Dosen bertindak seolah-olah paling berkuasa dan tahu segalanya. Pokoknya hanya dia yang paling benar. Meskipun nyata-nyata salah namun jangan coba-coba untuk mengkritik apalagi langsung menyalahkan. Akibatnya bisa berakibat fatal bagi mahasiswa.
Pengetahuan yang ditanamkan lewat indoktrinasi mengakibatkan tidak berkembangnya karakter yang berakar pada akal budi yang orisinal. Perilaku yang dihasilkan oleh praktik indoktrinasi biasanya cenderung manut (mengikuti) tanpa kreatifitas.
Keburukan lain dari indoktrinasi pada dunia ilmu pengetahuan terutama kampus adalah akan mengakibatkan matinya tradisi, daya nalar ilmiah, dan tidak mendidik mahasiswa menjadi sumber daya manusia yang merdeka dalam berpikir. Boleh jadi pula akhirnya mereka seperti "robot" yang dapat dikontrol oleh pihak tertentu dengan remote kepentingan.
Oleh sebab itu sumber daya manusia yang dihasilkan oleh sistim indoktrinasi pada segi negatif sama dengan mencetak jiwa-jiwa kerdil dengan pola pikir sempit dan tidak memiliki wawasan luas. Karena sebetulnya mereka hanya hidup secara fisik saja sedang jiwa mereka telah dibonsai.
Inilah sistem pendidikan yang selama ini berlangsung di Indonesia. Baik level kampus dan apalagi pada jenjang pendidikan dasar, menengah (SD, SMP, SMA).
Para murid dan siswa diperlakukan seperti botol-botol kosong yang dibuka tutupnya lalu oleh guru mengisinya dengan berbagai bahan tanpa boleh dibantah.
Maka keinginan Mendikbud Nadiem Makarim untuk melakukan revolusi pendidikan dengan program Merdeka Belajar dan dilanjutkan dengan visi Kampus Merdeka tentu saja sangat ideal. Memang model pengajaran di sekolah-sekolah di negeri ini sudah sepantasnya dirombak untuk masa sekarang.
Akan tetapi terdapat tantangan yang sangat berat untuk mencapai merdeka belajar minus indoktrinasi. Karena variabel pertama yang harus deindoktrinasi adalah para pengajarnya, guru, dosen, dan instruktur. Mereka mesti terlebih dahulu di upgrading agar terbebas sebagai pelaku indoktrinasi. Wallahu'alam. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H