Covid-19 telah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Semua orang panik. Pemerintah berbagai negara mengunci wilayahnya. Rakyat diperintahkan untuk tetap di rumah dan menjaga jarak. Namun, hal itu tak mungkin terus dilakukan.
Semua kegiatan tidak boleh berhenti dalam jangka waktu yang lama. Roda ekonomi harus kembali berputar, begitu pula dengan sektor pariwisata, pendidikan, dan yang lainnya. Pemerintah menyiapkan protokol kenormalan baru agar aktivitas masyarakat dapat kembali berjalan seperti biasanya.
Dalam menghadapi virus Corona, Islam telah memberikan panduan kepada umatnya bagaimana cara dalam menghadapi penyebaran suatu wabah penyakit, seperti yang dijelaskan dalam salah satu hadist Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang berbunyi:
“Dari Siti Aisyah RA, ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah SAW perihal tha‘un, lalu Rasulullah SAW memberitahukanku, dahulu, tha’un adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman.
Maka tiada seorang pun yang tertimpa tha’un, kemudian ia menahan diri di rumah dengan sabar serta mengharapkan ridha-Nya seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan menimpanya selain telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid,” (HR. Bukhari, Nasa’i dan Ahmad).
Di Rumah Aja
Peraturan pemerintah untuk menerapkan work from home dan menggalakkan slogan #DiRumahAja sudah sesuai karena telah mengikuti anjuran Rasul saat terjadinya wabah penyakit, seperti tercantum dalam hadist diatas pada kalimat “kemudian ia menahan diri di rumah”.
Slogan #DiRumahAja merupakan salah satu cara memutus penyebaran wabah Covid-19, karena jika kerumunan masyarakat tidak dibatasi, maka penyebaran Covid-19 akan semakin besar.
Work from home tidak hanya diperuntukkan pada kegiatan bekerja yang dipindahkan ke rumah saja, namun juga untuk sektor Pendidikan dimana seluruh kegiatan belajar-mengajar mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi dialihkan ke rumah. Kegiatan Ibadah juga dihimbau untuk dilakukan di rumah.
Kegiatan yang mungkin akan menimbulkan kerumunan seperti rapat, pertemuan, seminar, dan acara pesta pernikahan juga dilarang untuk diadakan dalam sementara waktu. Tempat wisata juga dilarang untuk beroperasi.
Kalimat “menahan diri di rumah” dimaknai sebagai larangan mendatangi wilayah yang terdampak Covid-19 atau keluar dari wilayah yang terdampak Covid-19 ke wilayah lain sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Salah satu implementasi hadis ini adalah larangan mudik dari maupun ke wilayah yang terindikasi adanya penyebaran Covid-19. Larangan mudik ini bagian dari sunnah sebagai solusi efektif untuk menghentikan laju wabah virus corona dengan metode PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Anjuran Rasulullah untuk tetap di rumah selama terjadinya wabah penyakit juga di dukung oleh beberapa hadis lainnya, diantaranya:
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim)
Maksud hadist diatas adalah orang yang sedang sakit tidak boleh berbaur dengan orang yang sehat karena dikhawatirkan penyakit tersebut akan menular. Dalam hal ini orang yang terjangkit virus Corona tidak boleh berbaur dengan orang yang sehat agar virus tersebut tidak menyebar dan menular ke orang lain.
Sementara hadist lainnya berbunyi:
Rasulullahu Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Tidak boleh berbuat madharat dan hal yang menimbulkan madharat.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad Ibnu Hambal)
Perbuatan Madharat atau Mudharat adalah suatu perbuatan yang tidak menguntungkan, menimbulkan kerugian, dan sebaiknya ditinggalkan. Pada konteks ini, perbuatan mudharat adalah orang yang mengabaikan anjuran pemerintah untuk tetap di rumah dan tetap menjalankan aktivitas seperti biasa.
Hal itu merupakan sesuatu yang mudharat karena orang yang mengabaikan peraturan tersebut akan berbaur dengan orang-orang di luar yang kemungkinan terjangkit virus, kemudian akan menimbulkan mudharat karena kemungkinan besar dia akan terinfeksi oleh virus dan menyebarkannya ke orang lain.
Itu tentu sangat merugikan bagi orang tersebut dan orang-orang disekitarnya. Maka perbuatan yang mudharat tersebut sebaiknya ditinggalkan dan tetap beraktivitas di rumah saja.
Sabar
“Dengan sabar” merupakan sunnah atau tuntunan Nabi Muhammad SAW saat menahan diri di rumah. Sabar dalam arti menahan diri untuk tidak keluar dari daerah yang dilanda wabah sampai berakhirnya pandemi Covid-19 mengharapkan ridha Allah semata, dan percaya bahwa wabah tersebut adalah takdir Allah Subhanahu Wa Ta’ala tanpa mengeluh dan putus asa.
Orang yang bertahan di rumah saat wabah niscaya akan mendapat pahala syahid walau ia belum meninggal. Oleh karena itu, kita perlu menguatkan hati saat wabah Corona ini, berbaik sangka kepada Allah, terus berikhtiar baik lahir maupun batin, dan bersabar serta bertawakkal kepada-Nya.
Sabar tidak diartikan sebagai kepasrahan secara total, namun sabar harus dibarengi dengan usaha lahir batin yang maksimal untuk mencegah penyebaran virus, antara lain: sering berwudhu, menjaga kebersihan, rajin mencuci tangan, menjaga imunitas tubuh, menerapkan jaga jarak, tidak keluar rumah kecuali dalam keadaan yang mendesak. Semua itu harus diiringi dengan tawakkal kepada Allah SWT.
Tingkatkan Ibadah
“Serta mengharapkan ridha-Nya” adalah sunnah berupa usaha batin dalam menghadapi wabah Covid-19. Selama masa karantina di rumah, kita harus meningkatkan kualitas ibadah dan selalu berdoa memohon kepada Allah SWT agar virus Corona segera di angkat dari muka bumi.
Di masa pandemi saat ini, rumah dapat dijadikan sebagai pusat ibadah saat wabah, dimana segala rangkaian kegiatan ibadah dapat dilakukan secara sendiri atau berjamaah bersama keluarga di rumah, seperti tadarus Al Qur’an, Shalat Dhuha, berzikir, bersedekah, dan aktivitas ibadah yang sunnah maupun wajib lainnya.
Kita harus bisa memanfaatkan momentum Covid-19 ini untuk lebih banyak meningkatkan kualitas ibadah dan menghiasi rumah dengan aktivitas ibadah sehingga rumah dapat menjadi saksi ibadah dan menjadikan rumah penuh berkah. Beribadah di rumah tidak diniatkan untuk meninggalkan masjid tetapi diniatkan untuk menjalankan sunnah saat wabah.
Hadis ini ditutup dengan kalimat “niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid” yaitu bagi siapapun yang berjuang menghadapi wabah Covid-19 dengan tetap di rumah dengan penuh kesabaran, tawakkal, dan menjalankan ibadah dengan baik niscaya akan meraih pahala seperti pahala orang yang mati syahid berjuang membela agama Allah.
Bagi yang dikehendaki-Nya
“Dahulu, tha’un adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki”. Potongan kalimat dari hadist Rasul di atas menunjukkan bahwa wabah penyakit yang terjadi pada zaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bukan azab tetapi cobaan yang Allah timpakan kepada orang-orang yang Dia kehendaki.
Kita tidak sepatutnya mencap orang-orang yang terkena virus Covid-19 sebagai orang yang terkena azab. Tak seorangpun dapat menghindar dari wabah penyakit yang telah Allah tetapkan, dan wabah tidak akan menimpa orang-orang yang dilindungi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebaliknya, wabah tersebut dijadikan sebagai rahmat bagi orang-orang yang senantiasa menyakini bahwa tidak ada yang terjadi di alam semesta ini melainkan atas pengaturan dari Dzat Yang Maha mengatur segalanya.
Segala hal yang ada dan terjadi di dunia ini sudah diatur dalam Al-Qur’an dan hadist, termasuk tata cara saat menghadapi wabah penyakit. Maka dari itu, kita harus Kembali mengikuti tuntunan Qur’an dan hadist serta menjalankan sunnah Rasul dalam menghadapi virus Covid-19, serta berikhtiar dengan meningkatkan kualitas ibadah dengan perilaku sabar, tawakkal, serta mengharapkan ridha-Nya semata, dan meyakini bahwa pandemi ini bukanlah azab melainkan cobaan yang Allah timpakan bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Namun, bukan karena kita meyakini itu adalah cobaan bagi siapa yang Allah kehendaki dan kita belum terinfeksi oleh virus, kita merasa bahwa kita adalah orang yang dilindungi Allah karena tidak tertimpa cobaan virus, kemudian kita lengah hingga lupa diri. Kita harus tetap muhasabah diri dan tidak boleh sombong, karena Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H