Mohon tunggu...
Carpe Diem
Carpe Diem Mohon Tunggu... -

Carpe diem quam minimum credula postero - Jadikan hari menjadi berguna - Seize the Day, putting as little trust as possible in the next (day)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] "Kata Ibu Gue"

12 April 2016   15:03 Diperbarui: 12 April 2016   15:17 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Gambar: Kompasiana Community"][/caption]

No Peserta 141 - carpe diem -

 

My dear Diary, Bo the fighter

pagi tadi gue terbangun kaget oleh hempasan pintu mobil bapak dan ibu gue. Jam 5 shubuh teng .... tepat, gak lebih gak kurang, dari Senin sampai Jumat mereka selalu berangkat kerja bareng. Susah emang Bo ... hidup di Jakarta, minim pilihan. Kalau keluar rumah jam 7, kata ibu gue mereka sampai kantor baru jam 9-10-an, keluar jam 6 sampainya jam 8-9-an ... lewat semua dari jam 8, padahal kalau mereka absen lewat dari jam 8 kena sanksi potong gaji segala.

Akhirnya, setelah beberapa pilihan waktu dicoba ... pilihan berangkat jam 5 pagi adalah pilihan paling optimal buat mereka, gak stres di jalan karena jalanan masih lengang dan irit bensin walaupun mereka sampai kantornya 2 jam lebih awal dari jam kerja resmi. Lo bisa bayangkan kan Bo ... kalau orang normal mustinya jam 6 pagi masih sarapan dengan keluarga, membicarakan rencana masing-masing hari itu lalu saling peluk dan cium perpisahan untuk pendorong semangat, eh ... orangtua gue sudah sampai tempat kerja, barengan dengan pasukan cleaning service. 

Gue bukan menggerutui orangtuague, Bo ... Bapak dan ibu gue, adalah PNS jujur dan teladan, mereka sudah 20 tahun kerja di Lembaga Penelitian. Walaupun mereka sarjana dan punya pekerjaan tetap, sebagai PNS di Lembaga Penelitian, gajinya mepet. Teman-teman kerja mereka punya 2 sampai 3 pekerjaan sampingan, kata ibu gue ada yang nyambi jadi dosen di Universitas Swasta, ada yang nyambi kerja di perusahaan lain, ada yang nyambi jadi penerjemah, ada yang maksa ikut dalam banyak proyek supaya honor dan dapurnya ngebul dengan kencang. Ibu gue bilang, akibatnya para PNS yang nyambi kerja di tempat lain ini jarang di tempat, kerja sama sering macet dan pekerjaan terlunta-lunta karena gak dikerjakan sepenuh hati.

Walaupun begitu Bo, bapak dan ibu gue tetap memilih jalur lurus, tidak tergoda nyambi sana-sini, ataupun nyuri waktu kantor dan nyuri waktu buat keluarga. 10 jam sehari tidak di rumah, sisanya kata ibu gue adalah waktunya anak-anak, waktunya gue dan dua adik-adik gue. Gue memang gak pernah ketemu orangtua gue saat sarapan dari Senin sampai Jumat di hampir 18 tahun umur gue, tapi gue bisa shalat Magrib berjamaah dan makan malam bersama mereka. Itulah keuntungannya pergi jam 5 pagi setiap hari, kata ibu gue jadinya mereka bisa pulang jam 15.30 sebelum kemacetan merajalela.

Dear Bo the fighter,

Hari ini gue gak perlu ke sekolah. UN SMA baru selesai. Gue bisa dengan tenang sarapan dengan adik-adik gue, yang biasanya juga sudah bangun jam 5 pagi. Sebagai anak sulung, gue musti bertanggung jawab mengurusi adik-adik gue pagi-pagi. Asisten rumah tangga, gak pernah ada di rumah setelah adik-adik gue di SD. Kata ibu gue, rumah terlalu kecil ditambah asisten rumah tangga juga hidup itu bagaimana kita mengelolanya. Ibu gue selalu memasak dan mencuci setrika baju pulang kantor, beres-beres rumah bagian gue dan adik-adik gue, bapak gue bagian kebon mini depan rumah dan urusan mobil.

Kadang Bo ... gue iri banget lihat teman-teman sekolah pada jalan-jalan ke Mal pulang sekolah. Sementara gue musti pulang Bo, gue kasihan ke adik-adik gue yang biasanya nungguingue makan siang. Kata ibu gue, jangan selalu lihat ke atas kalau hidup, tapi lihat ke bawah dan tetap berjalan ke depan.

Untungnya Bo ... ibu gue bukan tipe ibu keras tanpa kompromi, ibu gue mengerti kebutuhan teenager model gue ini. Jadi kata ibu gue, gue boleh main atau jalan dengan teman-teman di hari Sabtu, gak seharian lah Bo ... karena gue juga musti selesaikan tugas sekolah. Sedangkan, hari Minggu adalah hari keluarga gak boleh diganggugugat, Minggu pagi gue sekeluarga biasanya main tenis di kompleks rumah terus mandi dan jalan-jalan deh ... entah itu piknik, makan di luar atau ke pertemuan keluarga.

Gue paling malas kalau pergi ke pertemuan keluarga, Bo. Misan, sepupu, om jauh, tante jauh, bude A, bulek B, pakde C, paklek D ... argh ... bikin gue bingung. Keluarga dari eyang putri, eyang kakung, aki, nini .... AAAAAAAA .... mana inget Boooooo, kumpul keluarga jauh gini bagi gue maknanya cuma saling kenal dan terus lupa. Ikatan keluarga cuma nama, pada akhirnya seperti diundang ke acara resepsi pernikahan, gue datang, gue salaman dan gue makan. 

Gak ada kontak atau interaksi yang lebih pribadi, semua sibuk sendiri-sendiri, pengantin di atas panggung sibuk salaman, tamu-tamu sibuk masing-masing, lalu ??? MAAAAKAAAAN. Padahal kalau urusan makan sih, ibu gue juga enak masakannya, gak perlu jauh-jauh datang ke suatu tempat, mana seringnya kena macet berjam-jam pula dan plups ... pada akhirnya cuma urusan perutdoang.

Kata ibu gue nih Bo ... kalau diundang ya baiknya datang, karena kita manusia adalah bagian dari masyarakat. Ibu gue ini memang ibu sederhana, yang selalu punya jawaban untuk banyak hal. Kadang hati gue melakukan banyak pemberontakan, kadang gue juga keceplosan keras dan galak ke ibu gue tapi selalu ibu gue berhasil menenangkan hati gue dan memberikan pintu jawaban yang damai. 

Ah ... gue bakal kehilangan ibu gue banget Bo ... kalau gue nanti diterima kuliah di Bandung. Senyumnya, kasih sayangnya, perhatiannya, kesabarannya ... semuanya Bo. Bagi gue .... ibu gue adalah Kartini, Cut Nyak Dien, Fatimah dan Mother Theressa sekaligus dalam satu tubuh. Gue sangat bersyukur lahir dari rahimnya. Kalau gue punya kesempatan milih sendiri dari rahim ibu mana gue dilahirkan, gue tanpa ragu akan milih rahim ibu gue. Hiks ...  

Dear Bo the fighter,

gue selalu melow kalau nulis di elo. Tapi gue tahu, elo adalah teman terbaik gue saat melow begini, tempat mencurahkan segala unek-unek, tempat gue menata pikiran, tempat gue membangun kembali semangat. Setelah ibu gue, elo adalah tempat paling nyaman untuk berkeluh kesah. Kata ibu gue, menulis buku harian (walaupun gak setiap hari gue nulisnya) sangat membantu menata kegalauan hati remaja. Tuh kan Bo ... ibu gue selalu tahu apa yang gue butuhin. Elo pun ibu gue yang kasih ... tapi nama elo, gue dong yang kasih, karena setiap kali gue selesai nulis di elo, gue selalu merasa bersemangat kembali ... Til next time again, dear Bo the fighter ... (carpediem, 12 April 2016)

 

Silakan baca karya peserta lain di sini.

Dan silakan bergabung di FB Fiksiana Community.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun