Jargon #dirumahaja sepertinya akan kehilangan kesaktiannya dalam beberapa waktu ke depan.
Pemerintah sudah ancang-ancang untuk membuka kembali aktivitas seperti biasa atau yang biasa dikenal sebagai kondisi New Normal. Bahkan sebenarnya jauh sebelum kondisi new normal tiba, ada kelompok masyarakat yang tetap bergerak ke luar dari rumahnya.
Mereka adalah pekerja yang pergi untuk memenuhi kebutuhan pangan Anda dan mengantar barang dari online shop ke depan pintu rumah Anda. Kebanyakan golongan masyarakat yang tetap bekerja ke luar rumah ini adalah kelompok pekerja kerah biru yang tidak bisa work from home seperti pekerja kantoran kebanyakan.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas sedikit banyak tentang pentingnya penyediaan moda transportasi yang terjangkau dan aman bagi seluruh warga Jakarta, terutama bagi pekerja kerah biru yang harus berjibaku menggunakan transpotasi umum.
Dilema Penyediaan Transportasi Umum di Kala Pandemi
Beberapa waktu yang lalu pemerintah daerah sempat akan menggulirkan kebijakan penutupan sementara layanan KRL. Namun hal tersebut tidak jadi diberlakukan karena pertimbangan banyaknya pekerja yang masih bergantung dalam menggunakan KRL[1].
Saat inipun pemerintah telah melakukan langkah antisipatif dengan memberlakukan protokol physical distancing, sehingga hanya 50% kapasitas penumpang di setiap moda transportasi.
Hal ini akan kontraproduktif karena meningkatkan kemungkinan penyebaran virus. Terlebih lagi pemerintah telah “berancang-ancang” memperkerjakan kembali pekerja di bawah usia 45 tahun kembali ke kantor [2].
Lalu apakah ada alternatif selain bergantung terhadap transportasi umum? Kendaraan pribadi mungkin dapat menjadi opsi, namun jika Anda memiliki uang yang cukup.
Kendaraan pribadi adalah privilege bagi Anda yang datang dari kelas ekonomi yang berkecukupan, maka tidak perlu ada kekhawatiran bagi Anda untuk bergerak dengan aman.