Kabar yang masih hangat menjadi berita yang terkait dengan Natal dan partai politik, barangkali salah satunya adalah tentang instruksi yang meminta kepada seluruh kader, anggota dan calon anggota legislatif untuk saling mengucapkan selamat Natal. Instruksi yang disampaikan tersebut oleh Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni melalui siaran tertulis itu, tentu mencakup kader, anggota dan calon legislatif yang beragama Islam.
Dilansir dari laman Tempo.co (25/12/2018). Sekjen PSI Raja Juli Antoni menjelaskan bahwa tujuan yang disampaikan itu adalah untuk menjadi Momentum dalam mempererat ikatan semangat kebangsaan yang mulai tercabik-cabik.
Menurut dia, sepanjang pengetahuannya memahami Islam, mengucapkan Natal merupakan bagian dari muamalat atau urusan interaksi sosial. "Bukan bagian dari ibadah (ritual), sehingga mestinya muslim tidak ada halangan teologis untuk mengucapkan Natal," kata Raja Juli Antoni.
Instruksi PSI menurut Raja Juli adalah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1981 yang ketika itu diketuai Buya Hamka. Fatwa mengenai Natal, yang dilarang adalah mengikuti perayaan atau misa Natal, bukan mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani.
Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Raja Juli Antoni sebagai pelopor mengucapkan selamat Natal, dirinya lewat siaran tertulis, juga menyampaikan ucapan selamat Natal dan harapannya.
"Atas nama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saya mengucapkan Selamat Natal kepada seluruh umat Kristiani. Semoga spirit Natal membawa damai di Indonesia."
Tangapan MUI soal Ucapan Selamat Natal
Hal yang sama dengan ucapan selamat natal yang masih menjadi debat kusir di sebagian masyarakat dan netizen di media sosial. Tidak sedikit mereka yang merasa enggan mengucapkan selamat natal untuk teman kerja dan sahabat dekat karena terdapat simpang siur. Secara umum dari alasan yang menolak untuk mengucapkan selamat natal kepada rekan kerja dan sahabat dekat, menyebutkan menghormati fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dilansir dari laman AntaraNews.com (25/12/2018). Sekjen MUI Anwar Abbas kepada media berita online menyebutkan bahwa sampai saat ini, lembaga MUI belum pernah mengeluarkan fatwa tentang boleh dan tidak boleh umat Islam untuk menyampaikan ucapan selamat Natal kepada umat Kristiani yang merayakan.
Abbas menerangkan bahwa fatwa yang pernah dikeluarkan tahun 1981 yang berhubungan dengan perayaan Natal adalah tentang perayaan Natal bersama.
Abbas menerangkan fatwa lain yang pernah keluar tahun 2016, saat MUI mengeluarkan fatwa tentang atribut keagamaan non-Muslim.
Dalam fatwa yang dikeluarkan tersebut, Abbas juga menjelaskan MUI menyampaikan beberapa rekomendasi seperti tentang umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama.
Penutup
Memberikan ucapan selamat Natal atau ucapan keagamaan lainnya memang menjadi ramai dan tidak jarang berujung dengan pembenaran versi masing-masing pro dan kontra dari masing-masing pihak. Namun menurut saya pribadi, ketika saya mengucapkan selamat Natal atau mengucapkan selamat untuk hari raya keagamaan lain yang berbeda, hal tersebut tidak serta merta membuat keyakinan kita berubah.
Rasa-rasanya terlalu berlebihan jika untuk sebuah ucapan keagamaan pada rekan kerja dan sahabat menjadi halangan karena dalam pandangan didasarkan perbedaan agama. Semuanya tentu kembali kepada banyak hal juga, seperti hubungan sosial, kebersamaan dan sikap saling menghormati.Â
Tapi, untuk mengucapkan selamat terhadap hari keagamaan kepada orang lain jelas kembali kepada keinginan masing-masing individu. Malah jika urusan ucapan selamat saja masih menjadi berdebat yang tidak berarti dan tidak pernah usai, kapan masyarakat kita dapat belajar pendidikan politik yang lebih cerdas lagi.
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H