Setelahnya di tahun 2011, Ratu Atut mencalonkan diri kembali untuk menjadi Gubernur dan berhasil memperoleh jabatannya sehingga aia berhasil menjadi gubernur 2 periode meskipun ditengah jalan Ratu Atut terkena kasus korupsi. Suami Ratu Atut sendiri, Alm. Hikmat Tomet juga merupakan seorang politisi Golkar yang menjabat sebaga Ketua DPD Golkar Provinsi Banten di tahun 2009-2014.Â
Selain suaminya, anak dan menantu Ratu Atut juga berkarier di kancah politik, yakni anak pertamanya Andika Hazrumy yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2017-2022, Istri dari Andika yaitu Adde Rosi Khoerunnisa juga terjun ke ranah politik sebagai anggota DPR RI Fraksi Golkar periode 2019-2024. Anak
Keduanya yakni Andiara Aprilia Hikmar juga telah menjabat sebagai anggota DPD selama dua periode yakni mulai dari 2014 dengan masa akhir jabatannya di tahun 2024. Suami dari Andiara juga merupakan politisi Golkar yang menjabat sebagai Wakil Bupati Pandeglang sejak tahun 2016 dan di tahun 2020, ia maju kembali sebagai calon wakil bupati ang berhasil memenangi pemilihan.Â
Adik iparnya yakni Airin Rachmi Diany juga menjabat sebagai Wali Kota Tangerang Selatan selama dua periode, yang mana ia merupakan istri dari adik Ratu Atut yakni Tubagus Chaeri Wardana atau Wawan, yang sebelumnya ditangkap KPK dalam OTT Oktober 2013. Adik dari Ratu Atut, Ratu Tatu juga pernah menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Banten yang mengantikan suami ratu Atut dan pada saat ini, di Pilkada 2020 Ratu Tatu berhasil menjadi Bupatii Serang.Â
Saudara tiri Ratu Atut, Ratu Ria Maryana juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Serang dan mnjabat sebagai Ketua DPD Golkar Kota Serang dan Ratu Lilis yang menjadi mantan ketua DPD Golkar Kota Serang yang ditangkap Korupsi sebesar 19 miliar di Lebak. Keponakan Ratu Atiut, Pilar Saga Ichsan juga turut mewatnai dinasti dari kelluarga ratu Atut dengan mencalonkan diri di Pilkada 2020 lalu menjadi Calon Wali Kota Tangerang Selatan yang berhasil memenangkan suara (Kabar24.bisnis, 2020).
Fenomena di atas menunjukkan bahwa terdapat perluasan kekuasaan yang dimiliki oleh Ratu Atut dan keluarganya. Tak jarang juga anggota keluarganya yang terjun di dunia politik terjerat kasus korupsi. Hal ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan, mengapa kandidat-kandidat yang telah terjerat masalah korupsi dan dinasti ini masih tetap dipilih masyarakat? Dan pertanyaan utamanya ialah mengapa partai politik yang bersangkutan (Golkar) masih tetap mererkrut anggota partai yang demikian bermasalahnya?
Hal yang demikian menjadi tujuan rekrutmen politik berbeda apabila kita hadapkan dengan contoh permasalahan kasus politik dinasti di dalam keluarga Ratu Atut.Â
Tentunya hal in memperlihatkan bagaimana buruknya pola rekrutmen politik di Indonesia itu berlangsung yang juga berpengaruh terhadap indikator manajemen partai politik lainnya yakni kualitas anggota partai. Hal ini bisa dikatakan demikian karena perilaku Golkar mengusung kembali calon-calon yang berasal dari lingkaaran politik dinasti tersebut menunjukkan bahwa adanya kepentingan penguasaan sumber daya (modal) yang dimiliki oleh keluarga Ratu Atut yang tentunya diperlukan oleh partai politik, dan hal ini juga sejalan denga napa yang dikemukakan oleh Agustino (2010) bahwa Golkar membangun dinasti politiknya dengan pembangunan dinasti ekonomi melalui kekuasaan politik. Hal ini juga beriringan dengan temuan Harris (2006: 54) bahwa partai politik memiliki kecenderungan untuk mencalonkan kandidat yang memiliki modal (Fitriyah, 2020).Â
Bagaimana bisa segelintir orang dengan track record dinasti keluarganya dalam politik rata-rata terjerat kasus korupsi dan ditahan oleh KPK kemudian masih terus bergilir keturunan- keturunannya oleh partai yang sama dan bahkan diperluas kembali kekuasaannya dengan Modus Operandi melaui mekanisme pemilu atas kehendak masyarakat?Â
Tentunya ini menjadi masalah bagi rekruitmen politik di Golkar karena tidak mampu menghasilkan kandidat dengan kualitas serta kapabilitas yang mumpuni dalam melakukan kepemimpinan dengan Golkar yang merekrut kandidatnya berdasarkan dengan kekuatan modal yang dimiliki dibandingkan dengan kemampuan serta kapasitas yang dimiliki oleh calon. Dari sinilah pola pragmatism partai politik muncul.
Tentu politik dinasti yang dibangun oleh kerajaan Ratu Atut di dalam Partai Golkar tersebut amat sangat melukai demokrasi, dimana bentuk pengawasan dalam suatu partai politik menjadi lemah dan tak dapat kita nampikkan bahwa kelahiran oligarki akan lebih mungkin untuk muncul. Fenomena yang telah dijabarkan ini juga menunjukkan bahwa terdapat kepentingan pragmatis dari partai Golkar selaku partai politik dalam merekrut serta mencalonkan kandidat-kandidat politik, mengingat modal serta popularitas dari keluarga ratu Atut tersebut juga mampu menaikkan citra Golkar.Â
Golkar dengan lingkaran Ratu Atut didalamnya, terlihat jelas bahwa adanya relasi timbal balik yang terjadi antara Golkar selaku Partai Politik dan kerajaan dinasti ratu Atut didalamnya, dimana terjadi pertukaran benefit dari keluarga Ratu Atut selaku pengusaha dan memberikan modal dengan Golkar melalui praktik balas budi melalui kekuasaan. Hal ini juga sejalan dengan temuan banyak ahli kontemporer dimana pengusaha kemudian masuk menjadi lingkaran elit kekuasaan dari partai politik atau penguasa yang kemudian diberikan bantuan finansial serta dukungan politik (Azhar, 2012).Â