Grafik di bawah ini menggambarkan persebaran dengan sumbu y presentase moda transportasi umum, pejalan kaki, dan sepeda. Sedangkan sumbu x menggambarkan moda transportasi pribadi.
Kota seperti London dan kota/negara tetangga seperti Singapura juga memiliki pembagian moda transportasi yang cukup baik dengan proporsi penggunaan kendaraan pribadi yang hanya tidak lebih dari 45%.
Didapatkan bahwa pergerakan dari rumah ke kantor yang menggunakan kendaraan pribadi mencapai 78,4% (mencakup motor, ojek online, mobil, mobil online, mobil jemputan), dengan penggunaan transportasi umum sebesar 20,4% dan pejalan kaki serta bersepeda yang hanya mencapai 1,2%!Â
Gambaran penggunaan moda transportasi ini menggambarkan warga Jakarta yang masih sangat amat bergantung dengan penggunaan transportasi pribadi dalam bergerak.
Lalu jika dikontekskan dengan kondisi pandemi sekarang, bukannya hal itu menunjukkan kabar baik, bahwa banyak warga Jakarta yang bisa menggunakan kendaraan pribadi sehingga terhindar dari penyebaran virus?
Kembali ke argumen di awal. Pertama, tidak semua kelompok masyarakat mampu memiliki kendaraan pribadi. Jikapun mampu maka hal tersebut akan memberatkan ekonomi hariannya.Â
Banyaknya orang yang menggunakan kendaraan pribadi bukan menunjukkan tingkat ekonomi yang semakin baik, malah justru terjadi kebalikannya. Sebanyak 63,3% komuter yang menggunakan kendaraan motor dapat diasumsikan berasal dari kelompok ekonomi menengah, dan menengah bawah.Â
Pengeluaran per bulan yang harus disisihkan untuk kebutuhan transportasi mulai dari cicilan, servis motor, bensin, dapat menguras kocek cukup dalam. Grafik di bawah menunjukkan semakin tinggi tingkat ekonomi masyarakat maka akan semakin tinggi pula pengeluaran untuk melakukan pergerakan selama sebulan.