Yth. Bapak Presiden kami Joko Widodo
Bapak, mengawali tulisan ini, saya ingin panjenengan tahu bahwa saya adalah salah satu dari sekian juta warga negara Indonesia yang dulu getol mendukung dan mengkampanyekan Bapak, tanpa pamrih. Sekarang, rasanya tidak layak jika hanya kami yang disebut Jokowilover, karena idealnya seluruh rakyat menjadi Jokowilover karena panjenengan yang secara sah, konstitusional dan terlegitimasi sebagai Presiden negara kami tercinta, Indonesia.
Pak Jokowi, tentu panjenengan sangat paham bahwa kenaikan BBM dari tahap isu sampai pengumuman dan realisasi, adalah bola panas yang bergulir semacam liar dan menjadi makanan empuk para pengamat level warung kopi sampai level televisi. Dari sudut pandang ekonomi mereka punya argumentasi. Pun begitu dari sudut pandang sosial serta yang paling panas tentu saja dari para pengamat politik yang mempolitisir masalah ini.
Pak Jokowi, saya, dan saya yakin banyak sekali di luar sana, dulu getol mendukung Bapak SAMA SEKALI bukan karena kami yakin panjenengan akan menurunkan harga BBM atau minimal tidak menaikkannya. Bukan karena itu, Pak. Tapi, karena kami yakin setelah terlanjur jatuh cinta terhadap langkah-langkah brilian, out of the box dan fenomenal yang sering Bapak lakukan selama menjadi walikota Solo maupun gubernur DKI Jakarta. Makanya sekarang, kami masih setia mendukung Bapak, tidak terikut arus orang-orang "latah" yang terlalu dini menggulirkan wacana tentang penurunan panjenengan dari posisi Presiden RI.
Kami paham, percaya, yakin,dan ngikut keputusan-keputusan Bapak. Karena sejak dulu kami yakin, tidak banyak tokoh-tokoh negeri ini yang menurut kami layak kami "titipi" harapan akan kondisi bangsa yang lebih baik. Dan, panjenengan adalah salah satu dari yang sangat sedikit itu.
Sekarang, Pak Jokowi, saya dan banyak orang sedang menunggu, langkah konkret apa yang panjenengan akan lakukan terkait dampak kenaikan BBM bagi multi sendi kehidupan seantero negeri. Saya juga haqqul yakin, panjenengan sudah memperhitungkan dengan sangat-sangat masak keputusan yang pasti tidak populer ini.
Dulu, Pak, kami juga sering mengalami hal ini. Kenaikan harga BBM yang kemudian berimplikasi sangat luas terhadap hampir segala hal. Makanya, tidak sepenuhnya salah jika ada pihak-pihak yang berteriak, "kalau presiden sekarang menaikkan harga BBM, apa bedanya dengan yang dulu. Katanya BEDA?".
Kami sepakat bahwa dalam konteks penaikan BBM, panjenengan bisa dikatakan SAMA, TIDAK ADA BEDANYA.
Sekarang, yang sedang kami tunggu adalah langkah konkret, pro rakyat, brilian dan terindikasi ada itikad baik yang sungguh-sungguh dari pemerintahan yang sedang Bapak pimpin. Saya, dan sebagian besar dari kami masih percaya kok, walaupun dalam hal penaikan harga BBM panjenengan SAMA, tapi langkah berikutnya adalah BERBEDA.
Saya sebagai rakyat kecil membayangkan sesuatu yang sederhana, Pak. Mungkin panjenengan akan mengcopy paste langkah pak SBY dengan menggulirkan bantuan langsung tunai (BLT). Bagi kami tidak masalah kok, Pak. Yang penting, sekali lagi YANG PENTING, ada perbedaan signifikan pada level teknis penyalurannya.
Rasanya hampir tidak ada anak negeri yang tidak tahu, bahwa proses penyaluran BLT sejak seleksi calon penerimanya penuh dengan hal-hal yang patut dipertanyakan. Hampir semua dari kami tahu bahwa dimana-mana di seluruh pelosok negeri, banyak sekali kasus warga yang layak mendapatkan BLT tetapi tidak terdaftar sebagai calon penerima, maupun sebaliknya, mereka yang sebenarnya mampu tetapi justru ada di dalam daftar calon penerima.
Sejujurnya, bagi saya pribadi, dalam hal-hal seperti inilah seharusnya panjenengan sangat bisa diandalkan. Mungkin teknis konkretnya, daftar calon penerima harus dibuat seakurat mungkin, terutama dari sisi substansi yang tentu jauh lebih penting daripada sisi administrasi (kelengkapan surat-surat, KTP, dll). Rasanya tidak mustahil kalau kami berharap panjenengan beritikad baik untuk mengawasi langsung pembuatan daftar tersebut (dengan asumsi program kompensatif semacam BLT kembali diberlakukan). Setiap kepala desa / lurah yang terindikasi "bermain-main" dalam pembuatan daftar demi kepentingan pribadi maupun golongan harus diberi sanksi seberat mungkin, bisa sampai pada level pencopotan jabatan. Hal tersebut bisa diberlakukan pada para pejabat yang secara struktural ada di atasnya, mulai dari camat, bupati, bahkan gubernur. Dengan begitu, panjenengan "memaksa" semua pemimpin daerah sampai pada level pemimpin desa serius menangani hal ini, agar jangan sampai program kompensasi tersebut "jatuh ke tangan yang salah" (sekali lagi dengan asumsi program kompensatif semacam BLT kembali digulirkan).
Pak, saya ingin menganalogikan panjenengan seperti pembalap motor. Panjenengan punya performa luar biasa pada kelas 125cc (ketika menjadi walikota Solo), yang kemudian membawa panjenengan ke kelas di atasnya, yaitu 250cc (ketika menjadi gubernur DKI). Kini, panjenengan sudah naik kelas lagi, yaitu ke kelas utama semisal Valentino Rossi, Marquez, Lorenzo, Pedrosa, dll. Di sinilah waktunya untuk membuktikan, Pak, bahwa pilihan kami tidak salah, bahwa panjenengan bukan orang yang salah untuk kami titipi sebagian harapan dalam kehidupan kami.
Pak Jokowi, kita sudah sampai pada fase dimana panjenengan dianggap SAMA dengan presiden terdahulu karena kanaikan harga BBM. Oke, itu benar. Sekarang tolong buktikan kepada kami bahwa walaupun kenaikan BBMnya SAMA, tetapi langkah selanjutnya BERBEDA. Dan, tetap revolusioner, ya Pak.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H