[caption caption="Sumber Gambar: Kompasiana Community"][/caption]
No Peserta 141 - carpe diem -
Â
My dear Diary, Bo the fighter
pagi tadi gue terbangun kaget oleh hempasan pintu mobil bapak dan ibu gue. Jam 5 shubuh teng .... tepat, gak lebih gak kurang, dari Senin sampai Jumat mereka selalu berangkat kerja bareng. Susah emang Bo ... hidup di Jakarta, minim pilihan. Kalau keluar rumah jam 7, kata ibu gue mereka sampai kantor baru jam 9-10-an, keluar jam 6 sampainya jam 8-9-an ... lewat semua dari jam 8, padahal kalau mereka absen lewat dari jam 8 kena sanksi potong gaji segala.
Akhirnya, setelah beberapa pilihan waktu dicoba ... pilihan berangkat jam 5 pagi adalah pilihan paling optimal buat mereka, gak stres di jalan karena jalanan masih lengang dan irit bensin walaupun mereka sampai kantornya 2 jam lebih awal dari jam kerja resmi. Lo bisa bayangkan kan Bo ... kalau orang normal mustinya jam 6 pagi masih sarapan dengan keluarga, membicarakan rencana masing-masing hari itu lalu saling peluk dan cium perpisahan untuk pendorong semangat, eh ... orangtua gue sudah sampai tempat kerja, barengan dengan pasukan cleaning service.Â
Gue bukan menggerutui orangtuague, Bo ... Bapak dan ibu gue, adalah PNS jujur dan teladan, mereka sudah 20 tahun kerja di Lembaga Penelitian. Walaupun mereka sarjana dan punya pekerjaan tetap, sebagai PNS di Lembaga Penelitian, gajinya mepet. Teman-teman kerja mereka punya 2 sampai 3 pekerjaan sampingan, kata ibu gue ada yang nyambi jadi dosen di Universitas Swasta, ada yang nyambi kerja di perusahaan lain, ada yang nyambi jadi penerjemah, ada yang maksa ikut dalam banyak proyek supaya honor dan dapurnya ngebul dengan kencang. Ibu gue bilang, akibatnya para PNS yang nyambi kerja di tempat lain ini jarang di tempat, kerja sama sering macet dan pekerjaan terlunta-lunta karena gak dikerjakan sepenuh hati.
Walaupun begitu Bo, bapak dan ibu gue tetap memilih jalur lurus, tidak tergoda nyambi sana-sini, ataupun nyuri waktu kantor dan nyuri waktu buat keluarga. 10 jam sehari tidak di rumah, sisanya kata ibu gue adalah waktunya anak-anak, waktunya gue dan dua adik-adik gue. Gue memang gak pernah ketemu orangtua gue saat sarapan dari Senin sampai Jumat di hampir 18 tahun umur gue, tapi gue bisa shalat Magrib berjamaah dan makan malam bersama mereka. Itulah keuntungannya pergi jam 5 pagi setiap hari, kata ibu gue jadinya mereka bisa pulang jam 15.30 sebelum kemacetan merajalela.
Dear Bo the fighter,
Hari ini gue gak perlu ke sekolah. UN SMA baru selesai. Gue bisa dengan tenang sarapan dengan adik-adik gue, yang biasanya juga sudah bangun jam 5 pagi. Sebagai anak sulung, gue musti bertanggung jawab mengurusi adik-adik gue pagi-pagi. Asisten rumah tangga, gak pernah ada di rumah setelah adik-adik gue di SD. Kata ibu gue, rumah terlalu kecil ditambah asisten rumah tangga juga hidup itu bagaimana kita mengelolanya. Ibu gue selalu memasak dan mencuci setrika baju pulang kantor, beres-beres rumah bagian gue dan adik-adik gue, bapak gue bagian kebon mini depan rumah dan urusan mobil.
Kadang Bo ... gue iri banget lihat teman-teman sekolah pada jalan-jalan ke Mal pulang sekolah. Sementara gue musti pulang Bo, gue kasihan ke adik-adik gue yang biasanya nungguingue makan siang. Kata ibu gue, jangan selalu lihat ke atas kalau hidup, tapi lihat ke bawah dan tetap berjalan ke depan.