Sejarah adalah narasi, artinya pemaknaan kembali atas apa yang telah terjadi di masa lalu agar kita dapat memahami apa yang sedang terjadi di masa kini. Dengan demikian, para peserta didik diharapkan dapat memahami mengapa para Bapak pendiri bangsa memilih Pancasila sebagai dasar negara, sebagai cakrawala pandang bersama yang memungkinkan keindonesiaan ada. Pemahaman ini, sesuai hakikat sejarah, tidak akan berhenti seiring jaman yang terus berubah.
Piranti rasa berkaitan dengan relasi antar manusia. Tidak dapat dipungkiri, relasi yang harmonis dalam keluarga menjadi dasar yang kokoh bagi generasi muda untuk menyaring informasi yang menghampirinya dan memilih langkah hidup yang terpampang di depan mata. Seorang muda, misalnya, dapat membatalkan niatnya melakukan gerakan radikal demi kasih sayang pada orang tuanya.
Di sisi lain, relasi ideal baik itu relasi antar pribadi maupun antar golongan dapat tercipta ketika ada sikap mendengarkan. Orang belajar bahasa bukan pertama-tama dengan berbicara tetapi dengan mendengarkan dan menerima. Demikian juga dengan pemahaman kita akan apa yang kita sebut kebenaran. Dia hanya dapat kita kenal bila kita mengembangkan sikap mendengarkan, artinya membiarkan yang berbeda tampil dan bersuara.
Seperti halnya kita tidak akan pernah dapat menggapai keindahan puisi Nisan tanpa membuka diri pada struktur perpuisian tersebut, demikianlah kita juga tidak pernah akan dapat merasakan indahnya Sang Kebenaran tanpa membiarkan diri diperbarui oleh yang berbeda, yang di luar diri kita.
Diharapkan dengan pembaruan terus menerus kedua piranti ini, generasi muda khususnya danpengguna media sosial pada umumnya dapat melindungi diri in an online world dan menarik manfaat sebesar-besarnya demi terjaga dan tumbuhnya Indonesia sebagai imajinasi yang memaknai perbedaan.
Kota Cahaya, Rabu malam 7 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H