Mohon tunggu...
Caroline Arshita
Caroline Arshita Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswi

Kadang khilaf : menulis sambil tidur

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jurnalisme Multimedia Vs Berita Hoaks

8 Oktober 2019   07:58 Diperbarui: 8 Oktober 2019   08:14 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data ini juga di dukung dengan hadirnya media pengaksesnya yang lebih mudah dimiliki seperti handphone, laptop, tablet dan alat komunikasi lainnya yang terhubung dengan internet.

Rentannya kemunculan berita bohong

Pada dasarnya menjadi seorang jurnalis akan terikat pada kode etik yang ada, dalam menyebarkan informasi seorang jurnalis bertanggung jawab penuh atas berita tersebut. 

Selain memiliki kode etik, penyebaran sebuah informasi juga diatur dalam undang-undang yang menandakan bahwa selain diberi kebebasan, kita juga diberi tanggung jawab atas informasi yang kita bagikan kepada orang-orang. 

Berita yang disampaikan harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, selain itu korelasi antara teks dan gambar yang disebarkan juga harus jelas. Yang mulai menjadi kekhawatiran pada penyebaran informasi yang kita tahu cukup mudah untuk dilakukan ini adalah munculnya berita hoax atau berita bohong yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan berbagai macam tujuan. 

Seringkali tujuan tersebut mengarah ke arah yang tidak baik oleh sebab itu penyebaran berita hoax harus dihentikan. Penyebaran berita hoax dapat ditemukan di semua media entah itu media sosial, televisi, radio dan media penyebar informasi lainnya.

Menurut data dari Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) dalam Hasil Survey Wabah Hoax Nasional 2019 yang diikuti oleh 941 responden, survey ini disebarkan ke publik dari tanggal 1-15 Maret 2019. 

Dalam survey ini terdapat beberapa informasi yang digali mengenai perkembangan hoax. Salah satu survey menggali informasi alasan meneruskan berita heboh/hoax, data menunjukkan 43,50% mengatakan berita diperoleh dari orang yang dapat dipercaya, 29,30% mengira bermanfaat, 18,90% mengira berita tersebut benar, 4,60% iseng meneruskan berita heboh dan 3,70% ingin menjadi yang pertama memberitahu. 

Dari hasil survei ini menandakan bahwa peran seorang yang dipercaya oleh khalayak dalam menyampaikan atau menyebarkan suatu berita sangatlah penting, jurnalis tentu saja masuk ke daftar orang-orang yang dipercaya oleh khalayak. 

Karena itu, berita yang disampaikan harus diklarifikasi kebenarannya dan harus dari sumber yang kredibel agar para jurnalis maupun kita sendiri tidak menjadi penyumbang berita bohong yang tidak diketahui kebenarannya.

Cukup banyak berita hoax yang hadir dan disebarkan oleh oknum-oknum tertentu dan berita yang disebarkan pun bervariasi. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) melakukan pemetaan berita hoax pada tahun 2018, dari pemetaan ini MAFINDO mengelompokkan berita menjadi beberapa macam dan memiliki presentase masing-masing. MAFINDO menemukan 997 berita hoax pada tahun 2018. 

Pada urutan pertama bertema politik , ditemui sebanyak 488 berita hoax (49,94%). Posisi kedua diduduki oleh berita bertema agama yang mencetak angka 119 berita hoax (11,94%), urutan selanjutnya dipegang oleh berita kesehatan dengan 59 berita hoax, sisanya dengan berita lain-lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun