Mohon tunggu...
Carolus Putranto Tri Hidayat
Carolus Putranto Tri Hidayat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menghitung hari, menghitung waktu...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia: Sebuah Imajinasi atas Indahnya Keragaman

8 September 2016   03:34 Diperbarui: 8 September 2016   06:33 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Nisan

Bukan kematian benar menusuk kalbu

Keridlaanmu menerima segala tiba

Tak kutahu setinggi itu atas debu

Dan duka maha tuan bertahta

Di sini kita tidak saja menjumpai kumpulan kata yang membentuk sebuah metafora. Kita berhadapan dengan kumpulan kalimat yang berpadu menjadi sebuah puisi. Di sinilah dialektik antara tata bahasa dan kreativitas, nalar dan rasa, masyarakat dan pribadi, menjadi lebih jelas.

Puisi di atas menjadi indah karena ia mengikuti sebuah hukum baku dalam perpuisian. Permainan bunyi di akhir setiap bait mengikuti hukum tertentu yang memungkinkan lahirnya keindahan dan cita rasa. Chairil Anwar tidak akan sanggup bermain dengan hukum perubahan bunyi tanpa mengakrabkan diri dengan bahasa yang digunakan masyarakat sehari-hari.

Di samping itu, Chairil Anwar memilih dan memilah kata-kata biasa sebagai bahan dasar puisinya. Seperti dalam metafora, dalam puisi perbedaan setiap kata tidak lenyap tetapi justru dalam dan melalui perbedaan yang ada lahirlah sebuah imajinasi yang menyodorkan makna baru tentang kenyataan sehari-hari. Dalam Nisan, makna baru itu terkait dengan imajinasi tentang paradoks  kemanusiaan: ketika mampu mengakui kefanaannya manusia menunjukkan jati dirinya sebagai mahluk rohani yang melampui ruang dan waktu.

Imajinasi dari Keberagaman itu bernama Indonesia

Secara analogis, setiap agama dan keyakinan adalah kata-kata yang menyusun metafora atau kalimat-kalimat yang membentuk puisi. Yang nampak secara nyata adalah perbedaan masing-masing agama dan keyakinan. Namun demikian, dengan mengikuti hukum yang sama, yaitu hukum yang berakar pada Pancasila dan UUD’45, setiap agama dan keyakinan yang berbeda dapat melahirkan sebuah makna baru, sebuah imajinasi baru yang bernama Indonesia.

Agar imajinasi bernama Indonesia tetap terjaga, seperti sudah disebut di atas, piranti nalar dan piranti rasa perlu di up date terus menerus. Pembaruan piranti nalar berkaitan dengan pemahaman tentang hukum bersama yang membuat perbedaan dapat berpadu. Diperlukan, misalnya, pembaruan dalam metode dan materi pelajaran sejarah. Yang diharapkan dari pembaruan ini adalah pengertian bahwa sejarah bukan sekedar deretan tanggal dan catatan tentang kejadian masa lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun