Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Meski Kecewa, Penyelenggaraan Pemilu Luar Negeri Tetap Lancar

15 April 2019   11:54 Diperbarui: 15 April 2019   12:35 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi republika.com

Pemungutan suara Pemilu 2019 di luar negeri dilakukan lebih awal daripada di Tanah Air. Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) menggelar pemungutan suara sejak 8 April hingga Minggu 14 April ini, warga negara Indonesia (WNI) yang tengah berada di luar negeri menggunakan hak suaranya.

Namun aroma tidak beres pelaksanaan pemungutan suara pemilu Indonesia di sejumlah negara di luar negeri mulai tercium. Media melaporkan hampir semua TPS LN memunculkan protes dan ketidakpuasan para pemilih.

Pelayanan buruk PPLN menurut para pemilih dimulai sejak masa pendaftaran, di mana server yang digunakan untuk mendaftar secara online sering gagal transaksi sehingga menurut mereka banyak sekali calon pemilih yang memiliki hak pilih namun tidak berhasil masuk dalam daftar DPT.

Akibatnya calon pemilih kehilangan haknya karena petugas dan pelayanan PPLN yang tidak baik. Padahal antusiasme warga Indonesia di luar negeri untuk datang ke TPS sangat tinggi. Semestinya hal ini tidak harus terjadi. Disebabkan tidak profesional para petugas penyelenggara, akhirnya warga kehilangan hak politik mereka.

Sehingga untuk mengantisipasi pelanggaran oleh penyelenggara, maka WNI yang memiliki hak pilih tapi belum terdaftar dalam DPT sehingga mereka masuk dalam daftar pemilih khusus. Itupun banyak diantara mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya.

Sebagai contoh di Sidney, Anggota Sekretariat PPLN Sydney, Hermanus membenarkan hal itu. Dia menjelaskan, WNI yang tidak bisa menggunakan hak suaranya itu merupakan pemilih khusus yang tidak masuk DPT.

Dia mengatakan, tidak bisa menggunakan hak merupakan konsekuensi dari pemilih khusus. Jikapun TPS masih buka, belum tentu mereka bisa memilih. Bisa jadi surat suara habis.

Pihaknya mengaku sudah menghimbau agar WNI yang ada di negara itu agar mendaftarkan diri sebagai calon pemilih sehingga mereka bisa masuk dalam daftar DPT namun tidak semua WNI mengindahkannya.

Sebagai penyelenggara barangkali boleh saja beralasan demikian, dan seperti biasa setiap ada masalah pihak-pihak terkait selalu menyalahkan masyarakat. Kemudian ketika masyarakat melakukan komplain, pejabat yang bertugas hanya mengeluarkan pernyataan normatif saja.

Sebagai pelayan masyarakat semestinya dapat memberikan jalan keluar atau solusi atas permasalahan yang dihadapi. Walaupun memang benar, katakanlah WNI lalai dalam mendaftarkan diri, hal itu bisa saja karena kesibukan dan jarak tempat tinggal mereka yang jauh dari KBRI. Tapi sebagai "wakil" negara, pelayan publik harus senantiasa memberikan jalan keluar.

Kita mengapresiasi kerja keras Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) sejak mulai persiapan hingga pelaksanaan pemungutan suara pemilu, meskipun ada banyak kendala yang dialami oleh pemilih namun pencoblosan berjalan lancar.

Rasa kecewa yang dialami oleh sejumlah WNI di beberapa negara lain seperti halnya laporan Kompasianer Biyanca Kenlim dirinya mengaku dirinya sebagai salah satu pemilih yang kecewa dengan pelayanan penyelenggara pemilu di Hongkong. Sebelumnya kekecewaan pemilih juga terjadi di Malaysia.

Bahkan di Malaysia mungkin juga di beberapa negara lain WNI protes karena kehilangan hak pilih mereka karena sistem pemilu yang kurang baik. Panitia tidak mengizinkan WNI mencoblos dengan alasan waktu sudah habis.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Maruf Amin menyoroti penyelenggara Pemilu 2019 di luar negeri yang tidak mengizinkan sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) menggunakan hak pilihnya.

Tim Kampanye Jokowi-Maruf juga mendapatkan informasi WNI di beberapa negara, seperti Australia, Belanda, dan Swedia tidak bisa memilih karena kehabisan waktu.

Jika alasannya waktu barangkali kita kurang dapat menerima karena waktu adalah variabel yang bisa diatur. Bukankah panitia penyelenggara dapat memprediksi berapa banyak waktu yang diperlukan oleh WNI yang ada dalam DPT pada setiap TPS. Saya rasa kualitas penyelenggara Pemilu 2019 tidak sebaik periode-periode sebelumnya.

Semoga hal ini dapat menjadi koreksi bagi pihak KPU kedepan. Tepatnya 17 April 2019 jangan sampai buruknya penyelenggaraan pemilu di luar negeri berimbas pada penyelenggaraan pemilu di dalam negeri. Dan satu lagi tidak boleh ada kecurangan terutama kecurangan yang sengaja dan dibiarkan terjadi. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun