Bencana yang terjadi merupakan disrupsi dari fungsi normal sebuah sistem sosial, yang disaat bersamaan juga diproduksi oleh ke"normalan"itu sendiri sebagai melencengnya fungsi pembangunan yang adil. Proses munculnya bencana dimulai dari kontradiksi tujuan struktural yang ditetapkan oleh sistem sosio-kultural, berujung pada kegagalan fungsi internal.
Keadaan tersebut kemudian menciptakan suatu kondisi kerentanan atau disebut Risk Driver. Dorongan ini terjadi dalam bentuk fenomena seperti pertumbuhan penduduk, migrasi, dan rencana peruntukan guna lahan.Â
Jika kita melihat studi kasus seperti di DKI Jakarta, saat ini Provinsi DKI Jakarta sedang merumuskan Strategi Jakarta Berketahanan sebagai salah satu bentuk partisipasi dalam 100 Resilient City di dunia. Kondisi persiapan pemerintah saat ini dapat dilihat melalui laporan "Jakarta Berketahanan Penilaian Awal Ketahanan Jakarta".
Konsep pembangunan Jakarta Berketahanan dirumuskan melalui konsep Kerangka Ketahanan Kota yang terdiri dari 12 faktor seperti diagram berikut:
Di dalam laporan ini sudah terdapat analisis mengenai marjinalisasi lokasi tempat tinggal penduduk akibat harga lahan yang mahal. Analisis juga dilakukan dengan memperhatikan faktor penghidupan dan pekerjaan layak yang penting bagi penghidupan individu.Â
Setelah melalui berbagai proses fokus utama ketahanan kota Jakarta dirumuskan menjadi 5 bagian penting yaitu:
- Meningkatkan kapasitas tata kelola pemerintahan dan manajemen kota
- Mengembangkan budaya siap siaga untuk menghadapi berbagai guncangan
- Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan melalui tata kelola air bersih, air limah, dan sampah
- Meningkatkan kualitas mobilitas dan konektivitas warga Jakarta
- Memelihara kohesi sosial warga Jakarta
Semoga saja langkah yang diambil ini bisa menjadi salah satu tindakan yang lebih komprehensif dan holistik dalam mengatasi bencana-bencana yang terjadi di Jakarta. Bahwa setiap bencana yang muncul di permukaan membutuhkan intervensi yang tidak hanya berhenti pada ranah teknis tetapi juga dalam tata kelola di dalamnya.Â
Mari kita sama-sama ikut mengkritik dan menginisiasi pemerintah kota dimana kita tinggal, karena kita semua berhak untuk hidup dalam lingkungan yang bebas bencana terlebih lagi untuk bisa hidup dalam lingkungan berketahanan.
Referensi:
[1] Smith, A. O., Ayala, I. A., Burton, I., & Lavell, A. (2016). The Social Construction of Disaster Risk : Seeking Root Causes. InternationalJournal of Disaster Risk Reduction, 1-13
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H