Bahkan sangat disayangkan oposisi justru diposisikan sebagai penyebar hoaks. Padahal mereka mengkritisi penguasa, sehingga tak jarang tokoh-tokoh opisisi dijebloskan dalam penjara dengan tuduhan kasus macam-macam. Dan Moeldoko bersama Wiranto pun tegas mengatakan jika tidak ingin ditangkap maka diamlah.
Saya tidak mengatakan hal itu sebagai bentuk pembungkaman suara rakyat. Tetapi saya sepakat dengan istilah hibernasi nalar rakyat Indonesia sedang dibentuk. Apabila kondisi politik dan hukum tidak berpihak pada keadilan, maka dengan sendirinya rakyat pun akan mengalami hibernasi nalar, tujuannya tentu saja demi menyelamatkan diri.
Disisi lain barangkali inilah yang disebut dengan strategi memainkan opini publik dengan mengesampingkan dan bahkan mendegradasi fakta dan data informasi yang objektif. Sehingga hibernasi akal pun terjadi. Artinya rakyat dibuat ragu bahkan tidak percaya pada apa yang dikatakan pihak oposisi.
Sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa masyarakat lebih mencari pembenaran dari pada kebenaran. Dalam istilah paling populer fenomena itu disebut dengan era post truth.
Post-truth sengaja dikembangkan dan menjadi alat propaganda dengan tujuan  mengolah sentimen masyarakat sehingga bagi yang kurang kritis (hibernasi nalar) akan dengan mudah terpengaruh yang diwujudkan dalam bentuk empati dan simpati terhadap agenda politik tertentu yang sedang diskenariokan, baik oleh inkumben maupun opisisi. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H