Mohon tunggu...
Cantriya AnastasyaSimbolon
Cantriya AnastasyaSimbolon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

"Saya adalah Cantriya Anastasya Simbolon, seorang mahasiswa bersemangat di semester kedua di Universitas Katolik Santo Thomas. Saya memiliki hasrat yang mendalam dalam menulis artikel, cerpen, dan puisi yang mencerminkan kehidupan sehari-hari serta pengalaman pribadi. Selain itu, saya juga aktif dalam berbagai kegiatan lomba akademik yang menantang, memperluas wawasan dan kemampuan saya dalam berbagai bidang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pancasila Terluka: Kasus Mahasiswa Katolik Unpam dan Tantangan Toleransi. Oleh : Cantriya Anastasya Simbolon dan Ica Karina S.H, M.H

3 Juni 2024   09:49 Diperbarui: 4 Juni 2024   11:19 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pancasila, sebagai dasar negara Republik Indonesia, menegaskan prinsip-prinsip yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu prinsip yang sangat penting adalah toleransi beragama dan kebebasan beragama bagi seluruh warga negara. Toleransi beragama menunjukkan sikap saling menghormati dan menghargai keyakinan agama orang lain, sementara kebebasan beragama memastikan bahwa setiap individu memiliki hak untuk memeluk dan mempraktikkan agama atau kepercayaannya tanpa takut akan penindasan atau diskriminasi.

Namun, dalam kasus yang baru-baru ini terjadi di sekitar kawasan Babakan, Cisauk, Tangerang, prinsip-prinsip ini terlihat terancam. Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam) menjadi korban kekerasan fisik dan penolakan atas kegiatan ibadah mereka oleh sekelompok individu yang diduga merupakan oknum Ketua RT dan kelompoknya. Tindakan ini bukan hanya melukai hak-hak dasar mahasiswa untuk beribadah sesuai keyakinan agama mereka, tetapi juga menciderai nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip yang telah dijunjung tinggi dalam Pancasila.

Kejadian ini memberikan gambaran yang jelas tentang tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan toleransi beragama dan kebebasan beragama di Indonesia. Meskipun Pancasila menjamin hak-hak ini, kenyataannya masih ada kekerasan, penindasan, dan diskriminasi yang terjadi terhadap individu atau kelompok berdasarkan keyakinan agama mereka. Ini menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara idealisme Pancasila dengan realitas sosial yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

1.Kasus dan Reaksi Publik

Kisah tragis ini pertama kali terkuak melalui unggahan di media sosial, terutama Instagram, di mana sejumlah video menunjukkan mahasiswa Katolik Unpam yang sedang melakukan ibadah di rumah, diserang dan dibubarkan secara paksa oleh sekelompok orang yang diduga merupakan oknum RT beserta kelompoknya. Kekerasan ini tidak hanya mengganggu kebebasan beragama, tetapi juga merusak kerukunan antarumat beragama yang selama ini telah dibangun.

Reaksi publik terhadap kasus ini pun datang dari berbagai pihak. Mulai dari kecaman keras dari masyarakat umum, desakan untuk menegakkan keadilan, hingga pembicaraan tentang perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan berbasis agama. Namun, di balik semua reaksi tersebut, kita harus menggali lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana kita dapat belajar dari kasus ini untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat yang semakin heterogen.

2.Kasus dan Reaksi Publik

Kisah tragis yang mengguncang melalui unggahan di media sosial, terutama Instagram, menampilkan serangkaian video yang memperlihatkan mahasiswa Katolik Unpam sedang melakukan ibadah di rumah mereka, hanya untuk diserang dan dibubarkan secara paksa oleh sekelompok orang yang diduga merupakan oknum RT beserta kelompoknya. Kekerasan yang terjadi tidak hanya menjadi ancaman terhadap kebebasan beragama, tetapi juga menggoyahkan fondasi kerukunan antarumat beragama yang telah terjalin selama ini.

 Reaksi publik terhadap kejadian ini pun bermacam-macam. Masyarakat umum bereaksi dengan kecaman yang keras, mengecam tindakan kekerasan dan memperjuangkan keadilan bagi para korban. Desakan untuk menegakkan hukum dan mengadili pelaku kekerasan berbasis agama pun mengemuka dari berbagai kalangan. Namun, di tengah berbagai respon tersebut, penting bagi kita untuk melihat lebih dalam tentang akar masalah yang mendasari, serta bagaimana kita bisa mengambil pelajaran dari kasus ini untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat yang semakin heterogen.

Menurut Ridwan Ahmad Sukri, S.S., M.Hum., dalam ujian terbuka Program Doktor di Fakultas Filsafat UGM pada Jumat (27/1), kebebasan beragama dalam pandangan Abdurrahman Wahid memiliki makna yang dalam. Bagi Wahid, kebebasan beragama bukan hanya sekadar hak untuk memilih agama dan melaksanakan ajaran agama tersebut, tetapi juga menandakan kebebasan dalam memilih jalan hidup yang sesuai dengan keyakinan individu. Ridwan Ahmad menegaskan bahwa unsur "memilih" yang disoroti oleh Wahid menunjukkan pentingnya ikhtiar manusiawi dalam menentukan keyakinan dan praktek keagamaan seseorang, yang pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan.

Pendapat ini memberikan perspektif yang lebih luas tentang makna kebebasan beragama dan mengingatkan kita tentang nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kebebasan beragama bukan hanya soal hak individual, tetapi juga tentang tanggung jawab untuk menghormati kebebasan beragama orang lain dan menjaga kerukunan antarumat beragama. Dengan memahami nilai-nilai ini secara mendalam, kita dapat membangun masyarakat yang lebih inklusif dan toleran, sesuai dengan visi Pancasila sebagai landasan negara yang adil dan berkeadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun