Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aceh Tersudut Lewat Kematian Anjing Canon

2 November 2021   07:47 Diperbarui: 2 November 2021   07:50 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita kematian seekor anjing di Aceh Singkil yang kebetulan saat itu berada di salah satu kawasan destinasi wisata halal menjadi berita paling berisik di Indonesia. Padahal yang namanya hewan (bernyawa) bisa mati kapan saja dan dimana saja.

Nama seekor anjing itu pun tidak terlalu istimewa alias biasa saja, apalagi warnanya yang hitam, tampak begitu menarik jika dilihat dari sisi fisiknya, dipanggil Canon. Namun namanya hewan peliharaan tetap saja paling kece bagi tuannya.

Kematian Canon tersebut rupanya menjadi viral terutama dikalangan pecinta anjing di Indonesia, kabar itupun menyudutkan Aceh. Ramai komentar liar berseliweran di jagat maya yang berlagak sok tahu tentang penyebab kematian Canon.

Kehebohan bermula ketika seorang pemilik akun Instagram mengunggah foto dan video terkait anjing Canon, Sabtu (23/10/2021). Postingan itu disertai narasi anjing Canon mati setelah ditangkap untuk dipindah. Namun belakangan pemilik anjing Canon meminta maaf atas gegernya kasus ini.

Pemilik akun saat itu menyebut anjing tersebut setelah ditangkap oleh Satpol PP kemudian dimasukkan ke keranjang kecil, lalu dibawa pergi. Dia menyebut anjing itu tak bisa bernapas, lalu mati. Inilah fitnah anjing bermula.

Klasifikasi Satpol PP Aceh Singkil paska kehebohan fitnah anjing muncul telah membuka pandora kematian anjing Canon. Aparatur pemerintah daerah ini bekerja sesuai dengan aturan dan standar prosedur yang ada.

Seharusnya pemilik anjing Canon lah yang harus diperiksa atas tindakannya memelihara anjing dikawasan yang sudah dilarang berdasarkan aturan gubernur dan pemkab setempat. Tindakan pengelola resort di kawasan destinasi wisata halal itu menyalahi aturan dan kenyamanan masyarakat setempat dan wisatawan.

Namun bagaikan mendapatkan angin segar, netizen pembela anjing tidak membuang-buang kesempatan, mereka gencar membangun opini untuk menjelek-jelekkan Aceh dan wisata halal. Aktivis pembela hak asasi anjing pun semangat menggalang kekuatan untuk menuntut pemerintah Aceh hingga ke mahkamah internasional.

Padahal di daerah lain di luar Aceh, cukup banyak anjing yang diperlakukan tidak "berperikehewanan". Anjing dibunuh untuk dikonsumsi dan menjadi kuliner yang dibisniskan. Tengok saja di Surakarta, dimana-mana dijual kuliner anjing. Apakah itu dibolehkan?

Lagi pula anjing dalam tradisi masyarakat Aceh tidak lebih hanya seekor hewan biasa bahkan dianggap najis dan menjijikkan. Jikapun ada yang memelihara toh untuk digunakan sebagai pengusir babi (keduanya tidak disukai dalam lingkungan masyarakat Aceh).

Tetapi masyarakat Aceh tidak biasa menyiksa binatang meski anjing atau babi sekalipun, sebab dalam Islam tidak boleh menganiaya binatang kecuali sudah menganggu, misalnya sudah merusak ladang, tanaman atau menyerang manusia.

Jadi menurut kami, pelaku yang memfitnah Aceh lewat kematian anjing Canon itu sebenarnya memiliki derajat yang sama dengannya. Sejatinya mereka perlu cek and ricek terlebih dahulu sebelum mengeluarkan kentut di media sosial.

Saya sebut kentut karena barang ini menimbulkan di polusi udara bagi lingkungan, juga dapat menghasut orang sekitar sehingga melahirkan kekacauan. Lain kali sebaiknya, siapapun tidak gegabah bersuara jika belum tahu persis duduk perkaranya.

Sudahlah, masih banyak pekerjaan rumah yang lain yang mesti kita pikirkan dan selesaikan untuk kemajuan Indonesia. Soal kematian anjing Canon memang sudah takdirnya demikian. Tanpa dievakusi Satpol PP pun dia akan mati jua.

Lagi pula, di Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil lingkungannya tidak cocok untuk memelihara anjing. Bagi Anda yang sudah pernah jelajahi pulau tersebut pasti paham. Sehingga ini pula menjadi faktor kematian anjing Canon.

Willy pria asal Sumatera Utara, sang pengelola Kimi Resor mengaku tidak mempermasalahkan kematian anjing Canon, seperti dilansir Kompas, Kamis, (28/10/2021). Ia menyebut kematian Canon merupakan takdir dari Tuhan. Sehingga kalau ada pihak yang mempermasalahkan hal tersebut, itu diluar tanggung jawabnya.

Justru Willy mendukung penuh program wisata halal yang saat ini gencar dilakukan pemerintah. 

"Saya mohon maaf kepada warga Singkil atas kegaduhan ini," ujar Willy.

Sejatinya begitulah setiap orang bijak membangun pola pikir. Ibarat kata pepatah dimana kaki dipijak disitu langit dijunjung. Beradaptasilah dengan lingkungan di mana kita hidup.

Kebijaksanaan lokal daerah setempat mestinya dijunjung tinggi, apalagi dalam konsep wisata halal, segala hal yang berbau najis tidak boleh ada. Termasuk anjing dan babi, kotoran sapi, dan minuman keras. Konsep tersebut pun sudah menjadi konsensus nasional.

Bagi pemerintah daerah juga ini bisa menjadi pelajaran berharga. Walaupun anjing atau babi, mereka juga makhluk Tuhan yang memiliki hak untuk hidup sebagaimana halnya manusia. Namun ditempat yang sesuai tentunya.

Sehingga dalam menangani atau evakuasi seekor hewan (tidak hanya anjing yang rawan rabies) perlu melakukannya dengan baik, terukur, dan menyayangi hewan tersebut. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun