih dan Sayang;
4) Fungsi Perlindungan;
5) Fungsi Reproduksi;
6) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan;
7) Fungsi Ekonomi; dan
8) Fungsi Lingkungan.