Burhan tercenung. Baru saja Sadeli mengajak mampir ke rumahnya. Burhan cukup dekat dengan teman kerjanya, Sadeli. Orangnya ramah dan tidak hitung-hitungan. Sadeli belum menikah, dan juga belum punya pacar padahal umurnya hampir kepala tiga.
"Ke rumahku, yok."Sadeli berkata saat mereka makan siang di warteg Bu Ati.
"Memangnya ada acara apa?"
"Mau melamar pacarmu?"
"Pacar....kenalan juga belum."Jawab Sadeli kesal.
Burhan memang sering meledeknya. Burhan lebih muda dua tahun tapi sebentar lagi malah sudah punya anak.
"Aku beli DVD baru kemarin."
"Film apa?"Tanya Burhan penasaran.
"Hot...."Sadeli berbisik di telinga Burhan.
Burhan jarang menonton film apalagi film hot seperti yang Sadeli bilang. Bukan karena Burhan tidak suka, tapi sebulan setelah menikah Dian istrinya hamil. Burhan senang sekali, ternyata tak sulit baginya memiliki momongan padahal sebelum menikah Dian pernah berkata,
"Aku anak satu-satunya mas..."
"Ibuku sulit hamil."
"Bagaimana kalau aku seperti ibu, nanti mas Burhan tidak sabar lalu kawin lagi!"Dian berkata dengan sedikit merajuk.
"Ndak lah dek,masa aku kayak gitu." Burhan menimpali.
Tapi beberapa hari lagi, putri mereka akan lahir. Dian menamainya Dewi.
"Kayak Sinetron itu loh mas. Namanya Dewi,orangnya cantik dan baik,nasibnya selalu mujur."Dian berkata saat sedang menonton TV.
Untuk Burhan, Dewi nama yang bagus. Burhan tidak pernah menonton sinetron. Tidak suka dengan cerita yang kadang dipanjang-panjangkan. Burhan hanya suka menonton berita karena tak mampu untuk berlangganan Koran. Meskipun Burhan hanya lulusan SMP dan hidup sederhana di pinggiran kota, tapi Burhan selalu ingin tahu berita terkini yang didengarnya di televisi.
Burhan menimbang-nimbang ajakan Sadeli. Alasan Burhan untuk menerima undangannya bukan karena dia sudah lama tak bisa menonton bioskop, sampai film-film bagus yang dilihat cuplikannya di televisi pun terlewati. Tapi lebih karena Burhan sudah lama tak bisa mendekati Dian. Dengan perut yang buncit,nafas yang sudah tersengal-sengal menahan beban yang harus dibawanya bahkan mood yang naik turun membuat keinginan Burhan untuk berhubungan intim selalu tertahan saat mengingat wajah istrinya yang terlihat sangat lelah.
"Bagaimana? Jadikan mampir?"Tanya Sadeli selepas maghrib.
"Bagaimana ya...istriku sedang hamil tua,nanti kalau ada apa-apa?"Jawab Burhan ragu.
"Ah...tidak akan ada apa-apa,Kan cuma dua jam."
Burhan tidak sabar menunggu jam bubar pabrik. Jam tujuh malam Burhan dan Sadeli pulang dengan sepeda ontel masing-masing. Rumah Sadeli tak terlalu jauh, hanya butuh waktu lima belas menit saja untuk sampai di rumahnya. Sadeli sempat mampir untuk membeli dua bungkus nasi goreng bang Karim yang mangkal di ujung jalan dan sebungkus kacang sukro menambah kelezatan nasi goreng plus telur ceplok ini.
Sampai di rumah Sadeli, Burhan cepat-cepat menyuruhnya untuk menyalakan DVD.
"Ndak usah mandi,Li...nanti aku kemalaman nungguin kamu mandi."
Sadeli menyalakan DVD dan membuka bungkus nasi goreng yang sudah dialasi dengan piring dan sendok di atasnya.
Hampir dua jam film itu diputar. Mereka menonton sambil menikmati nasi goreng dan kacang sukro yang dibeli tadi.
"Untung kamu beli nasi goreng tadi,li"
"Aku lapar sekali."
"Lapar atau nikmat?Sampai merem melek begitu."Ledek Sadeli.
Burhan memang kelihatan gelisah. Entah karena memikirkan Dian istrinya yang hamil tua dan ditinggalnya di rumah, atau karena perempuan seksi di film itu  membangkitkan gairah yang tak bisa disalurkannya. Sadeli tersenyum-senyum sendiri melihat tingkah Burhan. Ternyata tak selamanya pernikahan menjadi alasan untuk memenuhi keinginan biologis.
Akhirnya film itu selesai. Burhan sampai tidak mengerti apa ceritanya. Dia tak cukup konsentrasi untuk memahami jalan cerita film tadi. Burhan malah terganggu dengan kehadiran perempuan-perempuan seksi dengan gerakan yang cukup erotis. Membuatnya malah menyesal sudah menghabiskan waktu di luar rumah hanya untuk menonton film begini. Burhan merasa kelewatan karena sudah meninggalkan istrinya sendiri.
"Kalau ada apa-apa, aku pasti sangat menyesal."batin Burhan sambil mengayuh sepeda ontelnya lebih cepat.
****
Jarak rumah Sadeli dan rumahnya memang tak terlalu jauh. Hanya Burhan harus melewati kuburan untuk sampai di rumahnya. Burhan baru ingat kalau malam ini....malam Jumat Kliwon. Burhan bukan penakut. Tapi dia ingat cerita yang beredar, kalau setiap malam jumat arwah selalu bergentayangan. Burhan tak ingin berpikir yang aneh-aneh yang akan membuat nyalinya semakin ciut. Burhan mengayuh sepedanya cepat-cepat, tak ingin ada yang yang diam-diam membonceng di jok belakang sepadanya. Hiiii Burhan bergidik sendiri.
Pohon asem itu sudah kelihatan dari jauh. Kalau sudah melewati pohon asem itu beberapa meter lagi Burhan sampai di rumahnya. Burhan tak ingin menengok ke kanan dan ke kiri, dia hanya memusatkan perhatiannya pada pohon asem itu. Seperti atlit sepeda yang memusatkan pikirannya pada garis finish, Burhanpun demikian. Dia cuma ingin cepat sampai di rumahnya dan melihat Dian istrinya baik-baik saja.
Tinggal beberapa meter menuju pohon asem itu. Burhan merasa semakin berat mengayuh sepedanya.
"Jangan-jangan memang ada yang membonceng di belakang."Burhan membatin sendiri.
Burhan sempat menengok ke belakang tapi dia tak melihat apa-apa.
"Mungkin perasaanku saja."Batinnya lagi.
Burhan semakin mempercepat laju sepedanya. Sampai angin sepoi-sepoi yang menyejukkan tetap membuat kemejanya sedikit basah karena keringat. Burhan lega, saat akhirnya dia bisa melewati pohon asem itu. Rasa bersalah yang menderanya perlahan-lahan habis. Apalagi saat dia melihat Dian,istrinya tidur di kamar dengan pulas.
Rasanya memang kelewatan meninggalkan seorang istri yang sedang hamil tua dan dalam beberapa hari lagi akan mempersembahkan seorang putri untuk dirinya. Burhan berjanji di dalam hatinya, untuk tidak lagi mengulang kesalahan yang dilakukannya hari ini. Harusnya dia bisa memilih untuk tetap pulang ke rumah dan menikmati makan malam yang sudah disediakan Dian. Pasti Dian kelelahan sampai tak bisa menikmati pijatan Burhan yang dilakukannya setiap malam sampai Dian pulas.
Burhan tak sempat membereskan sepedanya tadi. Dia hanya menggembok pagar dan meletakkan sepeda ontelnya sembarangan. Perasaan campur aduk yang dirasakan Burhan tadi membuatnya sangat lelah. Ia ingin segera mandi dan beristirahat agar besok pagi bisa bangun lagi dengan segar. Tak berapa lama saat Burhan meneguk segelas air putih yang sudah disediakan Dian di atas meja makan, Burhan mendengar suara ketukan di pintu rumahnya.
Jam sudah menunjukkan angka sebelas lewat lima belas menit. Burhan melangkah ke depan dengan bertanya-tanya. Siapa yang semalam ini berkunjung ke rumahnya? Mungkin juga tetangga yang meminta bantuan atau pak RT yang hanya bisa menemuinya di malam hari setibanya Burhan di rumah tapi... rasanya tadi pagar sudah digemboknya?
Burhan membuka pintu rumahnya. Dia cukup terkejut tatkala melihat seorang wanita berambut panjang dengan gaun putih yang menjuntai sampai ke jalan. Wajah perempuan itu memang tak kelihatan karena tertutup rambutnya. Perempuan itu kemudian berkata,
"Mas tolong antar saya kembali ke pohon asem itu ya..."
"Saya kelewatan."
"Saya ketiduran tadi, waktu membonceng sepeda mas di belakang."
Burhan syok. Dia tak sempat menjawab, tubuhnya lemas, kerongkongannya kering hingga tak sanggup bicara apalagi berteriak. Kepalanya mulai berkunang-kunang, gelap dan akhirnya Burhan pingsan...
Perempuan itu berlalu sambil tertawa,
"Hihihihi..........."
Melengking....membuat bulu kuduk merinding...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H