Mohon tunggu...
CAROLINE ANTOINETTE G I
CAROLINE ANTOINETTE G I Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hi, my name is Caroline Antoinette Glady Irawan ( 121221004 ). Accounting student at Dian Nusantara University, Tanjung Duren. Accompanying lecturer Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak - Tax Accounting

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rekonsiliasi

21 Juli 2024   22:53 Diperbarui: 22 Juli 2024   09:22 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu Pajak Penghasilan Badan?


Pajak Penghasilan Badan adalah pajak yang dipungut atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan selama 1 tahun pajak. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan suatu perseroan atau perseroan berarti:

"Tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh  Wajib Pajak badan dari sumber dalam atau luar negeri untuk tujuan apapun, pertambahan kekayaan, konsumsi, penanaman modal, dsb."

Dasar pungutan pajak  badan dipungut kepada Wajib Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh badan hukum/badan usaha dan bentuk usaha tetap selama tahun pajak.

Bentuk usaha tetap atau BUT adalah suatu badan kena pajak yang perlakuan perpajakannya sama dengan badan pajak badan.

Jenis PPh Badan

Pajak Penghasilan Badan ini terbagi menjadi dua kategori sesuai dengan karakteristiknya, yaitu :

A. PPh Badan Final

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018, Pajak Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, pajak penghasilan, juga dikenal sebagai PPh Final, adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP Badan.

Dengan PP No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Peraturan di Bidang Pajak Penghasilan, undang-undang ini telah dicabut.

Berikut adalah karakteristik penghasilan final:

PPH Final yang dibayar sendiri atau dipotong pihak lain tidak dapat dikreditkan.

Biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara (3M) penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat dikurangkan dari PPh terutang pada akhir tahun fiskal (dalam SPT Tahunan PPh).

Meskipun hanya dilaporkan, penghasilan yang dikenakan PPh Final tidak dihitung dalam penghitungan pajak akhir tahun.

Jenis penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final di antaranya, menurut Pasal 4 ayat (2) UU PPh:

Penghasilan berasal dari bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi individu;

Penghasilan yang diperoleh dari transaksi yang melibatkan saham dan sekuritas lainnya, derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal ke perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

Penghasilan diberikan sebagai hadiah undian;

Uang yang diperoleh dari transaksi pengalihan harta tanah dan bangunan, bisnis jasa konstruksi, bisnis real estate, dan persewaan tanah dan bangunan

Penghasilan tertentu lainnya, seperti keuntungan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu

Ketentuan Fasilitas Tarif Pengurangan

Besar peredaran bruto menentukan fasilitas pengurangan tarif yang diberikan kepada wajib pajak badan dalam negeri. Dalam kasus di mana peredaran bruto antara Rp4,8 miliar dan Rp50 miliar, wajib pajak badan dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto tersebut.

Rumusnya:

  • Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp4,8 miliar : 50% x 22% x penghasilan kena pajak.
  • Peredaran bruto lebih dari Rp4,8 miliar sampai Rp50 miliar : [(50% x 22%) x penghasilan kena pajak yang memperoleh fasilitas] + [22% x penghasilan kena pajak tidak memperoleh fasilitas].

Namun, dalam kasus di mana peredaran bruto melebihi Rp50 miliar, perhitungan akan dilakukan tanpa fasilitas pengurangan tarif dan menggunakan ketentuan umum. Oleh karena itu, besarnya PPh Badan tetap 22% dikalikan dengan penghasilan kena pajak.

UKM dibagi berdasarkan Tarif Pajak dan Perpajakan

Perlu diingat bahwa usaha kecil dan menengah (UMKM) dibagi menjadi dua kategori berdasarkan berapa persen pajak yang harus dibayarkan, di antaranya:

A. Bisnis kecil dan menengah dengan penghasilan bruto tertentu

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018, yang telah diperbarui dengan PP No. 55 Tahun 2022, UKM dengan omzet bruto tahunan di bawah Rp4,8 miliar dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari penghasilan bruto. Tarif ini hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan jenis usaha masing-masing. Ketentuan berikut terkait penggunaan tarif PPh Final UMKM 0,5% yang ditetapkan oleh PP 23/2018 (yang sekarang diganti oleh PP 55/2022):

  • 7 tahun untuk WP Individu
  • 4 tahun untuk WP Badan berbentuk CV, perusahaan, atau koperasi
  • 3 tahun untuk WP Badan berbentuk PT

Waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5% dimulai dari:

Tahun pajak WP terdaftar, untuk WP yang terdaftar sejak PP 23/2018 berlaku.

Untuk WP yang terdaftar sebelum PP 23/2018, tahun pajak mulai berlaku.

Tarif normal Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh untuk WP Pribadi pengusaha atau metode perhitungan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto) akan dikenakan setelah masa penggunaan tarif PPh habis. Jika WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, perseroan terbatas (PT), atau Badan Usaha Milik Desa atau Badan Usaha Milik Desa bersama, tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh dapat diterapkan untuk mereka. Dengan mempertimbangkan Pasal 31E UU PPh, ini tidak berlaku untuk WP Badan yang berbentuk lain. Pengusaha WP Pribadi dengan peredaran bruto tertentu tidak dikenakan pajak melalui PP 55/2022 ini.

B. Bisnis kecil dan menengah (UKM) dengan status PKP

UKM badan atau PKP yang memiliki omzet bruto lebih dari Rp4,8 miliar setahun juga dapat menggunakan tarif pajak 0,5% dalam jangka waktu tertentu. Sesuai dengan Pasal 64 ayat b PP 55/2022, WP Badan harus mulai menggunakan tarif normal sebesar 22 persen mulai tahun 2022. PMK Nomor 40 Tahun 2023 menetapkan tarif PPh Badan untuk Perseroan Terbuka (Tbk).

Contoh Koreksi Fiskal

Dua Kelompok Koreksi Fiskal:

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO


1. Perbedaan Beda Tetap : 

Biaya dan penghasilan yang dapat dihitung dalam perhitungan penjumlahan laba neto akuntansi komersial tetapi tidak dihitung dalam akuntansi pajak.

Contoh koreksi fiskal untuk perbedaan perbedaan biaya tetap :

  • Pengeluaran pajak penghasilan
  • Biaya sumbangan
  • Biaya terkait sanksi perpajakan

Contoh hasil dalam perbedaan beda tetap :

  • Sumbangan
  • Penghasilan yang diperoleh dari bunga deposito
  • Hadiah

2. Perbedaan Beda Waktu : 

Biaya dan keuntungan yang diakui oleh akuntansi komersial atau, sebaliknya, tidak diakui oleh akuntansi pajak karena perbedaan metode pengakuan.

Contoh biaya koreksi perbedaan waktu fiskal:

  • Biaya penyewaan
  • Penyusutan biaya

Contoh perbedaan waktu penghasilan koreksi fiskal:

  • Pendapatan lebih tinggi daripada kurs

Pajak Penghasilan atau PPh?

Pajak Penghasilan, juga dikenal sebagai PPh, adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Kategori Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dibedakan menjadi beberapa kategori yakni:

  • PPh yang dikenakan pada wajib pajak orang pribadi, yang terbagi atas pegawai serta bukan pegawai maupun pengusaha
  • PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan atau perusahaan, hingga objek yang dikenakan PPh itu sendiri

Apa Tujuan Pajak Penghasilan?

Secara umum, objek pajak penghasilan di sini dibagi menjadi tiga kategori, yang menghasilkan jenis-jenis PPh yang menjadi kewajiban pajak, yaitu:

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO


A. Penghasilan sebagai Sumber Pajak

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, objek PPh terdiri dari:

1. Penggantian atau imbalan yang diterima atas pekerjaan atau jasa yang diberikan termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang industri, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan secara terpisah dalam undang-undang ini.

2. Penghargaan yang berasal dari undian, pekerjaan, atau kegiatan, dan penghargaan

3. Keuntungan bisnis

4. Keuntungan dari pengalihan harta atau penjualan

5. Penerimaan pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pengembalian pajak tambahan

6. Bunga mencakup premium, diskonto, dan imbalan dari jaminan pengembalian utang.

7. Dividen---dalam bentuk apa pun---termasuk dividen perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

8. Royalti atau kompensasi atas pemanfaatan hak

9. Sewa dan keuntungan terkait dengan penggunaan properti

10. Menerima atau mendapatkan pembayaran rutin

11. Keuntungan dari pembebasan utang, kecuali sampai dengan batas tertentu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah

12. Keuntungan dari perbedaan kurs mata uang asing

13. Perbedaan yang lebih besar karena penilaian kembali aktiva

14. Keuntungan asuransi

15. Pembayaran yang dilakukan oleh kelompok orang yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

16. Peningkatan kekayaan neto dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

17. Pendapatan perusahaan berbasis industri.

18. Imbalan bunga yang diatur dalam Undang-Undang yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

19. Kekurangan di Bank Indonesia.


Jenis Koreksi Fiskal Positif

Pembagian laba atau penghasilan adalah contoh fiskal yang baik. Setiap penghasilan akan dikenakan pajak, apapun namanya. Berikut adalah beberapa contoh fiskal yang menguntungkan: denda administrasi; bantuan, sumbangan, dan harta hibahan; premi asuransi kesehatan dwiguna; imbalan pekerjaan dalam bentuk natura atau kenikmatan; biaya untuk kepentingan pribadi wajib pajak; dana cadangan; pajak penghasilan; gaji pemilik; selisih penyusutan atau amortisasi komersial dibandingkan dengan penyusutan atau amortisasi fiskal; dan biaya untuk menagih, mendapatkan, atau mendapatkan kembali uang.

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

Jenis Koreksi Fiskal Negatif

Terjadinya selisih penyusutan yang dikenal sebagai amortisasi komersial adalah contoh koreksi fiskal negatif. Namun, syarat penyusutan tersebut harus di bawah nominal amortisasi fiskal. Penghitungannya sendiri menggunakan sistem saldo naik turun dan tegak lurus.

Ini juga berlaku untuk penyusutan aset bisnis. Namun, aset yang tidak berhubungan dengan bangunan harus dipisahkan terlebih dahulu. Selain itu, untuk menyesuaikan draft pajak, pemetaan ini diperlukan. Aset serupa ini dipilah sesuai bentuknya di sana.

  • Metode yang Digunakan untuk Penyusutan Garis Lurus

Penyusutan garis lurus, atau straight line, adalah metode pertama yang dapat Anda gunakan. Ini adalah metode perhitungan penyusutan yang paling umum digunakan. Metode perhitungan penyusutan ini biasanya lebih berkonsentrasi pada menghitung penyusutan sebagai suatu fungsi dari waktu jadi daripada pada penggunaan atau pemanfaatannya. Oleh karena itu, nilai pemulihan diperlukan saat menggunakan metode perhitungan penyusutan ini. Rumus untuk menghitung penyusutan garis lurus adalah sebagai berikut:

Biaya Penyusutan = Harga Perolehan Aset -- Nilai Residu : Umur Ekonomis


  • Metode yang Digunakan untuk Penyusutan Menurun Ganda

Metode saldo menurun ganda mengalikan dua kali persentase metode garis lurus dengan nilai buku awal untuk setiap periode. Ini berarti bahwa biaya penyusutan hanyalah selisih antara nilai buku dan sisa selama periode terakhir. Rumusnya :

Mengalikan dua kali persentase metode garis lurus dengan nilai buku awal setiap periode.

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

Source : 

Prof. Apollo. Modul Akuntansi Pajak. Rekonsiliasi
https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-badan-jenis-tarif-hitung-dan-lapor-pajak/

https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-jenis-pph-objek-subjek-tarif-perhitungan/

https://www.pajakku.com/read/62ba8691a9ea8709cb18a88d/Serba--Serbi-Koreksi-Fiskal-Positif-dan-Negatif

https://klikpajak.id/blog/nilai-residu/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun