Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demontrasi Bukan Lagi Ruang Demokrasi?

25 Juli 2021   21:21 Diperbarui: 25 Juli 2021   22:06 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden Indonesia. Foto: wikimedia

Kualitas demokrasi Indonesia sudah memburuk dan nyungsep ke tingkat paling dasar. Meskipun masih ada ruang untuk kebebasan mengeluarkan pendapat, namun jangan sekali kali mencoba kritik penguasa bila tidak siap berurusan dengan aparat penegak hukum bila kritik itu salah alamat.

Dahulu! Ketika order baru mengendalikan tampuk kekuasaan, sosok Soeharto menjadi tokoh yang paling ditakuti lawan politiknya, apalagi oposisi garis keras. Bahkan saat itu tidak ada yang berani beroposisi sebelum kemudian munculnya kelompok mahasiswa yang menurunkan penguasa itu secara paksa dari singgasana melalui demo besar-besaran.

Saat itu demontrasi hampir tidak dapat dilakukan oleh siapapun, sebab resikonya adalah penjara atau kuburan. Loyalis Soeharto siap menculik dan menghabisi nyawanya secara diam-diam.

Maka tak heran bila puncak kekuasaan Soeharto disebut paling otoriter sepanjang Indonesia merdeka.

Kendati demikian kejamnya orde baru ternyata masih lebih buruk lagi zaman orde lama, era otoriter di bawah kepemimpinan Soekarno.

Di era Soeharto sistem demokrasi berjalan sedikit lebih baik, dengan catatan, tidak mengkritik pemerintah dan melakukan perlawanan (oposisi).

Indonesia Negara Demokrasi

Sejatinya Indonesia adalah negara demokrasi yang dapat dibuktikan dari sudut pandang normatif dan empiris. Hal ini dapat dilihat pada beberapa aspek misalnya Indonesia memiliki sistem parlemen, dan pernah berlaku sistem demokrasi terpimpin yang dikomandoi oleh Soekarno.

Perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis pada Orde Baru.

Meskipun begitu konsep negara demokrasi yang disepakati oleh bangsa Indonesia pun hanya tinggal sebuah teori dan menjadi kamuflase bagi politikus haus kekuasaan bila dipandang sejauh ini.

Kini memang eranya reformasi, order reformasi itu dimunculkan untuk membedakan konsep negara dan kekuasaan antara zaman orla dan orba yang sebelumnya mencengkeram negara atas nama pemerintahan.

Sebab orde lama dan orde baru sama-sama otoriter. Presiden berubah menjadi pusat kekuasaan politik dalam semua proses. Sehingga menciptakan kans tindakan tirani dan otokrasi. Hingga demo-demo sangat dilarang.

Karena itulah kemudian rakyat yang sudah terlanjur tidak dapat menahan diri di bawah kekuasaan mutlak seorang presiden yang tirani, maka angin reformasi pun dihembuskan untuk menggulingkan penguasa. Soeharto pun tumbang, lalu muncullah reformasi.

Perbedaan paling khas sistim reformasi adalah adanya pembatasan masa kekuasaan presiden, dan sistim pemilu secara langsung. Sedangkan aspek lainnya hampir tidak berubah walaupun beda nomenklatur. Istilahnya beda kemasan saja namun isinya tetap sama.

Era Reformasi dan Kualitas Demokrasi

Lantas, setelah perjalanan orde reformasi yang hampir 22 tahun, bagaimana perubahan yang terjadi? Adakah perbedaan nyata dalam pelaksanaan kekuasaan dan demokrasi?

Bukan rahasia lagi alias sudah diketahui umum bila skor kualitas demokrasi Indonesia secara global mengalami titik nadir sejak 14 tahun terakhir.

The Economist Intelligence Unit (EIU), 2020, melaporkan Indeks Demokrasi Indonesia menempatkan negara yang dipimpin Joko Widodo tersebut sebagai negara dengan demokrasi cacat.

Dalam laporan tersebut ditunjukkan pula bahwa tren indeks demokrasi Indonesia memang cenderung mengalami penurunan signifikan sejak tahun 2017.

Meskipun indeks demokrasi bukan satu-satunya indikator kesejahteraan masyarakat, namun hal itu sangat penting artinya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab demokrasi merupakan ruang dan saluran komunikasi antara rakyat dan Negara dalam memecahkan setiap persoalan. Jika saluran demokrasi ini tertutup maka akan muncul berbagai masalah baru.

Demokrasi yang dimaksud tentu saja adalah berbasiskan Pancasila, bukan demokrasi ala barat atau ala timur yang identitasnya bertentangan dengan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan dan persatuan. Tetapi demokrasi yang mengarah kepada kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan dalam berbangsa dan bernegara.

Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum menurut prinsip demokrasi adalah hak yang dijamin oleh konstitusi karena hal itu tidak bertentangan dengan Pancasila, asal disampaikan secara bijaksana dan cara yang berperikemanusiaan.

Di negara manapun di dunia ini yang menganut sistim demokrasi, perihal demontrasi (unjuk rasa) adalah hal biasa dilakukan yang tidak perlu ditakut-takuti apalagi sampai dilarang. Mereka menyebutnya sebagai kebebasan berekspresi.

Mereka sangat memahami bahwa saluran komunikasi harus dibuka selebar-lebarnya kepada rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan kritik kepada pemerintah, sebab itu merupakan variabel penting dalam alam demokrasi. Sehingga negara hadir untuk memfasilitasi.

Demokrasi Indonesia Berjalan Mundur

Maka sangat naif dan aneh bila Indonesia yang telah berhasil keluar dari masa kegelapan dan memilih sistim demokrasi dalam menjalankan politik negara, justru pemerintahnya anti demontrasi dan melarang melakukan demo yang mengarah kepada mengkritik pemerintah.

Bila itu benar maka Indonesia mengalami kemunduran, sistim politik negara ini berjalan ke belakang (baca: WC/Toilet). Dan ini sangat disayangkan karena negara ini bukan negara monarki, apalagi sistim PKI. tetapi negara ini adalah negara demokrasi terbesar di dunia. Maka jangan permalukan bangsa ini dihadapan masyarakat dunia dengan menyeretnya ke masa lalu.

Menurut penulis berikan peluang bagi komponen bangsa ini untuk menyampaikan aspirasi mereka melalui demontrasi. Tidak perlu dihalang-halangi atau diintimidasi untuk menggagalkan aksi tersebut, sebab demontrasi atau unjuk rasa itu dijamin oleh konstitusi dan akal sehat (meminjam istilah Rocky Gerung).

Namun yang perlu diperhatikan oleh pemerintah melalui aparat penegak hukum agar kegiatan itu tidak terjadi anarkisme, pengrusakan fasilitas publik, dan menghindari kekerasan. Maka itu perlu dikawal dan aparat hadir untuk memberikan jaminan keamanan dan rasa aman, bukan sebaliknya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun