Mohon tunggu...
Caroline Arshita
Caroline Arshita Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswi

Kadang khilaf : menulis sambil tidur

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jurnalisme Multimedia Vs Berita Hoaks

8 Oktober 2019   07:58 Diperbarui: 8 Oktober 2019   08:14 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekilas tentang Jurnalisme Multimedia

Di zaman modern ini, banyak kita temukan kemudahan-kemudahan terutama dalam mengakses dan mendapat informasi. Para jurnalis yang menyebarkan informasi pun tidak hanya berbatas pada satu format dan platform saja, namun sudah lebih bervariasi seiring dengan perkembangan zaman. 

Hebatnya di zaman ini, tidak hanya jurnalis saja yang mendapat kesempatan untuk membagikan informasi namun kita sebagai khalayak pun dapat mengolah kembali informasi tersebut dan dapat di konsumsi oleh orang lain juga.

Dalam artikelnya yang berjudul What is Multimedia Journalism, Mark Deuze mendefinisikan jurnalisme multimedia di dalam dua pengertian. Yang pertama jurnalisme multimedia diartikan sebagai presentasi paket berita yang dihadirkan di website. 

Paket berita ini hadir menggunakan dua atau lebih format media , seperti tulisan, kata-kata lisan, gambar, gif, animasi grafis dan elemen interaktif serta hiperteksual. 

Definisi yang kedua mengartikan jurnalisme multimedia sebagai presentasi paket berita yang memungkinkan untuk terjadinya proses integrasi di dalamnya, proses integrasi ini tidak selalu bersifat stimultan seperti website, usenet, newsgroup, email, MMS, SMS, televisi, radio, teleteks, majalah cetak dan koran. 

Praktik jurnalisme pada masa kini dapat kita temukan dengan mudah. Jurnalis multimedia masa kini tidak hanya menyebarkan informasi sebatas teks saja pada laman websitenya, melainkan juga turut menyertakan gambar bahkan video dengan tujuan mengajak audiens untuk turut merasa terlibat dalam informasi tersebut. 

Informasi yang dibagikan juga tidak hanya terbatas pada laman website saja, namun juga terintegrasi dengan media lainnya seperti YouTube dan sejenisnya.

Melalui dua pengertian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa praktik jurnalisme multimedia tidak terlepas dari proses distribusi konten yang disebarluaskan melalui internet ataupun platform media. Kegiatan ini dengan sangat mudah kita temui di zaman yang berbasis teknologi sekarang ini. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa internet sudah menyentuh segala ruang-ruang kehidupan manusia dan hal ini pun di dukung dengan segala bentuk informasi yang kita terima sebagian besar berasal dari internet. 

Menurut hasil survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018, masyarakat yang merupakan pengguna internet di Indonesia sebanyak 171,27 juta jiwa dari total populasi penduduk Indonesia sebanyak 264,16 juta jiwa. 

Data ini juga di dukung dengan hadirnya media pengaksesnya yang lebih mudah dimiliki seperti handphone, laptop, tablet dan alat komunikasi lainnya yang terhubung dengan internet.

Rentannya kemunculan berita bohong

Pada dasarnya menjadi seorang jurnalis akan terikat pada kode etik yang ada, dalam menyebarkan informasi seorang jurnalis bertanggung jawab penuh atas berita tersebut. 

Selain memiliki kode etik, penyebaran sebuah informasi juga diatur dalam undang-undang yang menandakan bahwa selain diberi kebebasan, kita juga diberi tanggung jawab atas informasi yang kita bagikan kepada orang-orang. 

Berita yang disampaikan harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, selain itu korelasi antara teks dan gambar yang disebarkan juga harus jelas. Yang mulai menjadi kekhawatiran pada penyebaran informasi yang kita tahu cukup mudah untuk dilakukan ini adalah munculnya berita hoax atau berita bohong yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan berbagai macam tujuan. 

Seringkali tujuan tersebut mengarah ke arah yang tidak baik oleh sebab itu penyebaran berita hoax harus dihentikan. Penyebaran berita hoax dapat ditemukan di semua media entah itu media sosial, televisi, radio dan media penyebar informasi lainnya.

Menurut data dari Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) dalam Hasil Survey Wabah Hoax Nasional 2019 yang diikuti oleh 941 responden, survey ini disebarkan ke publik dari tanggal 1-15 Maret 2019. 

Dalam survey ini terdapat beberapa informasi yang digali mengenai perkembangan hoax. Salah satu survey menggali informasi alasan meneruskan berita heboh/hoax, data menunjukkan 43,50% mengatakan berita diperoleh dari orang yang dapat dipercaya, 29,30% mengira bermanfaat, 18,90% mengira berita tersebut benar, 4,60% iseng meneruskan berita heboh dan 3,70% ingin menjadi yang pertama memberitahu. 

Dari hasil survei ini menandakan bahwa peran seorang yang dipercaya oleh khalayak dalam menyampaikan atau menyebarkan suatu berita sangatlah penting, jurnalis tentu saja masuk ke daftar orang-orang yang dipercaya oleh khalayak. 

Karena itu, berita yang disampaikan harus diklarifikasi kebenarannya dan harus dari sumber yang kredibel agar para jurnalis maupun kita sendiri tidak menjadi penyumbang berita bohong yang tidak diketahui kebenarannya.

Cukup banyak berita hoax yang hadir dan disebarkan oleh oknum-oknum tertentu dan berita yang disebarkan pun bervariasi. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) melakukan pemetaan berita hoax pada tahun 2018, dari pemetaan ini MAFINDO mengelompokkan berita menjadi beberapa macam dan memiliki presentase masing-masing. MAFINDO menemukan 997 berita hoax pada tahun 2018. 

Pada urutan pertama bertema politik , ditemui sebanyak 488 berita hoax (49,94%). Posisi kedua diduduki oleh berita bertema agama yang mencetak angka 119 berita hoax (11,94%), urutan selanjutnya dipegang oleh berita kesehatan dengan 59 berita hoax, sisanya dengan berita lain-lain. 

Angka yang sangat besar ini menandakan bahwa masih mudahnya penyebaran berita hoax dan respon dari masyarakat kita yang menanggapi berita hoax. Apapun jenis dari berita hoax itu, akan tetap memberi dampak baik maupun buruk bagi kehidupan bermasyarakat.

Mereka yang mendeteksi Hoax

Kecanggihan teknologi pada era ini, membuat praktik jurnalisme multimedia semakin bervariasi. Kemudahan untuk membagikan dan mendapat informasi yang tak terbatas ini seringkali menjadikan informasi yang tersebar tidak terkontrol. 

Tidak dapat dipungkiri salah satu jenis yang cukup sering ditemukan oleh khalayak adalah berita hoax. 

Rentannya berita hoax yang cukup meresahkan kehidupan bermasyarakat akhirnya membuat munculnya situs-situs pendeteksi hoax yang dapat diakses dengan mudah pula oleh masyarakat. 

Situs ini didirikan oleh orang-orang yang memiliki kepedulian dan menanggapi dengan serius penyebaran hoax di Indonesia seperti MAFINDO. MAFINDO juga bekerja sama dengan beberapa media online yang tergabung di Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan juga Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). 

Selain itu situs pendeteksi hoax ini didukung oleh FirstDraft, Internews dan Google News Initiative. Dalam arti situs ini tidak dibangun oleh sembarang orang, namun oleh orang-orang yang sudah cukup memahami betul alur informasi penyebaran berita dan bekerja sama dengan pihak yang bersangkutan dengan berita hoax yang akan ditelusuri kebenarannya. 

Situs pendeteksi hoax antara lain cekfakta.com, turnbackhoax.id dan sejenisnya. 

Kedua situs ini bertujuan untuk mengklarifikasi kebenaran suatu berita, keterangan benar atau salah berita tersebut akan dicantumkan dan dilengkapi dengan penjelasan yang sesungguhnya dari berita tersebut. 

Sebagai penerima berita, kita juga dapat melaporkan berita yang kita terima kepada salah situs ini dan berita tersebut akan di cek kredibilitasnya. Audiens kemudian menunggu klarifikasi dari berita tersebut. 

Dari kecanggihan yang sudah disediakan ini harusnya dapat membuat masyarakat lebih cerdas lagi dalam menyikapi suatu berita yang telah diterima

 

Daftar pustaka 

APJII. 018. Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia. Diakses pada laman https://apjii.or.id/content/read/39/410/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet-Indonesia-2018

Deuze, Mark. 2004. What is Multimedia Journalism. Diakses pada laman https://ayomenulisfisip.files.wordpress.com/2011/02/deuze-what-is-multimedia-journalism.pdf

Mastel. 2019. Hasil Survey  Wabah Hoax Nasional 2019. Diakses pada laman https://mastel.id/wp-content/uploads/2019/04/Survey-Hoax-Mastel-2019-10-April-2019.pdf

Mafindo. 2018. Pemetaan Hoaks tahun 2018. Diakses pada laman  https://www.mafindo.or.id/2019/03/10/pemetaan-hoaks-tahun-2018/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun