Demi menjernihkan pikiran dan perasaan, baik Genta maupun Latte sama-sama mencoba untuk melupakan kegalauannya dan menyibukkan diri dengan bekerja. Namun, apa boleh buat. Keduanya tetap tak bisa mengenyahkan orang yang dicinta dan dirindukan dari pikiran. Berkat bantuan dari Rhane, satu-satunya sahabat Latte yang masih tinggal di Yogyakarta, Latte dan Genta yang sempat menjauh kini dekat kembali.
Sebagai upaya membangun hubungan yang sempat rusak karena kesalahpahaman, Genta dan Latte akhirnya membuka hati satu sama lain. Tak disangka, kedekatan yang terjalin membuat keduanya mengaku saling mencintai. Pengakuan tersebut juga yang membuat mereka berani melangkah ke jenjang yang lebih serius, pernikahan.
Tentang Novel Aku, Kopi, dan Kamera
Menurut saya, kelebihan novel Aku, Kopi, dan Kamera terletak pada kisah cinta segitiga itu sendiri. Bila biasanya cinta segitiga hanya berpusat pada cara yang dilakukan untuk bisa memikat hati wanitanya, kisah cinta di novel ini justru menceritakan bagaimana perjuangan ketiganya membangun jarak agar tidak saling menyakiti.
Selain itu, bahasanya sangat mengalir, membuat pembaca ingin terus melanjutkan cerita hingga akhir. Sudut pandang orang pertama yang digunakan dari awal hingga akhir cerita menambah keunikan novel ini.
Kesimpulan
Buku Aku, Kopi, dan Kamera sangat menyenangkan untuk dibaca pada saat waktu luang. Tak seperti novel romansa kebanyakan, novel ini justru menghadirkan kisah yang cukup unik. Selain itu, bila dibaca secara seksama, terdapat beberapa tempat yang digunakan sebagai latar adegan cerita yang bisa dijadikan inspirasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H