Mohon tunggu...
Carlos Nemesis
Carlos Nemesis Mohon Tunggu... Insinyur - live curious

Penggiat Tata Kota, tertarik dengan topik permukiman, transportasi dan juga topik kontemporer seperti perkembangan Industry 4.0 terhadap kota. Mahir dalam membuat artikel secara sistematis, padat, namun tetap menggugah. Jika ada yg berminat dibuatkan tulisan silahkan email ke : carlostondok@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hentikan Stigma Buruk terhadap Gerakan Aktivisme

5 Juli 2018   20:41 Diperbarui: 11 Juli 2018   03:24 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tindakan represif seringkali melanggar hak asasi manusia, secara sistematik perilaku ini kerap dilakukan oleh pihak berkuasa/pemerintah  untuk mencapai tujuan politik tertentu yang berlandaskan pada rasionalitas tersendiri. Represi dapat dilakukan dengan kekuatan militer, ataupun organisasi bayaran selama mereka dianggap sebagai pihak fungsional yang memiliki legitimasi atas perpanjangan tangan dari pemerintah. Tujuan akhir dari represi adalah untuk meng counter segala ancaman internal yang muncul.

Tindakan represif dapat terjadi sesuai dengan rezim kekuasaan yang berlaku. Negara yang menganut sistem demokrasi dengan baik tidak perlu melakukan tindakan represif, melainkan memberikan alternatif dengan adanya partisipasi dan kontestasi. Cara ini meminimalisir terjadinya tindakan represi oleh pemerintah, karena setiap pendapat dapat terakomodasi oleh komunikasi antar pihak. 

Dengan sistem demokrasi ini rakyat tidak perlu takut untuk di represi oleh pemerintah, karena suara kebanyakan jika tidak puas dapat menghengkangkan pemerintah dari kekuasaannya. 

Pada lain kutub, pemerintahan yang otoriter juga tidak perlu melakukan tindakan represif kepada rakyatnya, karena rakyat sudah pasti akan patuh dan enggan untuk mengkritik pemerintah sedari awal. Tindakan represif justru ditemukan di sebuah negara yang setengah-setengah dalam mengimplementasikan demokrasi dan tetap otoriter dalam menjaga kekuasaan.

Lalu mengapa tindakan reprsif masih saja dilakukan? Represi adalah tindakan yang mudah (secara substantif) dan murah (secara prosedural) untuk dilakukan. Secara substantif akomodatif berusaha untuk bekerja sama dengan oposisi dan memberinya kesempatan politik yang sama. 

Secara prosedural berbeda dengan presedur akomodatif yang dapat dilakukan untuk menenangkan tensi politik dengan melakukan diskusi, memberikan amnesti, reshufle kepemimpinan. Tindakan yang bersifat akomodatif merupakan tindakan yang butuh proses dan mahal, karena musyawarah untuk mencapai mufakat membutuhkan waktu lama juga alot. Sehingga mudah saja untuk meredam suara-suara kritik oposisi dengan mendelegasikan tugas pembubaran diskusi kepada aparat tertentu.

Menjadi pertanyaan berikutnya, apakah represi merupakan tindakan yang buruk untuk dilakukan? Sangat banyak buruknya dibandingkan proses akomodatif. Terdapat sebuah asumsi bahwa tindakan represi yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak diinginkan di masa depan, justru malah akan semakin menyebar dan terjadi. 

Sesuai dengan hipotesis "backlash" bahwa tindakan represif justru akan memobilisasi setiap pihak yang dapat berujung pada demonstrasi besar-besaran melalui pergerakan mikro dan difusi spasial

Persepsi Pemerintah terhadap Gerakan "Radikal?"

Pada tanggal 31 Mei 2018 BNPT bersama Kemenristekdikti mengeluarkan daftar kampus-kampus yang terpapar radikalisme. Klaim ini menuai banyak kecaman dan pertanyaan dari setiap kampus yang dinyatakan sebagai kampus radikal di dalamnya. Kemudian pada tanggal 7 Juni 2018 Menristek M Nasir menegaskan bahwa klaim tersebut hanyalah baru dugaan semata[9]. 

Penetapan kampus-kampus yang terpapar radikalisme ini masih belum memiliki parameter dan indikator yang jelas. Tentu menjadi pertanyaan bagi masyarakat, standar apa yang digunakan oleh pemerintah dalam menentukan sebuah perkumpulan radikal atau tidak? Perisitiwa ini menjadi sebuah pengingat yang nyata bahwa pemerintah saat ini memiliki kecurigaan terhadap gerakan kemahasiswaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun