Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Indahnya Toleransi, Bukan Hanya Sebuah Wacana

8 April 2019   13:26 Diperbarui: 8 April 2019   13:35 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta kampanye akbar pilpres 2019 pendukung paslon Prabowo-Sandi di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Minggu (7/4) | Foto Instagram Aa Gym

Indonesia memang ditakdirkan sebagai negara majemuk. Memiliki ribuan pulau dan ratusan entik dengan budaya yang sangat beragam. Tidak ada negara didunia ini sebesar Indonesia. Meskipun secara wilayah masih ada China, Amerika, namun "kebesaran" Indonesia memang tidak ada duanya.

Kebesaran yang dimaksudkan adalah kekayaan Indonesia baik sumber daya alam, sumber daya manusia, dan kekayaan budaya serta toleransi yang dimiliki oleh rakyat Indonesia yang plural. Ini yang tidak dimiliki oleh negara manapun dan bangsa lain dibelahan dunia ini.

Kita sebagai rakyat Indonesia semestinya patut berbangga karena dilahirkan di negeri yang begitu agung dan kaya ini. Sejak negara ini merdeka dari belenggu penjajahan kehidupan berbangsa dan bernegara dari waktu ke waktu semakin baik.

Kehidupan yang lebih baik pun semakin telihat ada peningkatan. Salah satu kehidupan sosial masyarakat yang justru menjadi kekuatan bangsa ini adalah hidup bersama, berdampingan dalam perbedaan atau dengan kata lain toleransi berbangsa.

Potret hidup toleransi bangsa Indonesia terekam dalam berbagai momen. Seperti yang terlihat pada kegiatan kampanye akbar capres 02 paslon Prabowo-Sandi Minggu (7/4) kemarin di Stadion GBK Jakarta. Di mana ummat Islam yang sedang shalat ditemani sahabat mereka dari Nasrani dan Budha.

Indonesia adalah salah satu negara yang Multikultur, sekaligus toleran. Keberagaman Etnik, suku, budaya dan toleransi agama menjadi kekayaan terbesar bangsa dan negara ini.

Sebab, keberagaman masyarakat Indonesia tidak dapat kita temukan di belahan benua manapun. Karena itu kewajiban masyarakat, bangsa dan negara adalah merawat dan menjaganya agar tetap lestari dan indah keberadaannya, begitu Buya Syafii Ma'arif pernah menukilkan dalam sebuah tajuk.

Sejalan dengan pemikiran tokoh-tokoh agama, para pendiri bangsa, dan politisi yang berakal sehat serta memiliki budaya luhur bangsa maka tentu saja hal-hal yang sifatnya intoleran sulit terjadi.

Betapa dalam beberapa tahun terakhir jalinan toleransi bangsa ini terkoyak dan tercabik-cabik oleh perbuatan jahil orang-orang yang tidak menginginkan Indonesia damai. Mereka menyerang secara sadis ummat beragama yang tidak sepaham dengannya secara brutal. Aksi terorisme menjadi senjata penghancur massal.

Padahal agama manapun tidak mengajarkan untuk saling menghancurkan satu sama lain. Kita tidak ingin Indonesia hancur karena peristiwa seperti di Irak, Suriah, Israel, Myanmar, Thailand, dan berbagai belahan dunia yang dilanda perang agama dan pembunuhan massal tanpa mereka tahu apa kesalahan yang diperbuat.

Bahkan Islam mengajarkan perdamaian, saling menghormati dan hidup berdampingan dengan berbagai unsur perbedaan. Apalagi dalam kehidupan sosial, Islam mendukung secara penuh nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan saling tolong menolong sebagaimana ditanamkan dalam nilai-nilai Pancasila.

"Islam yang asli alias original adalah Islam yang santun dan lembut, islam yang ramah, islam yang penuh rahmat, islam yang toleran, islam yang mengakomodir budaya lokal, islam yang tidak main paksa"  kata Buya Safi'i Ma'arif.

Maka patut kita bersedih dengan apa yang terjadi di Yogyakarta, pengusiran warga yang berbeda keyakinan, pengrusakan kuburan Kristen atau seperti di NTT terjadi pengusiran dai (pendakwah) Islam, dan kriminalisasi ulama. Semua itu bentuk-bentuk prilaku intoleran.

Dalam konteks pilpres sekarang ini, potensi terjadinya intoleransi sangat berpeluang besar apalagi jika isu agama, ras, dan suku dijadikan sebagai alat politik adu domba oleh para kubu kontestan.

Oleh sebab itu bangsa Indonesia harus menyikapi perbedaan ini dengan bijak. Tidak perlu menjadikan hal itu sebagai sumber pemecah belah karena kepentingan sesaat. Dan generasi muda dapat menghindarkan diri dari ajakan yang menjurus pada hal-hal bersifat destruktif.

Mungkin kita perlu belajar dari fakta toleransi yang ditunjukkan pada rapat akbar politik kedua paslon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang sedang berkompetisi menjadi yang terbaik hari ini yaitu Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma'ruf Amin. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun