Mohon tunggu...
Carolina Ratri
Carolina Ratri Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis konten

Antusias terhadap topik-topik keuangan, bisnis, marketing, teknologi, dan kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Buku: Aku, Kopi, dan Kamera

14 April 2020   08:36 Diperbarui: 14 April 2020   16:57 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca novel percintaan sepertinya tidak akan pernah membosankan. Betul nggak sih?

Salah satu novel yang baru saja selesai saya baca adalah Aku, Kopi, dan Kamera karya Ainun Nufus. Buku yang diterbitkan pada November 2018 ini menurut saya sangat menarik. Kisah cinta segitiga yang jarang kita temui diceritakan dengan apik serta menggunakan bahasa yang mengalun, sehingga pembaca tidak merasa bosan.

Tak ayal, muncul keinginan untuk merensensi atau mereview isi buku ini. Tanpa perlu basa-basi lebih panjang, simak yuk resensi novel Aku, Kopi, dan Kamera berikut.

Sinopsis Aku, Kopi, dan Kamera

Dalam buku ini terdapat tiga tokoh utama: Latte, Genta, dan Reon. 

Latte merupakan seorang mahasiswi berusia 21 tahun yang baru saja putus dari kekasihnya, Reon. Reon sendiri adalah mahasiswa berusia 22 tahun yang ingin berusaha membangun jarak dari Latte karena merasa bosan. Sedangkan Genta adalah laki-laki berusia 22 tahun yang menyukai Latte sejak pandangan pertama di Coklat Cafe. 

Untuk tokoh pendukung yang meramaikan kisah cinta segitiga tokoh utama ada Rhane dan Pay, sahabat Latte, Sam yang merupakan sahabat Reon, dan Ai, sepupu Genta.

Novel dimulai dari kisah Latte dan Reon yang putus karena Reon ingin beristirahat dari hubungan mereka. Reon beralasan ingin merasakan yang namanya rindu sehingga bisa kembali mencintai Latte yang selama ini, menurutnya sangat posesif dan menempelinya kemana pun dan kapan pun.

Menuruti keinginan Reon, Latte pun meminta putus, bukan hanya sekedar break. Keduanya berpisah untuk waktu yang cukup lama, hingga akhirnya dipertemukan kembali di Starbucks salah satu mall di Yogyakarta.

Ingin segera move on, akhirnya Latte berkenalan dengan seorang laki-laki bernama Genta yang ditemuinya di Coklat Cafe. Perkenalan singkat pun terjadi dan berlanjut ke tahap pertemanan. Meski sebenarnya Genta sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Latte, ia tak ingin terburu-buru dan membiarkan Latte sembuh dari lukanya.

Bermula dari teman curhat selama satu tahun, Latte pun mulai menyadari bahwa dirinya jatuh cinta kepada Genta. Perjuangan untuk bisa bersama dengan Genta tak mudah, mengingat Latte bukan orang yang peka hingga bisa menebak perasaan Genta. Belum lagi, hatinya diselimuti perasaan bersalah kala Reon kembali mendekatinya dan mengatakan bahwa ia masih memiliki perasaan sayang untuk Latte. Begitu pula perjuangan yang harus dialami Genta lantaran ia tahu betul bagaimana perasaan dan kisah Latte bersama Reon hingga sempat memiliki pikiran bahwa Latte menjalin hubungan lagi dengan Reon. 

Demi menjernihkan pikiran dan perasaan, baik Genta maupun Latte sama-sama mencoba untuk melupakan kegalauannya dan menyibukkan diri dengan bekerja. Namun, apa boleh buat. Keduanya tetap tak bisa mengenyahkan orang yang dicinta dan dirindukan dari pikiran. Berkat bantuan dari Rhane, satu-satunya sahabat Latte yang masih tinggal di Yogyakarta, Latte dan Genta yang sempat menjauh kini dekat kembali.

Sebagai upaya membangun hubungan yang sempat rusak karena kesalahpahaman, Genta dan Latte akhirnya membuka hati satu sama lain. Tak disangka, kedekatan yang terjalin membuat keduanya mengaku saling mencintai. Pengakuan tersebut juga yang membuat mereka berani melangkah ke jenjang yang lebih serius, pernikahan.

Tentang Novel Aku, Kopi, dan Kamera

Sumber foto: Stiletto Book
Sumber foto: Stiletto Book

Menurut saya, kelebihan novel Aku, Kopi, dan Kamera terletak pada kisah cinta segitiga itu sendiri. Bila biasanya cinta segitiga hanya berpusat pada cara yang dilakukan untuk bisa memikat hati wanitanya, kisah cinta di novel ini justru menceritakan bagaimana perjuangan ketiganya membangun jarak agar tidak saling menyakiti.

Selain itu, bahasanya sangat mengalir, membuat pembaca ingin terus melanjutkan cerita hingga akhir. Sudut pandang orang pertama yang digunakan dari awal hingga akhir cerita menambah keunikan novel ini.

Kesimpulan

Sumber foto: Stiletto Book
Sumber foto: Stiletto Book

Buku Aku, Kopi, dan Kamera sangat menyenangkan untuk dibaca pada saat waktu luang. Tak seperti novel romansa kebanyakan, novel ini justru menghadirkan kisah yang cukup unik. Selain itu, bila dibaca secara seksama, terdapat beberapa tempat yang digunakan sebagai latar adegan cerita yang bisa dijadikan inspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun