Konon Pemuda era digital menganggap tidak penting lagi perjuangan tekstual yang bisu tanpa aksi nyata. Mereka lebih tertarik untuk menggadaikan nilai-nilai kebangsaan, yang penting bisa menikmati sendiri kemajuan tanpa perlu bersusah payah. Daya juang mereka surut bagai keinginan penjajah.
Negara perlu hadir untuk merefleksikan kembali Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari. Mendorong agar kecintaan pemuda terhadap tanah air lebih awet dan terpatri secara mendalam dalam sanubari. Pemuda bisa menjadi garda terdepan untuk kemajuan tanpa perlu menghilangkan identitas kebangsaan Indonesia yang bersatu, berdaulat, dan penuh toleransi.
Pemuda memiliki arti penting dalam peranannya untuk merawat dan meneruskan cita-cita bangsa. Tanpa pemuda, negara manapun tak akan mampu meraih kemajuan. Sebab setiap orang pasti melalui masa muda.
Oleh karena itu dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw pernah berkata, "... gunakan masa mudamu sebelum masa tua".
Sehingga dalam kitab Al-Quran pun Allah mengisahkan bagaimana perjuangan tujuh orang anak muda dalam surat Al Kahfi untuk mempertahankan apa yang mereka yakini sebagai kebenaran. Hingga harus mengasingkan diri dari raja yang zalim.
Begitulah hendaknya pemuda, berdiri kokoh disamping penguasa untuk menebarkan kebenaran, menyeru kepada kebaikan, kebersamaan, keadilan, kemajuan, dan cita-cita besar pendiri bangsa terdahulu.
Tidak seperti hari-hari belakangan, ruang media sosial dipenuhi oleh anak-anak muda yang kasar, penuh caci maki, dan ikon pornografi/pornoaksi. Walaupun tidak semuanya, namun cerminan pemuda sekarang tidak lagi seperti saat sumpah pemuda itu dikumandangkan. Mungkinkah Sumpah Pemuda mulai dilakukan? (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H