Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Puasa Ramadan dan Esensi Manusia

10 Mei 2019   00:18 Diperbarui: 10 Mei 2019   00:52 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamaah shalat tarawih tekun mengikuti ceramah agama di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Aceh Besar, Kamis (10/05/2019) | Foto: Wirzaini Usman Al-Mutiarai

Dalam ceramah singkat sebelum pelaksanaan ibadah shalat tarawih, Dr. Tgk Jabbar Sabil, MA bertindak sebagai penceramah di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar mengupas sebuah tema menarik tentang puasa ramadan dikaitkan dengan esensi manusia.

Dengan mengutip sebuah hadits yang bermakna bahwa puasa bukan hanya menahan diri makan dan minum bila tidak diikuti oleh kesanggupan menahan diri dari perkataan-perkataan yang tidak bernilai dan buruk, Dr. Jabbar Sabil, MA mulai menjelaskan inti ceramahnya secara pelan namun mantap.

Dalam penafsiran yang beliau sampaikan adalah puasa yang hanya mengandalkan kemampuan tidak makan dan minum adalah makna puasa pada tataran yang sangat dangkal, atau dengan kata lain puasa yang demikian adalah puasanya orang awam ('am/umum), sedangkan Allah Swt sama sekali tidak memiliki kepentingan terhadap perilaku tidak makan atau tidak minumnya orang yang berpuasa.

Memang bila ditinjau dari segi kesehatan, telah ditemukan oleh para peneliti bahwa orang yang berpuasa itu akan menjadi sehat. Hasil penelitian ini tentunya sejalan dengan hadits Rasulullah yang memiliki makna "berpuasalah maka kamu sehat". Pertanyaannya, puasa yang bagaimana membuat kita sehat?

Jika dikaitkan dengan puasa karena tidak makan dan minum namun kita menjadi sehat, berarti sehat yang diperoleh hanya melingkupi fisik manusia saja. Dan puasa tidak makan dan minum saja maka fisik akan sehat.

Tetapi jangan lupa bahwa yang namanya manusia terdiri dari 2 (dua) unsur utama yaitu unsur fisik (jasmani) dan rohani (ruh). Bukan manusia namanya jika kehilangan salah satunya.

Kemudian jika puasa adalah perbuatan tidak makan dan minum saja, ini berarti kita hanya berpuasa jasmani sahaja. Sekali lagi puasa yang seperti ini, dan Allah Swt tidak berkepentingan dengan makan dan tidak minumnya kita.

Baik, sekarang mari kita lihat puasa dalam tinjauan yang lebih dalam lagi. Puasa adalah persoalan nafsu, artinya nafsu merupakan  bagian dari ruh. Ini masalah kejiwaan.

Menurut ahli ilmu kejiwaan atau para psikolog berpendapat bahwa jiwa manusia itu bisa berubah baik dan bisa pula berubah menjadi buruk. Jiwa manusia yang dihiasi dengan puasa yang hanya menahan diri tidak makan dan minum saja mungkin akan baik ketika itu karena ia berada pada lingkungan yang baik. Tetapi kondisi itu dapat berubah kembali menjadi buruk mana kala ia berada pada lingkungan yang buruk.

Itulah yang disebutkan oleh Allah Swt dalam Al-Quran bahwa ruh (nafs) manusia dibagi pada 2 (dua) potensi yaitu "fujuraha" dan "taqwaha", keburukan dan ketaqwaan. Maka beruntunglah mereka yang menyucikan jiwanya dengan berpuasa bukan menahan diri dari makan dan minum tapi juga menahan diri dari perkataan-perkataan, dan perbuatan-perbuatan yang kategori "fujuraha".

Kemudian lebih jauh dan dalam lagi jika kita melihat puasa. Mari kita kembali melihat aspek dan unsur manusia sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa manusia terbagi pada 2 (dua)  bagian utama yaitu jasmani dan rohani.

Rohani (ruh/nafs/jiwa) manusia merupakan unsur pembentuk kemanusiaan, bila dikaitkan dengan puasa, maka akan terbagi pada puasa subtansial dan esensial. Puasa yang dihubungkan dengan subtansial manusia adalah puasa yang menjadikan manusia secara materi (jasmani) latihan tidak makan dan minum, karena secara subtansi manusia merupakan unsur-unsur materi atom dan molekul yang dapat hancur. Jadi disini puasa secara materi.

Tetapi jika kita mau menggunakan logika berpikir yang benar, apa yang diharapkan oleh puasa terhadap manusia adalah puasa yang dikaitkan dengan esensial manusia yaitu berkaitan dengan jiwa, ruh, atau nafs. Artinya bagaimana melatih jiwa kita untuk bertaqwa. Sehingga ketika kita berada pada lingkungan yang bagaimana pun, maka tidak akan kembali pada "fujuraha", karena buruknya lingkungan tersebut tidak dapat memengaruhinya.

Itulah esensi manusia dalam konteks berpuasa. Dengan upaya memerdekakan akalnya sehingga manusia mampu mengendalikan dan memimpin nafsu mereka menuju kepada taqwa, kapan dan dimanapun mereka berada.

Berarti dapat kita simpulkan bahwa puasa yang esensial adalah bagaimana puasa yang melahirkan kemampuan manusia untuk memerdekakan akalnya untuk menunggangi nafsu dan bukan sebaliknya. Kemudian kita akan menjadi orang-orang yang bertaqwa sebagaimana harapan puasa itu sendiri. Wallahua'alam.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun