Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keterlibatan Perempuan dalam Proses Pengambilan Keputusan dan Pemenuhan Haknya

10 Februari 2019   18:42 Diperbarui: 10 Februari 2019   19:33 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: perempuan pencari tiram di kawasan Alue Naga Kota Banda Aceh (Natural Aceh)

Partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan telah menerima perhatian yang signifikan di beberapa wilayah di Indonesia. Itulah tema seminar yang coba diangkat oleh LSM Natural Aceh, Selasa (13/2/2019) bertempat di Auditorium Politeknik Kutaraja.

Hal ini dibuktikan dari meningkatnya keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan proses perencanaan pembangunan dalam musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan), forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan, baik ditingkat gampong/desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi dan tingkat nasional.

Keterlibatan perempuan masih dianggap kurang terwakili dalam posisi pengambilan keputusan, terutama perempuan dalam kategori marjinal, seperti perempuan ekonomi prasejahtera (miskin) dan penyandang disabilitas, serta perempuan terdampak konflik, kekerasan dan bencana.

Hal ini menyebabkan implementasi dari proses perencanaan dan pembangunan menjadi bias gender dan tidak inklusif, dimana inklusif memiliki syarat lingkungan sosial positif, kemerataan dalam sosial ekonomi, aksesibilitas dan keterjangkauan lingkungan fisik.

Kebijakan inklusif mampu menempatkan kelompok rentan sebagai bagian dari keberagaman dan mampu berperan sosial, memberikan kontribusi secara positif dalam pembangunan nasional.

Indonesia memiliki kerangka kebijakan untuk peningkatan kesetaraan gender, masyarakat miskin dan rentan dan komitmen nyata dalam pembangunan yang inklusif terhadap disabilitas.

Hal ini mencakup pernyataan kesetaraan dalam Konstitusi Republik Indonesia (Undang-undang Dasar 1945), ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women -- CEDAW) dan ratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-hak Kaum Penyandang Disabilitas (UN Convention on the Rights of Person with Disabilities) tahun 2011 serta Undang-undang no 8 tahun 2016 mengenai hak-hak penyandang disabilitas.

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9/2000 mengenai "Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional" untuk mengharuskan pengarusutamaan isu-isu gender dalam lembaga negara dan program-programnya pada semua tahap pembangunan: yakni perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi untuk semua latar belakang perempuan tanpa diskriminasi baik tingkat nasional, provinsi maupun daerah.

Pemerintah Kota Banda Aceh sendiri terus berupaya melakukan peningkatan partisipasi perempuan dengan melakukan inovasi Musyawarah Rencana Aksi Perempuan dan Anak (MUSRENA) melalui peraturan walikota Banda Aceh No 52 tahun 2018.

Diharapkan nantinya disamping sebagai sarana dan wadah untuk memperluas partisipasi perempuan dalam proses perencanaan pembangunan, Musrena ini juga sekaligus sebagai suatu mekanisme untuk mempercepat terealisasinya Pengarus-Utamaan Gender (PUG) dalam segala bidang pembangunan sesuai dengan amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomer 9 Tahun 2000.

Prinsip dasar yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan Musrena di Kota Banda Aceh meliputi prinsip kesetaraan, anggaran yang berkeadilan gender, musyawarah dialogis,  anti dominasi, keberpihakan kepada kelompok rentan, anti diskriminasi, dan pembangunan secara holistik.

Namun dari berbagai informasi dan data yang diperoleh, masih banyak masyarakat yang menilai bahwa partisipasi perempuan di Aceh dalam kategori marjinal masih kurang, sehingga pemenuhan hak-haknya masih terus diupayakan dengan maksimal.

Di tingkat Provinsi, Aceh saat ini telah memiliki pergub yang mengatur kesejahteraan sosial, yaitu Qanun Aceh no.11 tahun 2013; Qanun Aceh no.7 tahun 2014 tentang ketenagakerjaan, serta beberapa kebijakan lainnya yang terus diupayakan berpihak kepada perempuan, terutama kelompok marjinal.

Terlebih lagi, saat ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah mulai mengadopsi tujuan pembangunan berkelanjutan atau suistanable development goals (SDGs) dan telah dalam tahap implementasi, di antaranya menerapkan gender equality (kesetaraan gender), no poverty (tidak ada lagi kemiskinan), decent work and economic grow (pekerjaan layak dan dan pertumbuhan ekonomi) dan reduce inequalities (menurunkan tingkat ketidaksetaraan) dengan tujuan mencapai kesejahteraan, keadilan sosial dan advokasi.

Atas berbagai pertimbangan di atas, Natural Aceh yang saat ini memiliki program Women, Peace and Security bekerjasama dengan Politeknik Kutaraja berharap bisa membantu mensosialisasikan dan memfasilitasi kebijakan, program atau target-target yang akan dan telah dilakukan pemerintah, terutama pemerintah daerah Kota Banda Aceh dengan berbagai inovasi dan rencana kerjanya.

Sebagai salah satu mitra pemerintah, Natural Aceh tetap komit bersanding dengan pemerintah dalam hal pembangunan (fisik dan non fisik) untuk mencapai kualitas, kesejahteraan dan kesetaraan masyarakat yang lebih baik kedepannya dalam bidang pendidikan, pemberdayaan ekonomi, sosial, life skill, kepemudaan, bidang perempuan, kebencanaan sampai kelompok marginal dan akar rumput.

Sebagai salah satu wujud dukungan Natural Aceh bersama Politeknik Kutaraja dalam menjembatani pemerintah dan masyarakat, Natural Aceh telah melakukan serangkaian advokasi, FGD, seminar dan seminar dalam berbagai bidang termasuk pada program WPS ini, dan akan terus berlansung sampai akhir tahun 2019.

Bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi, Politeknik Kutaraja Banda Aceh, Lembaga Riset dan Pelatihan Natural Aceh mengadakan seminar yang bertujuan untuk: (1) Memaparkan langkah-langkah terobosan untuk menguatkan keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dalam pemenuhan hak-haknya dan (2) Menyusun rencana strategis peningkatan partisipasi inklusif dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau suistanable development goals (SDGs) yang terkait yaitu SDGs 5 (gender equality, SDGs 1 (no poverty) dan 10 (reduce inequalities).

Kegiatan ini akan melibatkan perwakilan dari lembaga, beneficiaries dan instansi pemerintahan sebagai pemateri, yaitu Bappeda Kota Banda Aceh (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB). Kegiatan ini akan dipandu oleh tim fasilitator yang berkompeten, yaitu Ibu Riswati M.Si dari lembaga Flower Aceh. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun