"Apa yang kamu pikirkan tentang dia?"aku seperti menghujamnya dengan banyak pertanyaan.
Amelia memang lebih tertutup apalagi sejak kehamilan Sasha dan kepergian Anton. Kami memang serumah, tapi aku sangat tahu diri kalau kami punya kehidupan masing-masing. Amelia tak pernah ikut campur semua urusanku. Dia hanya mengerjakan apa yang menjadi tugasnya di rumah dan bekerja paruh waktu untuk mecukupi kebutuhan kami. Aku sendiri berusaha untuk mencari job kesana kemari. Ikut audisi di beberapa theater untuk menjadi bintang tamu di pertunjukkan mereka sampai  mengajar dibeberapa sanggar. Aku tak ingin membebani mami atau papi selain kewajiban mereka membiayai kuliahku. Amelia dan Sasha butuh uang untuk hidup dan aku bertanggungjawab sebagai  laki-laki yang berstatus suami meskipun aku hanya diakui di atas selembar surat nikah.
"Anton ingin menikahi aku."
"Dan mengakui Sasha adalah putrinya?"tanyaku berharap Amelia menggelengkan kepala.
"Ya."Jawab Amelia singkat.
"Apa jawabmu?"tanyaku penasaran.
"Aku belum menjawab apa-apa."
"Masih ingin mempertimbangkan tawaran Anton."
"Hanya untuk kebaikan Sasha."katanya sambil menatapku.
Aku tak bisa membaca pikirannya. Tapi aku merasa, Amelia pasti tak ingin tindakannya menyakiti hatiku. Amelia memang tidak mencintai aku seperti layaknya seorang istri kepada seorang suami. Tapi Amelia pasti memiliki cinta sebagai ungkapan rasa terimakasihnya.
Amelia berlalu meninggalkanku. Aku hanya menangkap bayangannya di tembok rumah kami dan tangisan Sasha yang membuatku ingin agar Amelia berkata tidak kepada Anton.