Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Selain Amerika Serikat dan Australia. Sebagai negara demokrasi maka proses penentuan presiden dan kepala daerah dilakukan melalui pemungutan suara rakyat pada pemilihan umum (pemilu).
Pemilu dan pilkada adalah mekanisme yang digunakan oleh rakyat Indonesia untuk memilih presiden/wakil presiden serta anggota legislatif.
Dalam waktu yang tidak lama lagi Indonesia akan menggelar pemilu serentak pada tahun 2024 mendatang setelah sekian tahun ditunda atau diundur oleh rezim Jokowi dengan alasan efesiensi.
Menjelang 2024, kesiapan menghadapi pemilu oleh peserta pemilu yaitu partai politik pun semakin matang. Bahkan partai penguasa saat ini PDIP sudah mengumumkan kandidat capres yang diusung pada pemilu nantinya.
Megawati selalu "owner" sekaligus ketua umum partai PDIP, partai penguasa saat ini, telah menunjuk dan mengumumkan sosok Ganjar Pranowo sebagai bacapres yang akan bertarung melawan bacapres lainnya yang diusung oleh partai penantang.
Sebelumnya, partai penantang, partai Nasdem besutan Surya Paloh telah terlebih dahulu mengumumkan Anies Baswedan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dan Gubernur DKI sebagai bacapres.
Hingga saat ini proses demokrasi politik telah melahirkan dua bakal capres yang masing-masing memiliki rekam jejak, serta kekurangan dan kelebihan yakni Ganjar Pranowo sebagai gubernur Jawa tengah dan pernah menjadi anggota DPR RI dan Anies Baswedan yang telah berpengalaman menjadi menteri dan gubernur.
Kemunculan Anies Baswedan sebagai bacapres ditanggapi dengan sinis dan pesimis oleh netizen. Mereka melabeli Anies sebagai pendukung FPI dan HTI karenaya harus ditolak. Bahkan ada netizen yang benar-benar rasis hingga menyebut karena Anies keturunan Arab atau bukan penduduk asli Indonesia untuk mempengaruhi calon pemilih.
Pembentukan opini publik yang terkesan negatif terhadap Anies Baswedan kelihatannya sangat dinikmati oleh lawan politiknya. Sehingga seperti ada pembiaran terhadap kelompok-kelompok yang tidak suka kepada Anies untuk terus melancarkan serangan-serangan yang bersifat personal sekalipun.
Begitu pula publik membaca isyarat politik yang dikirimkan oleh rezim saat ini. Anies Baswedan seperti tidak diharapkan untuk menduduki kursi Presiden RI. Seolah-olah kursi presiden hanya milik golongan tertentu yang disiapkan.
Politisi Partai Demokrat Andi Mallarangeng pada pemilu 2009 pernah mengeluarkan kalimat yang menyebut jika orang di luar Jawa belum siap untuk menjadi presiden. Waktu itu Andi Mallarangeng menunjuk kepada Yusuf Kalla yang menjadi capres melawan SBY.
Pernyataan Andi Mallarangeng itu tentu saja bukan tanpa alasan. Dibalik itu pasti ia membaca gerakan politik yang dibangun oleh politisi Jawa. Bahwa hanya dari merekalah yang ideal sebagai presiden RI. Sementara orang di luar Jawa sulit atau bahkan dipersulit untuk bisa menjadi Presiden RI.
Analisa di atas tentu saja pendapat pribadi yang berlandaskan pada pemikiran saya yang terbatas. Namun jika anda setuju, maka kita akan menemukan faktanya.
Faktanya adalah sejak pemilu berlangsung di negeri ini belum pernah ada presiden dari suku luar Jawa. Kalaupun ada calon presiden seperti Surya Paloh dan Yusuf Kalla tetapi sulit mendapatkan dukungan rakyat di pulau Jawa.
Dengan demikian demokrasi kita yang katanya terbuka sebenarnya hanyalah formalitas belaka. Kelihatannya saja demokrasi namun isinya adalah otokrasi. Keterpilihan presiden hasil pemilu sudah didesain dan direncanakan sedemikian rupa untuk kalangan tertentu saja.
Sehingga tidak heran jika ada lelucon dari seorang stand up komedi barat yang dia sebut pemilu di Indonesia sudah diketahui hasilnya bahkan sebelum pemungutan suara berlangsung.
Kembali ke Anies, sebagai sosok yang bukan suku Jawa memang sangat berat baginya untuk melawan Ginanjar Pranowo. Anies Baswedan akan semakin dilemahkan oleh berbagai isu miring dan caci maki netizen bayaran dan kelompok ikut-ikutan.
Ketidaksukaan kelompok lawan sebenarnya bukan karena ia seorang pemimpin yang jujur dan tidak korup tetapi lebih karena ia bukan orang Jawa. Meskipun dirinya menoreh banyak prestasi dan brilian dalam menghadirkan pemikiran. Namun tetap saja tidak dipandang oleh mereka.
Kekuatan politik etnik Jawa di Indonesia memang patut diakui. Apalagi dengan pengaruh Nahdlatul Ulama (NU) yang notabene berisikan kiyai-kiyai jawa semakin memperkokoh hegemoni politik kesukuan. Walaupun dalam permainannya terkesan sangat nasionalis.
Kendatipun demikian inilah realitasnya. Demokrasi yang disebut-sebut bukanlah yang sebenarnya. Sebab subtansi demokrasi di Indonesia hanya dikendalikan oleh tangan-tangan partai politik milik mereka.
Demokrasi Indonesia tak ubahnya seperti demokrasi yang berlaku di Singapura atau Malaysia. Karena negara itu dikuasai oleh etnik Tionghoa dan jumlah penduduk terbesar, maka sulit bagi suku Melayu untuk menjadi presiden atau bila perlu akan dipersulit untuk mendapatkan dukungan.Â
Begitu pula politik di Malaysia. Sangat sulit bagi suku di luar Melayu untuk menjadi presiden atau perdana menteri. Jika seperti itu halnya maka sistem pemilu bukan untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas tetapi melanggengkan politik kesukuan.
Saya sebagai orang Sumatera terkadang sangat menginginkan agar sesekali negara ini dipimpin oleh mereka yang berasal dari Sumatera, baik Padang, Medan, atau juga Aceh. Juga orang Sulawesi, Kalimantan, hingga Papua ada yang bisa menjadi presiden RI.
Akan tetapi mustahil rasanya keinginan itu akan terwujud selama sistem rekrutmen pimpinan nasional di negeri ini tidak berubah dan cenderung mempertahankan status quo. Seperti Jokowi yang mempersiapkan karpet merah bagi Ganjar Pranowo.
Sebagai rakyat biasa tentu saja kita akan legowo saja dan ikut apa kata orang-orang pusat. Dan lebih baik diam daripada menimbulkan masalah. Tidak banyak kritik apalagi melawan penguasa. Resikonya akan sangat besar.
Semoga pemilu 2024 nanti akan berlangsung secara damai, tertib, jujur, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT kelak di mahkamah Nya di yaumil akhir. Sehingga apapun hasilnya dan siapapun yang terpilih menjadi presiden itulah yang terbaik untuk negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H