Debat putaran kedua capres pada 17 Februari 2019 lalu menyisakan kehebohan luar biasa. Kehebohan itu jelas sangat terasa di jagad dunia maya. Flatform media sosial Indonesia gempar dengan cerita debat pilpres semalam.
Kehebohan yang terjadi bukan karena acara debat jilid kedua itu dianggap berhasil dilaksanakan dengan baik oleh KPU RI. Akan tetapi karena ada peristiwa unik yang terjadi diatas panggung debat yang membuat publik di tanah air mendadak merasa dirinya paling pintar.
Ya, peristiwa yang diawali oleh sebuah pertanyaan dari capres 01 kepada capres 02. Soal tersebut kira-kira seperti ini,"Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung pengembangan Unicorn-unicorn Indonesia?" tanya Jokowi kepada lawan debatnya Prabowo Subianto.
Atas pertanyaan tersebut oleh Prabowo Subianto kemudian seperti melakukan konfirmasi kepada Joko Widodo. Disinilah bermula perundungan terhadap Prabowo Subianto dimulai. Para netizen terutama pendukung dan pembenci Prabowo melakukan serangan dengan propaganda "bodoh" terhadap Ketua Umum Partai Gerindra.
Istilah Unicorn sempat menjadi keyword yang paling top dalam catatan mesin pencari manakala Prabowo Subianto dianggap tidak paham dengan istilah yang baru muncul terakhir terakhir ini. Bukan muncul karena pertanyaan Jokowi, tapi memang itu konsep yang baru didengar oleh masyarakat Indonesia.
Lalu Prabowo Subianto pun menjawab pertanyaan itu semampunya. Walaupun capres 02 tidak terlalu memahami konsep unicorn namun jawaban yang ia berikan juga tidak salah. Atau adakah yang salah ketika seseorang belum sepenuhnya memahami tentang sesuatu?
Saya rasa Jokowi pun juga tidak paham sepenuhnya tentang unicorn. Bahkan saya menduga pertanyaan ini memang disiapkan oleh capres 01 untuk "menjebak" lawan politiknya itu. Dan celakanya Prabowo pun sempat linglung dengan pertanyaan ini.
Kontan saja gelagad tersebut menjadi pintu masuk bagi pendukung suami Iriana untuk merundung mantan menantu almarhum Presiden Soeharto secara brutal di dunia maya. Prabowo dianggap tidak paham tentang ekonomi digital dan istilah-istilah baru dalam era revolusi 4.0.
Dan jawaban Prabowo kurang lebih seperti ini, Prabowo menjawab: "Yang bapak maksud unicorn, maksudnya yang online-online itu? Ya kita akan fasilitasi, kita kurangi regulasi kurangi pembatasan karena mereka lagi giat-giatnya pesat-pesatnya berkembang. Saya akan dukung segala upaya untuk memperlancar mereka."
Sekilas dari jawaban Prabowo diatas memang terlihat jika ia tidak mengetahui secara persis tentang unicorn. Statement yang Prabowo berikan sangat datar dan tidak menggambarkan sebuah visi tentang industri digital. Tidak mencerminkan bahwa ia memiliki konsep berpikir yang spesifik dan ilmiah tentang unicorn.
Jawaban itu kemudian dihakimi oleh banyak orang. Dianggap sebagai jawaban yang gagap, gamang, dan tidak jelas arahnya. Prabowo diposisikan sebagai capres yang tidak mengetahui perkembangan zaman, apalagi bisnis daring yang lagi mendunia.
Tidak perlu menunggu lama. Palu hakim jalanan pun dijatuhkan. Prabowo Subianto dianggap orang paling bodoh didunia hanya karena tidak paham istilah unicorn yang dilemparkan Jokowi. Mereka-mereka ini yang baru tahu istilah unicorn, pasti nggak paham betul istilah decacorn dan hectocorn.
Namun untuk menghabisi lawan politiknya para pendukung petahana dan pembenci Prabowo getol menyebarluaskan "kedunguan" Prabowo tentang ini. Seakan begitu menikmati kebodohan mantan pasangan Megawati Soekarnoputri pada pilpres 2009 silam ini. Padahal jika kita cek satu per satu, sangat sedikit orang yang paham tentang konsep unicorn. Mungkin juga termasuk saya dan Jokowi.
Tetapi begitulah perilaku kita dan netizen Indonesia sepanjang 5 tahun terakhir. Bagaikan Singa kelaparan, yang begitu ada mangsa ramai-ramai mengerumuni makanan lezat tersebut. Begitulah ilustrasi warga net kita dalam merundung, bukan hanya untuk Prabowo bahkan juga terhadap Jokowi. Brutal memang!
Padahal tidak semua orang paham terhadap semua hal apalagi yang bersifat teknis dan tidak lazim. Saya rasa sangat manusiawi jikalau diantara kita masih ada yang tidak tahu dengan istilah uncorn. Sebab kenapa, karena istilah tersebut kurang familiar, sama halnya ketika kita menanyakan sesuatu yang sangat tidak umum kepada orang lain.
Kemudian saya sependapat bahwa pentas debat memang bukanlah panggung akademik. Debat capres tidaklah dimaksudkan untuk menjadi ajang pencarian kesalahan dan kelemahan para capres. Kenapa? Karena setiap orang pasti ada plus minusnya. Jadi sangat naif jika kita sangat percaya diri merundung orang lain dalam satu hal.
Bukan berarti pula panggung debat sebagai tempat menebar pesona. Tempat tersebut memang dirancang untuk menguji kapasitas para capres. Termasuk kapasitas intelektualitasnya, visi, konsistensi, dan softskill yang dapat memperlihatkan keaslian seorang capres. Dan alhamdulillah kedua capres kita tidak terlalu buruk.
Jadi sebagai warga net, marilah kita menunjukkan sikap "kenegaraan" sebagai rakyat yang bijak. Berhentilah bersikap sok tahu dan menghakimi, belum tentu Prabowo seburuk yang dikira. Mungkin benar, dia mengulang pertanyaan Jokowi sebagai bentuk konfirmasi karena pengucapan istilah unicorn oleh petahana yang dinilai kurang tepat. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI