Caroline Irma Christiana #mahasiswa sejarah UM| Kamis, 15 Desember 2022
Sejarah memiliki peran penting bagi generasi bangsa, agar melihat peristiwa masa lampu dalam menghadapi kehidupan saat ini dan kehidupan mendatang. Sejarah lokal akan menjadi identitas suatu daerah atau masyarakat tertentu.Â
Keberadaannya dapat menunjukkan potensi suatu daerah agar lebih dikenal oleh khalayak ramai. Namun, banyak sejarah lokal di daerah-daerah tertentu yang kurang dikenal karena tidak dikembangkan atau dilestarikan lebih lanjut.
Bangsa Indonesia memiliki beranekaragam suku, agama serta kebudayaan. Terlebih masyarakat Jawa yang mempunyai tradisi, kepercayaan, filosofi hidup, ataupun budaya warisan nenek moyang yang masih dilestarikan di era modern ini.Â
Seperti yang kita ketahui Indonesia mempunyai banyak sekali cagar budaya yang tersebar di seluruh Nusantara. Dengan ini cagar budaya perlu dilestarikan sebagai bukti sejarah peradaban serta peninggalan masa lalu.
Tahukah kalian bahwa cagar budaya terbagi menjadi dua macam? Cagar budaya terbagi menjadi dua, yakni tangible dan intangible.
Tangible merupakan hasil kebudayaan yang berbentuk sebuah benda atau produk budaya berwujud nyata. Intangible merupakan hasil kebudayaan yang tidak berbentuk, berupa kepandaian dan tradisi atau produk budaya tidak berwujud.Â
Seperti Petilasan Sri Aji Joyoboyo yang terletak di Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Petilasan Sri Aji Joyoboyo merupakan warisan zaman dulu yang saat ini ramai didatangi oleh masyarakat Indonesia dari berbagai daerah.Â
Kearifan lokal upacara 1 Suro dilaksanakan di petilasan Sri Aji Joyoboyo merupakan upacara yang dilakukan secara turun teurun oleh para leluhur masyarakat Jawa sejak tahun 1976 di Desa Menang, upacara ini dilaksanakan untuk mendoakan dan menghormati Sri Aji Joyoboyo.
Sri Aji Joyoboyo merupakan raja yang memiliki garis keturunan Kerajaan Panjalu yang berhasil menyatukan Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala menjadi sebuah Kerajaan besar yang dikenal dengan Kerajaan Kediri.Â
Sri Aji Joyoboyo mulai memerintah dari tahun 1130 hingga 1157. Sri Aji Joyoboyo merupakan raja besar dan paling terkenal diantara raja-raja Kerajaan Panjalu.Â
Sri Aji Joyoboyo bukan hanya dikenal sebagai seorang raja yang besar tetapi juga dikenal dengan ramalannya, khususnya dalam masyarakat Jawa ramalan dari Sri Aji Joyoboyo dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga.
Masyarakat yang mengikuti upacara 1 Suro percaya bahwa kegiatan tersebut baik dilakukan dalam mengawali tahun baru Jawa serta pencapaian dari kearifan lokal yang dimiliki oleh daerahnya.Â
Adanya upacara 1 Suro di petilasan Sri Aji Joyoboyo juga membuat kearifan lokal serta kebudayaan daerah tetap terjaga. Upacara yang dilaksanakan di petilasan Sri Aji Joyoboyo diadakan setiap bulan Suro, pada tanggal 1 Suro.Â
Tanggal 1 Suro memiliki arti sebagai tanda kembali lagi ke awal serta menghindari dari malapetaka agar selalu mendapatkan perlindungan dari Tuhan ditahun yang akan datang.Â
Masyarakat setempat percaya bahwa petilasan Sri Aji Joyoboyo merupakan tempat moksa dari raja Kerajaan Kadiri, yaitu Sri Aji Joyoboyo. Tetapi sampai saat ini tidak ditemukan bukti secara fisik maupun tertulis mengenai hal tersebut.Â
Tradisi malam 1 Suro dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Tradisi ini pertama kali dilakukan pada 17 april 1976 bersamaan dengan peresmian komplek petilasan Sri Aji Joyoboyo.
Dalam persiapan acara tersebut juru kunci selaku penanggung jawab komplek petilasan serta tokoh desa, dinas pariwista serta masyarakat desa yang membantu secara sukarela. Pada 1 Suro diadakan arak-arakan untuk yang pertama kalinya menuju Petilasan Sri Aji Joyoboyo.
Upacara berlanjut dengan ritual selanjutnya berupa adi busana, tabur bunga, dan doa bersama. Arak-arakan selanjutnya menuju ke Sendang Tirto Kamandanu dalam upacara ini tidak semua tamu dapat masuk ke dalam komplek untuk mengikuti acara tabur bunga.
Lalu apakah ada alasan diselenggarakannya upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo ?
Upacara 1 Suro yang diselenggarakan di petilasan Sri Aji Joyoboyo memiliki tujuan untuk mengenang serta menghormati para raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Kadiri serta menyambut datangnya bulan Suro.Â
Tujuan umum diselenggarakannya upacara di petilasan Sri Aji Joyoboyo ini adalah:
Memperkuat iman kepada Tuhan, mengenang perjuangan yang telah dilakukan oleh para leluhur, memperingati tahun baru 1 Suro di penanggalan Jawa serta memohon doa kepada Tuhan agar mendapatkan perlindungan dan dihindarkan dari malapetaka, melaksanakan tradisi dari leluhur agar kebudayaan tidak hilang begitu saja, dan membersihkan diri secara lahir dan batin, dengan cara berdoa ataupun bersemedi.
Seiring dengan berkembangnya zaman pelaksanaan tradisi suatu daerah pastinya mengalami perubahan yang dapat menuju ke peningkatan atau penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh pola pikir dan gaya hidup masyarakat setempat yang mengalami perkembangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H