Kasus penembakan tiga mahasiswa muslim di Amerika meledak di twitter dengan tagar #ChapelHillShooting setelah media dianggap lambat meliput kejadian ini.
Banyak orang membayangkan, bagaimana jika pelakunya muslim dan korbannya non-muslim. Media pasti cepat meliput dan membahasnya berhari-hari, serta mengaitkan kasus ini dengan terorisme.
Setelah kasus ini mendapat perhatian luas, media pun mengedepankan dugaan bahwa motif pembunuhan ini hanya rebutan tempat parkir.
Padahal, dugaan hate crime juga patut dikedepankan mengingat Islamofobia sedang kuat di Amerika. Di sosial media, banyak orang Amerika yang terbuka mengekspresikan kebencian dan kenginan membunuh Arab dan muslim terutama setelah film "American Sniper" dirilis.
Kasus #ChapelHillShooting hanya satu dari banyak contoh ketidakadilan media terhadap muslim.
Contoh yang gamblang tapi tidak menjadi perhatian banyak orang adalah liputan media dalam kasus Alton Alexander Nolen dibandingkan dengan kasus Isaiah Zoar Marin.
Nolen dan Marin sama-sama menggemparkan Oklahoma pada September dan Oktober lalu sebagai pelaku pembunuhan sadis dengan cara memenggal kepala korbannya.
Bedanya Nolen adalah seorang kulit hitam dan baru masuk Islam, sedangkan Marin seorang Kristen kulit putih.
Jika nama "Alton Alexander Nolen" digoogle, hasilnya 194ribu tautan. Sedangkan nama " Isaiah Zoar Marin" hanya menghasilkan lima ribuan tautan. Ini bukti bahwa perhatian media lebih tertuju pada pelaku kriminal muslim, meski jenis kejahatan, lokasi, waktu kejadian hampir bersamaan.
Kasus Nolen segera diliput secara luas oleh media nasional dan internasional. Nolen pun langsung dicurigai sebagai teroris karena keyakinannya, meski akhirnya tak terbukti dia seorang teroris.
Sedangkan berita tentang kejahatan Marin seperti ditelan angin. Tak satupun media mengaitkannya dengan aksi teroris, meski saksi menyebut bahwa kejahatan Marin dimotivasi keyakinan kristennya.
Yang paling menyedihkan adalah kenyataan bahwa media tidak adil dalam meliput hal-hal positif yang dilakukan penduduk Amerika dari beragam latar belakang, termasuk muslim.
Media Amerika punya program khusus untuk meliput aktivitas kemanusiaan warganya. Akan tetapi sebagian besar yang diliput adalah kedermawanan kaum kulit putih membantu kaum minoritas. Faktanya, minoritas Amerika termasuk muslim juga banyak yang bahu-membahu melakukan aksi-aksi kemanusian.
Karena tidak seimbangnya pemberitaan media, maka muslim dicitrakan sebagai sosok terbelakang, barbar yang tidak boleh punya tempat di Amerika.
Selama ketidakadilan diterapkan dalam liputan media, maka sulit menepis begitu saja dugaan bahwa kekerasan yang menimpa muslim di Amerika tidak ada unsur rasisme dan Islamofobia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H