Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gejala Hibernasi Nalar Mengancam?

7 Juni 2019   10:59 Diperbarui: 7 Juni 2019   11:37 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bertahan hidup di Antartika. (TasfotoNL/Getty Images)

Manusia adalah jenis makhluk yang tidak dapat dipisahkan dengan akal. Tuhan telah menyatakan bahwa penciptaan manusia sebagai bentuk makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan yang lain,sekalipun Malaikat yang konon setiap saat hanya beribadah kepada Allah Subhanahu Wata'aala.

Sedangkan bila dibandingkan dengan hewan atau binatang, kelebihan manusia terutama terletak pada sisi akalnya. Hewan meski betapa pun pintarnya namun tetap saja bahwa mereka tidak memiliki akal. Sementara Malaikat sebagai makhluk yang istimewa justru Allah tidak membekali mereka dengan nafsu hanya akal saja.

Inilah uniknya manusia, makhluk penghuni bumi saat ini dianugerahi kedua alat tersebut. Selain diberikan nafsu yang menghiasi perilakunya juga diberikan akal sebagai sistem berpikir yang dapat menjadikan derajat manusia lebih mulia dari Malaikat bahkan justru bisa lebih rendah dari hewan.

Dengan akal tersebut Allah mengharapkan agar manusia senantiasa dapat menggunakan nalarnya untuk menjadikan diri mereka sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi. Hendaklah akal yang dimiliki tersebut selalu membimbing manusia kepada jalan yang ma'ruf dan dapat menjaga kemakmuran bumi.

Namun bagaimana jadinya bila manusia yang dianugerahi akal tetapi mereka tidak gunakan untuk kebaikan? Bahkan cenderung seperti mengabaikan akal bagai hewan yang melakukan hibernasi, mungkin juga manusia sekarang ini sedang mengalami gejala hibernasi nalar?

Jika merujuk pada KBBI arti hibernasi adalah keadaan istirahat atau tidur pada binatang selama musim dingin.

Sedang menurut wikipedia hibernasi atau rahat adalah kondisi ketakaktifan dan penurunan metabolisme pada hewan yang ditandai dengan suhu tubuh yang lebih rendah, pernapasan yang lebih perlahan, serta kecepatan metabolisme yang lebih rendah.

Jadi hibernasi dapat kita katakan sebagai periode tidur panjang untuk menghemat energi. Tubuh melambat, lalu pernapasan, suhu, dan tingkat metabolisme serta detak jantung menurun.

Sekarang mari kita lihat apa itu akal. Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya.

Maka bila kita kaitkan apa yang disebut dengan hibernasi akal dapat kita definisikan sebagai matinya akal manusia dalam waktu tertentu karena sedang mengalami periode tidak aktif. Sehingga manusia yang mengalami hibernasi akal mereka tidak mampu lagi membedakan mana yang salah dan mana yang benar.

Pada hewan fungsi hibernasi untuk menghindari musim dingin. Di mana pada musim ini cuaca sangat ekstrim. Bila mereka tidak melindungi dirinya dari ganasnya musim dingin maka akan terancam mati. Sehingga hewan yang hidup didaerah yang memiliki musim dingin mereka sudah biasa melakukan hibernasi.

Masuk akal untuk berhibernasi saat musim dingin ketika kondisi lingkungan cukup sulit dan hampir tak ada makanan tersedia karena tak ada tumbuhan yang hidup. Maka hewan menggemukkan diri mereka sepanjang musim panas, lalu bertahan hidup menggunakan cadangan lemak tubuh sampai waktunya bangun, atau ada yang menyebutkan hibernasi hewan dengan istilah puasanya binatang.

Jika hewan bisa melakukan tidur panjang dalam proses hibernasi mereka tanpa memikirkan apapun, lalu apakah akal manusia saat ini juga sedang mengalami tidur panjang? Hingga akalnya tidak dapat lagi berpikir?

Gejala hibernasi akal saat ini dapat dilihat pada beberapa indikasi yang diwakili oleh fenomena politik sejak pilpres, pileg, pada tahun 2014 dan 2019. Bahkan pada pemilu 2019 eskalasi hibernasi akal mengalami peningkatan cukup pesat yang ditandai dengan semakin tingginya minat terhadap propaganda dan hoaks.

Narasi dan diksi yang digunakan oleh kedua kubu tidak ada perbedaan yang signifikan untuk menjahui hibernasi nalar rakyat. Bahkan menurut saya kedua tim kontestan justru membangun narasi dan opini yang menggiring rakyat agar terjebak pada hibernasi nalar tersebut.

Sebagai satu contoh, perhatikan saja bagaimana misalnya kubu TKN yang dimotori Moeldoko menempatkan Pilpres sebagai sebuah medan perang, sehingga ia pun mengucapkan perang total terhadap kubu BPN. Lalu oleh pihak BPN pun merespon dengan nuansa perang badar sebagaimana digambarkan dalam puisinya Neno Warisman.

Jika kita perhatikan, sungguh penempatan istilah perang sebagai sebuah narasi dalam pemilu sangatlah tidak tepat. Karena sebelumnya salah satu capres mengatakan pilpres adalah pesta demokrasi, sebagai pesta maka kita harus bergembira. Lalu bagaimana rakyat bisa bergembira jika kondisinya adalah perang?

Maka tidaklah diragukan kalau rakyat Indonesia hari ini seperti kehilangan kemampuan nalarnya. Hibernasi nalar telah terjadi dalam diskusi politik mereka dan akibatnya mengalami krisis demokrasi kerakyatan. Demokrasi rakyat bukan hanya sekedar hak suara namun juga hak mendapatkan kualitas demokrasi yang jurdil, bebas, dan rahasia.

Sehingga sekarang ini masyarakat seperti merasakan ada sebuah ketidakberesan yang sedang berlangsung di negeri ini. Pemerintah yang idealnya sebagai "kepala" rumah tangga rakyat justru seperti lepas tanggung jawab. Jika pun ada sebagian rakyat yang mencoba kritis terhadap penguasa maka pasti akan berurusan dengan pihak kepolisian.

Inilah fase di mana rakyat hanya diposisikan sebagai pengikut penguasa. Mereka boleh mengatakan apa saja asal tidak mengkritisi penguasa. Pemerintah nampaknya mulai menjalankan sistim pemerintahan semacam kerajaan.

Pemerintah yang sedang berkuasa sekaligus sebagai inkumben memiliki segalanya untuk memenangkan kontestasi pilpres. Walaupun sebenarnya sudah ada aturan yang mengatur bagaimana kewajiban petahana dalam masa pilpres namun pihak oposisi seperti tidak mampu mengawal aturan tersebut berjalan baik.

Bahkan sangat disayangkan oposisi justru diposisikan sebagai penyebar hoaks. Padahal mereka mengkritisi penguasa, sehingga tak jarang tokoh-tokoh opisisi dijebloskan dalam penjara dengan tuduhan kasus macam-macam. Dan Moeldoko bersama Wiranto pun tegas mengatakan jika tidak ingin ditangkap maka diamlah.

Saya tidak mengatakan hal itu sebagai bentuk pembungkaman suara rakyat. Tetapi saya sepakat dengan istilah hibernasi nalar rakyat Indonesia sedang dibentuk. Apabila kondisi politik dan hukum tidak berpihak pada keadilan, maka dengan sendirinya rakyat pun akan mengalami hibernasi nalar, tujuannya tentu saja demi menyelamatkan diri.

Disisi lain barangkali inilah yang disebut dengan strategi memainkan opini publik dengan mengesampingkan dan bahkan mendegradasi fakta dan data informasi yang objektif. Sehingga hibernasi akal pun terjadi. Artinya rakyat dibuat ragu bahkan tidak percaya pada apa yang dikatakan pihak oposisi.

Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa masyarakat lebih mencari pembenaran dari pada kebenaran. Dalam istilah paling populer fenomena itu disebut dengan era post truth.

Post-truth sengaja dikembangkan dan menjadi alat propaganda dengan tujuan  mengolah sentimen masyarakat sehingga bagi yang kurang kritis (hibernasi nalar) akan dengan mudah terpengaruh yang diwujudkan dalam bentuk empati dan simpati terhadap agenda politik tertentu yang sedang diskenariokan, baik oleh inkumben maupun opisisi. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun