Pengalaman memperlihatkan bahwa meskipun komunikasi lewat media cukup baik dan penting, seperti menggunakan Whatsapp, Telegram, Media chating, tetapi komunikasi tatap muka secara langsung (face to face communication) tetap saja lebih unggul.
Karena dengan komunikasi secara langsung antar komunikan dapat melibatkan emosi mereka dan mengekspresikannya secara nyata. Sehingga akan terbangun suasana yang hangat, akrab, dan antusias di antara mereka.
Komunikasi karyawan telah berkembang pesat hingga sekarang ini, wadahnya tidak hanya terbatas pada media berbasis kertas seperti majalah internal, tabloid, jurnal, dan pamlet yang dikeluarkan oleh perusahaan yang sifatnya satu arah tersebut.
Namun kemajuan teknologi informasi telah ikut memberikan pengaruh terhadap berkembangnya media komunikasi karyawan lainnya yang bersifat dua arah atau timbal balik, seperti interkom, telephon, internet, dan media video call.
Pada zaman sebelum itu dan mungkin saat ini masih ada sebagian perusahaan yang menerapkannya yaitu komunikasi karyawan dengan penerbitan jurnal internal. Pemikiran bahwa wujud komunikasi di dalam jurnal internal selalu merupakan komunikasi ke bawah.
Artinya hanya berisi pesan dan instruksi dari atasan kepada bawahan saja. Pola komunikasi model ini sudah dianggap ketinggalan zaman.
Jurnal internal, koran perusahaan atau apa pun namanya, semakin lama semakin independen. Setiap pembaca diundang untuk menyatakan pendapatnya secara jujur, meskipun hal itu berupa kecaman terhadap organisasi atau perusahaannya sendiri.
Fungsinya telah bergeser secara signifikan dari corongnya pihak manajemen menjadi forum diskusi para staf. Wujud komunikasi yang dikandungnya pun menjadi dua arah. Inilah era komunikasi karyawan yang bersifat terbuka, partisipatif, dan tidak melihat bawahan hanya sebagai alat pencapaian tujuan organisasi.
Pada banyak organisasi pola komunikasi karyawan yang hanya menggunakan pendekatan satu arah atau hanya propaganda pimpinan sudah ditinggalkan oleh para manajer berpikiran maju. Meskipun di beberapa kasus masih terdapat manajer dengan pola pikir kuno dan ketinggalan dan cenderung melihat dirinya sebagai "raja" yang perkataannya tidak boleh dibantah.
Perkembangan berubahnya pola komunikasi karyawan dan pimpinan perusahaan atau organisasi didorong adanya ketentuan hukum yang mengharuskan pihak manajemen untuk lebih terbuka dan informatif kepada semua karyawannya.
Ketentuan ini sendiri antara lain bertolak dari kenyataan bahwa sebagian besar pemogokan atau unjuk rasa karyawan bersumber dari desas desus yang berkembang sebagai akibat dari ketertutupan pihak manajemen.
Pada situasi yang bergejolak seperti itu peran komunikasi karyawan yang tepat sangat dibutuhkan untuk mengatasi kecurigaan para karyawan dan serikat karyawan. Sedangkan pada sisi lain pihak manajemen harus lebih tanggap dan bersikap terbuka. Tujuan adalah untuk membina komunikasi karyawan dengan efektif.
Apalagi dewasa ini sudah terdapat begitu banyak teknik baru komunikasi karyawan yang bersifat langsung dan personal. Namun menurut Frank Jefkins (1998:203) mengatakan sebenarnya teknik-teknik tersebut juga tidak bisa dikatakan baru karena akar-akar gagasannya sudah bersemi pada abad pertengahan.
Di mana pada saat itu  para perajin di Benua Eropa sudah mengembangkan teknik-teknik tertentu untuk menghadapi tekanan pihak majikan. Dan sejak itulah diketahui secara luas bahwa salah satu cara yang sangat ampuh untuk menciptakan hubungan yang lebih baik antara kedua belah pihak adalah komunikasi tatap muka.
Komunikasi Pimpinan-Karyawan
Pemikiran yang menganggap bahwa komunikasi karyawan hanya mencakup upaya menjelaskan kebijakan perusahaan atau organisasi atau membuka forum penampungan keluhan merupakan pemikiran yang kelewat sederhana dan gegabah, karena terlalu menyederhanakan atau mengampangkan kondisi yang sebenarnya.
Memang benar bahwa tujuan komunikasi karyawan adalah menghilangkan kesalahpahaman antara pihak manajemen dan para karyawan yang seringkali menjadi pangkal tolak pemogokan dan penolakan.
Namun dari catatan di atas sudah tampak jelas bahwa posisi komunikasi karyawan harus ditempatkan pada posisi ideal dan saling menguntungkan. Sehingga pihak manajemen harus mengembangkan berbagai macam pola komunikasi karyawan dan teknik-teknik baru.
Karena tugas-tugas dan tujuan komunikasi karyawan tidaklah sesederhana dan segampang itu, melainkan sangat banyak dan bervariasi.
Selain itu, semua karyawan juga berhak untuk mengetahui apakah perusahaannya atau organisasinya masih layak dan bernilai untuk dijadikan sebagai tempat sandaran hidup sekaligus harapan masa depannya, baik berupa jumlah penghasilan atau prospek karir jabatan.
Pertimbangan inilah yang merupakan intisari kepuasan kerja dari setiap orang. Kepuasan kerja itu sangat erat kaitannya dengan pengetahuan dan pemahaman pimpinan dalam menjaga komunikasi karyawan.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H