Diantara akhlaq kita kepada Allah adalah takwa. Ialah kemampuan kita menjaga diri dengan meninggalkan hal yang akan mendatangkan murka Allah. Itulah yang menyiram tanaman mahabbah kita.
Apa itu Mahabbah? Yang dimaksud 'Mahabbah' adalah adalah cinta. Mencintai Allah adalah hal yang demikian sulit, sebab kita tak bisa memandang-Nya namun mencintaiNya adalah  nikmat luarbiasa.
"Cinta", demikian dikatakan DR Yunahar Ilyas, "adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya pada apapun yang dicintainya dengan penuh gairah dan kasih sayang."
Cinta kepada manusia bisa ditumbuh karena beberapa hal; rupa, keturunan jua kedudukan, kekayaan, dan agamanya. Pertanyaannya kemudian, apakah kita bisa menikmati melihat wajah Allah? Jawabannya; sebagaimana Rasulullah tuturkan, "kenikmatan terbesar seorang hamba adalah tatkala bisa melihat wajah Rabb-nya." Yakni ketika telah masuk surga.
Maka, walaupun kini belum bisa melihat wajah Mahamulia-Nya, namun kita masih senantiasa bisa mengingat asma-Nya. Itulah salah satu ciri cinta.
Selanjutnya, ciri mencintai adalah dengan mentaati. Seorang pecinta pasti akan melakukan apapun yang diminta oleh siapapun yang dicintainya. Begitupula cinta kita pada Allah, hanya bisa terbuktikan dengan ketaatan pada-Nya.
Cinta sejati, dibangun dengan mengilmui. Pun ketika seseorang memutuskan untuk mencintai Allah, ia tak boleh dibangun dengan ketidakpahaman dan kekeliruan. Bagaimana cara menumbuhkan cinta dengan ilmu?
Landasan :
1. Allah adalah Tuhan semesta alam (Al Fatihah 2)
2. Allah Pemberi semua fasilitas hidup (Al Baqarah 29)
3. Allah sangat menyayangi manusia (Al Araaf 156)
4. Allah menjamin surga kelada orang yang beriman dan beramal shalih (Al Baqarah 25)
Belajar adalah kuncinya. Belajar untuk mengilmui adanya Allah -ma'rifatullah-, belajar untuk mencintai Allah, -mahabbatullah- dan belajar ridha atas segala titah qudrah-Nya.
Seseorang belum dikatakan cinta pada Allah, sebelum ia mengejawantahkan cinta itu pada ketaatan untuk Rasulullah Muhammad. (Al Baqarah 165)
Cinta, demikian dituturkan Syaikh Abdullah Nashih Ulwan, dibagi menjadi tiga peringkat. Yang paling tinggi adalah cinta utama (Mahabbatul 'Uulaa); ketika engkau amat sangat mencintai Allah dibanding segalanya di dunia ini. Satu pertanyaan terlintas, "Apakah kita sudah menyambut panggilan Allah, sebagaimana kita menyambut panggilan gadget kita?" Astaghfirullah. Itu baru satu contoh.
Cinta kedua (Mahabbatul Wustha) yakni menyenangi kehidupan duniawi, namun menyadari bahwa kehidupan akhirat jauh lebih baik. "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (Surat Al-Kahfi, Ayat 46)
Mari memaknai arti "hiasan", ia hanyalah pelengkap yang dengannya hidup makin indah. Namun tanpanya, ya tidak apa-apa, dan hidup masih bisa berjalan tanpa kurang suatu apapun. Jangan agungkan dia, jangan jadikan tujuan utama.
Sifat hiasan juga, suka melalaikan. Sampai Rasulullah pun pernah bersabda, "anak itu melalaikan."
Salah satu bentuk cinta kita pada Allah adalah, komitmen untuk memilih pemimpin yang beriman, sebagaimana Allah titahkan dalam Ali Imran 118, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti."
Ilmu tambahan : Pujian itu ada empat; Pujian Allah pada Diri-Nya,. Mpujian Allah pada hamba-Nya, pujian hamba pada Allah, dan pujian hamba pada sesama hamba. Cara kita memanajemen pujian manusia pada kita; kembalikan semua pujian itu pada Allah.
Edgar Hamas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H