Kabarnya Kemenristekdikti juga akan memanggil rektor-rektor dari setiap universitas untuk membahas isu ini[10]. Hingga saat ini belum terdapat perbincangan antara pemerintah dengan pergerakan kemahasiswaan Indonesia dalam merumuskan secara bersama batasan tindakan radikal.Â
Pemerintah masih bergantung terhadap bentuk kebijakan yang top-down dengan belum mendengarkan pendapat dari aktor utama yang menjalankan pergerakan kemahasiswaan, yakni mahasiswa.
Tindakan pemerintah untuk memonitoring media sosial mahasiswa dalam rangka mewujudkan kampus yang steril, bersih, dan aman dari segala bentuk paham radikal dipandang berlebihan oleh pengamat pendidikan dari Universitas Al Azhar, Prof Supraji Ahmad[11]. Langkah ini tidak hanya mengintervensi hak privasi mahasiswa, tetapi langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah masih berfokus pada gejala yang terjadi di permukaan saja.
 Refrensi :
[4] Sjoqvist, S. (2014). On Radicalism : A Study of Political Methods in the Shadow Land Between Activism and Terrorism. Uppsala: Uppsala University. Â