Negara dan penguasa seakan boleh berbuat apa saja, memposisikan diri sebagai wakil tuhan termasuk dalam urusan cabut mencabut nyawa. Sang raja yang duduk di singgah sana istana tersenyum puas karena kehebatan para pengabdinya telah bekerja sesuai selera sang raja. Ia tidak berkata apa-apa, selain berlindung dibalik simbol kekuasaan atas nama rakyatnya.
Hari ini di depan Bawaslu Jakarta, ratusan ribu massa berkumpul ingin menyampaikan aspirasi mereka. Mereka menuntut sesuatu yang menjadi haknya. Menyuarakan jutaan suara rintih pedih rakyat yang tidak berani berkata-kata. Namun apa yang terjadi, penguasa melalui tangan besi dan mesin senjata diarahkan pada tubuh mereka, begitulah sang raja menjawab pertanyaan rakyatnya.
Tidak perlu menunggu lama untuk mencabut nyawa rakyat yang menyusahkan sang raja dan kekuasaanya. Dengan dalih melanggar titah raja dan tidak sejalan dengan keinginan penguasa, rakyat jelata itu pun dikirim ke alam lain dengan moncong senjata yang dibeli oleh uangnya sendiri.
Barangkali kata sandi terorisme akan terus dipakai untuk membersihkan istana dari aspirasi yang tidak sama. Tuduhan ada kelompok yang mendalangi kerusahan di gedung dekat istana akan menjadi pemanis untuk membasmi orang-orang yang mencoba tegaknya nilai-nilai Pancasila, tapi sayangnya mereka dikatakan pelaku kudeta.
Saya, kita adalah Pancasila kini tidak lagi bermakna dan sakral dalam jagad raya kehidupan bangsa dan bernegara. Motto itu kini dan jauh sebelumnya memang sudah tidak lagi berharga, jika pun dipaksa ucapkan, tidak lebih hanya sekedar untuk menyenangkan hati penguasa saja.
Itulah kesedihan saya, sejarah mencatat hari ini 6 orang mati tertembak bedil di subuh buta yang bertepatan dengan malam diturunkannya kitab suci yang mulia Al-Quran di depan mata sang raja. Namun ia tidak berkata sepatah kata apapun meskipun hanya sekedar untuk menghibur saja.
Saya pun ingin mengutip sebuah firman Allah Subhanahu Wata'aala bagaimana hukumnya membunuh manusia.
Dalam al-Qur'an dikatakan, "Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya" (QS: Al-Maidah: 32). Ayat ini adalah salah satu contoh kecaman Islam atas setiap pembunuhan yang dilakukan dengan semena-mena.
Membunuh satu orang manusia ditamsilkan dengan membunuh semua manusia. Karena setiap manusia pasti memiliki keluarga, keturunan, dan ia merupakan anggota dari masyarakat. Membunuh satu orang, secara tidak langsung akan menyakiti keluarga, keturunan, dan masyarakat yang hidup di sekelilingnya.
Maka dari itu, Islam menggolongkan pembunuhan sebagai dosa besar kedua setelah syirik (HR: al-Bukhari dan Muslim). Kelak pelaku pembunuhan akan mendapatkan balasan berupa neraka jahannam (QS: al-Nisa': 93).
Semoga kita yang masih hidup dapat mengambil pelajaran dari nasehat zaman. Banyak penguasa yang tangannya berlumuran darah karena kekuasaannya. Dan tidak sedikit hidup mereka kemudian berujung tragis, dan dihinakan oleh sang Raja Diraja sebagaimana ia telah sewenang-wenang terhadap rakyatnya dan masyarakat lemah.