Perbincangan soal Abu Bakar Ba'asyir yang batal bebas bersyarat karena terkendala syarat formal yang diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, masih menarik perhatian masyarakat.Â
Diskusi kecil sesama warga yang sudah saling kenal untuk menemani suasana malam bersantai, memang menjadi percakapan untuk saling berbagi pengetahuan.
Dilansir dari Viva.co.id (25/01/2019). Mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD yang sudah lama mendalami ilmu ketatanegaraan memberi tanggapannya, menurutnya Presiden Jokowi tidak bersalah atas batalnya pembebasan narapidana terorisme, Abu Bakar Ba'asyir.
Mahfud MD menjelaskan mengenai sikap Jokowi sebagai presiden yang tidak pernah dengan tegas menyebutkan telah membebaskan tanpa syarat Ba'asyir.
Sebelumnya, saat kunjungan kerja Jokowi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, sejumlah wartawan menanyakan tentang konferensi pers yang dilakukan Yusril Ihza Mahendra. Saat itu, Yusril berkunjung ke Lapas Gunung Sindur untuk menemui Ba'asyir.
Tetapi, dia mengingatkan, Jokowi tak menyatakan sudah memutuskan, melainkan masih mempertimbangkan opsi-opsi hukum untuk Ba'asyir atas dasar kemanusiaan. Kalaupun ada diksi "ya", yang diucapkan Jokowi, sebenarnya itu bermaksud bertanya balik kepada wartawan, bukan bermakna membenarkan.
"Kan, biasa Pak Jokowi mengucapkan 'ya', saat ditanya wartawan. Itu sebenarnya, "ya" (dengan tanda tanya). Pak Jokowi saya kira, sedang mempertimbangkan, belum memutuskan," katanya dalam telewicara dengan dengan tvOne pada Kamis pagi, 24 Januari 2019.
Dalam pendapat yang disampaikan Mahfud MD juga menerangkan, ada yang keliru dari kebijakan Jokowi memercayakan persoalan itu kepada Yusril Ihza Mahendra. Yusril, katanya, memang ahli hukum tata negara dan mantan menteri kehakiman, juga penasihat Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf. Tetapi, dia mengingatkan, Yusril tak memiliki kapasitas dan legalitas apapun dalam urusan hukum Ba'asyir, apalagi kalau berkaitan dengan kebijakan negara.
Dalam penjelasan yang disampaikannya, Yusril dalam peristiwa ini adalah penasihat Jokowi dalam kapasitas calon presiden. Sehingga tidak sama dengan penasihat Presiden.
Menurut Mahfud, seharusnya untuk urusan seperti ini yang tergolong penting dalam rencana pembebasan Ba'asyir, pernyataan langsung bisa dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM atau minimal dilakukan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakat. Sehingga menurutnya, tidak elok jika tiba-tiba yang mengumumkan hal tersebut adalah Yusril dengan mengatasnamakan Presiden.
*