"Kalau ada pengamat menyampaikan bahwa yang diperjuangkan dan dilakukan oleh pemerintah dibawah Presiden Jokowi adalah tindakan dan keputusan Goblok, saya hanya ingat nasihat almarhum Ibu saya: Seperti pohon padi, semakin berisi semakin merunduk, semakin kosong semakin jumawa," tulis Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia
Ucapan Sri Mulyani Indrawati sang Menteri Keuangan terbaik dunia tersebut meluncur karena masih ada saja yang menilai negatif soal langkah pemerintah tekait dengan akuisisi PT Freeport Indonesia (FI) beberapa waktu lalu. Mulai dari ekonom, mantan menteri, hingga netizen masih ramai membahas. Bahkan, keputusan pemerintah ini pun disebut keputusan goblok. Inilah yang membuat Sri Mulyani bereaksi dengan mengeluarkan kata-kata bijak ibunya.
Tapi mengapa para ekonom, bahkan mantan menteri yang tentu saja bukan orang-orang sembarangan itu mengatakan Jokowi dan jajarannya (pemerintah) goblok? Atau siapakah sebenarnya yang goblok? Nah, tentu saja rakyat yang sebelumnya mengikuti persoalan FI sejak masa orde baru hingga kini, pasti memiliki penilaian sendiri terhadap dinamika dan keputusan pemerintah di bawah komando Jokowi.
Saya sendiri termasuk bukan rakyat yang sangat memahami secara persis bagaimana FI pada posisi sebenarnya. Baik dalam konteks ekonomi korporasi, hukum ekonomi internasional, apalagi bicara FI bisa berefek kemana-mana. Maksudnya apapun yang dikatakan dan dilakukan pemerintah RI terhadap FI, mata dan kuping dunia selalu memantau dan "menguping".
Hal tersebut tentu bisa dimengerti, mengingat FI merupakan perusahaan pertambangan besar dunia yang memiliki kepentingan untuk menjaga stakeholder dan investor mereka di luar negeri. Apalagi FI sudah melakukan kerjasama dengan beberapa negara lain. Oleh karena itu kepentingan seluruh negara-negara tersebut terhadap FI sangat tinggi.
Saya rasa itu pula kesan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan dan termasuk Presiden Jokowi juga merasakan hal yang sama. Namun desas-desus itu tentu sudah diketahui sejak lama, jadi siapapun yang memegang kendali pemerintahan di Indonesia pasti tidak bisa mengelak hal ini. Karenanya tidaklah tepat untuk dijadikan sebagai alasan untuk tidak bertindak dan berbuat sesuatu terkait PT FI dan upaya divestasi FI menjadi lebih besar bagi RI.
Dan upaya mengembalikan kepemilikan Freeport Indonesia dalam bentuk saham berhasil dilakukan oleh rezim Jokowi. Dengan komposisi 51% kepemilikan saham Indonesia, maka Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas. Untuk keberhasilan ini saya ucapkan selamat.
Berangkat dari langkah suskes rezim Jokowi-Jk membeli Freeport yang menurut sebagian ekonom yang kontra--- tidak perlu membeli karena memang Freeport perusahaan yang berada diwilayah hukum Indonesia dan mereka hanya memegang kontrak dengan Indonesia---bagaimana nasib FI kedepan.
Konon untuk membeli saham Freeport, pemerintah Indonesia menggelontorkan lebih kurang 57 triliun rupiah. Oleh PT Inalum sebagai perusahaan holding yang mengakuisisi saham Freeport dengan menerbitkan obligasi untuk mendapatkan pembiayaannya. Dengan kata lain PT Inalum melakukan utang untuk modal.
Ini pula yang disindir oleh mereka yang tidak sepakat dengan langkah rezim. Dengan modal dengkul plus utang, dan beli perusahaan yang seharusnya masih memiliki strategi lain yang lebih menguntungkan Indonesia tanpa harus mengeluarkan dana hingga puluhan triliun. Dalam hal ini mereka mengatakan rezim goblok. Itulah dasarnya.