Politisi Partai Demokrat Andi Mallarangeng pada pemilu 2009 pernah mengeluarkan kalimat yang menyebut jika orang di luar Jawa belum siap untuk menjadi presiden. Waktu itu Andi Mallarangeng menunjuk kepada Yusuf Kalla yang menjadi capres melawan SBY.
Pernyataan Andi Mallarangeng itu tentu saja bukan tanpa alasan. Dibalik itu pasti ia membaca gerakan politik yang dibangun oleh politisi Jawa. Bahwa hanya dari merekalah yang ideal sebagai presiden RI. Sementara orang di luar Jawa sulit atau bahkan dipersulit untuk bisa menjadi Presiden RI.
Analisa di atas tentu saja pendapat pribadi yang berlandaskan pada pemikiran saya yang terbatas. Namun jika anda setuju, maka kita akan menemukan faktanya.
Faktanya adalah sejak pemilu berlangsung di negeri ini belum pernah ada presiden dari suku luar Jawa. Kalaupun ada calon presiden seperti Surya Paloh dan Yusuf Kalla tetapi sulit mendapatkan dukungan rakyat di pulau Jawa.
Dengan demikian demokrasi kita yang katanya terbuka sebenarnya hanyalah formalitas belaka. Kelihatannya saja demokrasi namun isinya adalah otokrasi. Keterpilihan presiden hasil pemilu sudah didesain dan direncanakan sedemikian rupa untuk kalangan tertentu saja.
Sehingga tidak heran jika ada lelucon dari seorang stand up komedi barat yang dia sebut pemilu di Indonesia sudah diketahui hasilnya bahkan sebelum pemungutan suara berlangsung.
Kembali ke Anies, sebagai sosok yang bukan suku Jawa memang sangat berat baginya untuk melawan Ginanjar Pranowo. Anies Baswedan akan semakin dilemahkan oleh berbagai isu miring dan caci maki netizen bayaran dan kelompok ikut-ikutan.
Ketidaksukaan kelompok lawan sebenarnya bukan karena ia seorang pemimpin yang jujur dan tidak korup tetapi lebih karena ia bukan orang Jawa. Meskipun dirinya menoreh banyak prestasi dan brilian dalam menghadirkan pemikiran. Namun tetap saja tidak dipandang oleh mereka.
Kekuatan politik etnik Jawa di Indonesia memang patut diakui. Apalagi dengan pengaruh Nahdlatul Ulama (NU) yang notabene berisikan kiyai-kiyai jawa semakin memperkokoh hegemoni politik kesukuan. Walaupun dalam permainannya terkesan sangat nasionalis.
Kendatipun demikian inilah realitasnya. Demokrasi yang disebut-sebut bukanlah yang sebenarnya. Sebab subtansi demokrasi di Indonesia hanya dikendalikan oleh tangan-tangan partai politik milik mereka.
Demokrasi Indonesia tak ubahnya seperti demokrasi yang berlaku di Singapura atau Malaysia. Karena negara itu dikuasai oleh etnik Tionghoa dan jumlah penduduk terbesar, maka sulit bagi suku Melayu untuk menjadi presiden atau bila perlu akan dipersulit untuk mendapatkan dukungan.Â