Yeni Kurniatin, No.05
"Ah, kamu lagi!" seru Nessa setengah kaget karena melihat Fahmi yang tiba-tiba hadir dihadapannya.
"Memang ada yang lain Nessa?" Fahmi mengedar pandangannya.
"Maksud kamu yang suka mengendap-endap, stalking kita?"
Fahmi pura-pura tidak mendengar omelan Nessa.
"Jawabannya tidak ada." Trek... dua slot pintu pagar besi digerakan dengan cepat. Lalu diikat dengan gembok selebar lima inci.
Fahmi menarik mukanya. "Biasa-biasa we atuh Ness, tong make (jangan pakai) tenaga dalam."
Nessa menjulurkan lidahnya, mengolok-olok Fahmi. "lagi marahan Yah Mi? Aku sampaikan lah kamu sedang tugas pengawalan rutin."
Fahmi menggaruk-garuk kepala. "Tahu saja. Mau mampir tapi sudah malam. Kalau melanggar perintah peri nanti cinderella suka berubah jadi srigala."
"Hahahahaha... kamu. Sana pergi sebelum Ibu kost datang."
Fahmi berjalan dengan gontai, lalu bergabung dengan kerumunan tak  jauh dari kost-an. beberapa meter dari kost mereka rumah Pak RW, disana ada meja pingpong. Hampir setiap malam ramai. Kalau ada sepak bola biasanya mendadak jadi tempat Nobar.
"Ada apa Ness?" tanya Upi mendengar samar-samar percakapan mereka.
"Itu biasa..." Nessa mendelik pada Putri.
"Oooh..." Ujar Upi, lalu disambut cekikikan tiga teman yang lain. Reni, Arum dan Mariah. Tak lama kemudian Nessa mengikuti. Ikutan cekikikan.
Putri hanya mesem-mesem, lalu dia membenamkan mukanya ke dalam tumpukan bantal untuk menyembunyikan rona merah d wajahnya.
Awalnya Putri merasa Fahmi mahluk rese. Fahmi sering memperhatikan putri dari tempat pak RW. Pernah  dia menawarkan ojek dari rumah Pak RW ke kost-an. Padahal jaraknya cuma beberapa meter.
"Kan biar jadi orang Indonesia sesungguhnya Neng, kemana-mana naik kendaraan. Walau cuman beberapa langkah juga." kilah Fahmi ketika Putri menolaknya karena tawaran Fahmi itu sangat konyol.
"Ah, enggak... orang Indonesia yang aneh. Masa segitu aja naik motor."
"Iiiih, eneng mah kurang blusukan. Biar pake kartu miskin, motor mah harus punya atuh."
"Ah, lieur (Pusing atau aneh)."
Dua hari kemudian Fahmi datang bersama Bi Maryani, menenteng serenteng lunch box warna-warni yang berisi bubur ayam paket lengkap. Bi Maryani adalah utusan yang punya kost. Dia diserahkan tugas untuk membersihkan kost. "Operasi standar tugas pengawalan rutin," ujar Fahmi tanpa harus ditanya mengapa di datang tiba-tiba. Ketika ditanya untuk apa bubur ayam yang dibawanya, Fahmi malah menjawab, "untuk maraban hayam (ngasih makan ayam)."
"Kok ayam makan ayam?" protes Mariah.
"Oh iya, salah, Ini mah buat yang sakit atuh, " Fahmi melirik Putri yang masih memakai sweater, kaos kaki dan menutupkan tissue di mulutnya.
"Tapi banyak, yang sakit kan makannya sedikit?" Tanya Arum.
"Kan teman yang sakit banyak. Kalau bawa sedikit nanti protes."
Mereka langsung gembira, mendapat sarapan gratis.
Sore harinya, Â Fahmi datang lagi, kali ini bersama Mang Udin, tukang bubur yang paling most wanted di lingkungannya. "Ini tukang bubur mau naik genteng, bukan naik haji." Fahmi bilang ada genteng yang bocor dan harus dilakukan penanganan segera.
"Iiih kok?" Putri dengan suara bindeng dan kesal Fahmi karena sudah nongol lagi. Membangunkannya ketika dia sedang istirahat. "Kenapa bukan sama pakarnya"
"Mang Udin punya bakat terselubung. Selain pintar bikin ramuan bubur ayam, dia ahli benerin genteng." Kata Fahmi meyakinkan.
Pasti itu akal-akalan Fahmi lagi. Mang Udin datang bukan untuk benerin genteng, dia tidak tahu menahu soal genteng. Dia datang untuk mengambil lunch box yang dipinjam Fahmi tadi pagi. Lunch box itu milik istrinya.
"Mahal itu teh Neng, Mamang juga heran padahal mah plastik. Tapi mahal. Mamang harus nyicil sepuluh kali. Belinya aja harus lihat buku. Seperti lihat kamus. ." Mang Udin garuk-garuk kepala. Karena mahal itu dan milik istrinya, Mang Udin harus menjaga lunch box itu dengan hati-hati. "Kalau Cep Fahmi gak bilang ada yang sakit mah, Bi Tarsih gak akan ngasih izin pinjem."
Muka Putri tersipu merah, komplikasi lagi antara tersanjung dan ingin menampar Fahmi.
Sejak saat itu, agak sulit melepaskan Fahmi dari benak Putri. Teman-teman satu kost-nya senang dengan Fahmi yang sering datang tidak dengan tangan hampa serta cerita-cerita bodor yang ada diseputaran mereka. Bi Maryani, Mang Udin mereka semua akan bertanya dan bercerita tentang Fahmi. Begitu juga Pak RW dan semua anggota yang sering nongkrong bermain ping-pong, Â Fahmi akan tiba dan pergi begitu saja, meninggalkan jejak-jejak dipikiran Putri. Â Tak ada satu ruang pun dalam benak Putri yang tidak terisi tentang Fahmi. Bahkan ketika sejenak Putri tidak ingin mengingatnya, salah satu temannya langsung akan bertanya, "Kemana Fahmi? kok sekarang belum muncul." Lalu otaknya otomatis akan memunculkan file folder Fahmi. Seperti malam ini.
Strategi 101.01 versi Fahmi : succed.
untuk membaca karya peserta lain silahkan mampir ke  http://www.kompasiana.com/androgini
Untuk keseruan lain sila bergabung di https://www.facebook.com/groups/175201439229892/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H