Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Politikus PDIP Eva Sundari Protes Perumahan Kampung Islami?

13 Juni 2019   13:40 Diperbarui: 13 Juni 2019   13:47 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eva mengusulkan masyarakat setempat dan tokoh-tokohnya perlu workshop kesadaran hukum, kesalehan sosial/kewarganegaraan | FOTO: gesuri.id

Kita sudah sepakat bahwa Indonesia adalah negara yang menjalankan sistim demokrasi. Sebagai negara demokrasi, maka hak-hak dasar warga negara baik secara individu maupun golongan wajib dihormati. Diantara hak individu dan golongan itu adalah kebebasan berekspresi dalam menjalankan ajaran agama yang dianut.

Indonesia sebagai negara besar dengan warna pluralisme yang sangat beragam dan banyak. Bangsa ini memiliki ribuan etnik, suku, bahasa, dan budaya. Belum lagi luas geografis dan kekayaan alamnya yang melimpah. Itulah negara sebagai rumah besar bersama.

Untuk menjaga segenap tumpah darah, wilayah, dan kekayaannya agar lestari. Bangsa Indonesia juga telah sepakat dan final menjadikan Pancasila sebagai ideologi bersama sebagai bangsa. Tidak ada keraguan dihati dan jiwa rakyat Indonesia menerima Pancasila sebagai bahasa bersama dalam mencapai cita-cita kemerdekaan.

Harus diakui bahwa rakyat Indonesia memiliki agama dan keyakinan yang beragam, dan itu harus dipandang sebagai sebuah kekayaan religius Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila. Sehingga negara memberikan dan mengakui kebebasan beragama serta menjalankan ajaran agama itu sebagai hak dasar setiap warga negaranya.

Sudah merupakan takdir Tuhan bahwa mayoritas warga negara Indonesia menjadi penganut Islam. Walaupun tidak 100 persen, namun jumlah umat muslim yang lebih dominan di Indonesia, tentu saja hal ini memberi pengaruh terhadap budaya Indonesia dan gaya hidup yang islami.

Akan tetapi belakangan ini terdapat sebagian kelompok orang di Indonesia bahkan politisi partai tertentu yang memandang pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari oleh penganutnya sebagai fenomena yang seolah-olah bertentangan dengan Pancasila. Mengapa hal itu terjadi?

Adalah politisi PDIP Eva Sundari yang melakukan protes keras terhadap para tokoh penggagas konsep perumahan kampung islami. Melalui akun Twitter nya politisi partai berlambang Banteng itu menumpahkan keberatannya hingga menuding tokoh-tokoh tersebut kena halusinasi.

"Tokohnya kena halusinasi di Mekah dan Madinah sepulang umroh, harus disadarkan bahwa mereka saat ini sudah di Indonesia," tulis perempuan itu (Eva Sundari) di laman Twitter.

Cuitan Eva Sundari terbilang sangat keras dengan menuduh tokoh terkena halusinasi di Mekah. Padahal melakukan ibadah umroh di tanah suci merupakan amalan tertinggi dalam Islam. Sehingga ujaran Eva Sundari sangat dikuatirkan menjadi pemicu kebencian umat muslim terhadap dirinya dan partai PDIP.

Bagaimana mungkin orang yang melakukan ibadah suci dan sakral lalu dikatakan telah terjadi gangguan persepsi. Tudingan semacam itu termasuk ujaran kebencian yang tidak berdasar dan dapat menimbulkan reaksi negatif.

Bahkan Eva mengusulkan masyarakat setempat dan tokoh-tokohnya perlu workshop kesadaran hukum, kesalehan sosial/kewarganegaraan atau sosial 4 pilar berbangsa dan bernegara MPR.

Lalu kita pun jadi berpikir, logika macam apa yang digunakan oleh Eva Sundari sehingga terlihat pernyataannya sangat tendensius dan mempertentangkan ajaran Islam dengan 4 pilar berbangsa dan bernegara yang didalamnya mengandung nilai-nilai Pancasila. Ataukah dia ingin mengatakan konsep Perumahan Kampung Islami bertentangan dengan Pancasila?

Sebagaimana diketahui Perumahan Kampung Islami mengusung konsep islami dengan membuat Tata Tertib Kampung Islami Thoiyibah. Diantaranya; 1. Wajib berpegang pada Al Quran dan Assunah, 2. Laki-laki wajib shalat lima waktu di masjid, 3. Dilarang merokok, 4. perempuan wajib berhijab (Disediakan hijab di pos satpam), 5. Kawasan bebas dari musik.

Kalau melihat bentuk sederhana dari konsep islami yang ditawarkan, sebetulnya Eva Sundari tidak perlu terlalu kuatir. Sebab tata tertib itu dibuat bertujuan untuk menciptakan keamanan dan kenyamanan warga penghuni dan pengunjung atau tamu. Jadi tidak ada yang salah dari tata tertib yang dipersoalkan oleh Eva.

Jika hal baik itu diprotes berarti politisi PDIP termasuk pihak yang menentang aturan tidak boleh merokok di tempat umum. Artinya PDIP tidak setuju pemberlakuan peraturan daerah di berbagai provinsi dan kab/kota yang menerapkan pelarangan merokok bagi warganya.

Kembali pada harmonisasi ajaran Islam dan Pancasila. Menurut Nurcholis Madjid (1994: 1) agama dan negara dalam Islam, meskipun tidak terpisahkan, namun tetap dibedakan. Dan pancasila telah berhasil mendamaikan---untuk tidak menyebut menyatukan---keduanya dalam hubungan yang harmonis-sinergis. Hasilnya, heteregonitas budaya, suku, dan agama dapat rukun terjaga.

Dengan demikian cuitan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk ujaran kebencian dan sejatinya rakyat Indonesia melakukan protes terhadapa Eva Sundari, sebab perbuatannya dapat menciptakan kegaduhan di tengah-tengah umat Islam yang ingin mengamalkan ajaran agamanya secara konstitusional. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun