Diawal tulisan singkat ini saya ingin tekankan bahwa ada perbedaan antara Alat Peraga Kampanye (APK) yang dimaksudkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan alat kampanye yang saya maksud dalam artikel sederhana ini.
Dan dalam kesempatan ini saya juga tidak bermaksud untuk menjelaskan apa itu APK. Karena untuk APK mungkin bisa dituliskan pada topik tersendiri pada kesempatan lain. Namun yang ingin saya coba ulas adalah tentang sesuatu yang menurut pandangan saya dapat dijadikan (mungkin juga sudah dilakukan) sebagai alat kampanye yang sangat populis bagi petahana untuk meningkatkan elektoralnya.
Hal tersebut sangat penting, mengingat masa kampanye berdasarkan ketetapan KPU tinggal sedikit lagi. Dengan waktu tersisa hanya kurang dari 3 bulan, karena itu petahana harus lebih optimal memanfaatkan kesempatan tersebut sampai hari pencoblosan tiba. Jika ingin memenangkan kontestasi melawan pasangan Prabowo-Sandi.
Lantas apa sajakah 3 alat kampanye populis yang dapat dimanfaatkan oleh petahana untuk mempertahankan popularitasnya yang terindikasi semakin hari semakin menurun? Berikut nukilan saya buat petahana.
Pembangunan infrastruktur
Terlepas dari politik dan politisasi isyu. Sebenarnya pembangunan infrastruktur sudah dilaksanakan oleh pemerintah sejak orde lama. Namun karena masa itu kondisi Indonesia masih belum stabil, maka berbagai agenda pembangunan sulit dicapai.
Lalu pada masa Soeharto memimpin pada era orde baru, pembangunan infrastruktur menjadi agenda utama pembangunan fisik. Â Bahkan dengan model perencanaan pembangunan jangka menengah dan jangka panjang hingga istilah tinggal landas berhasil dilakukan oleh rezim Soeharto. Mungkin kita belum lupa dengan konsep Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) era orde baru.
Sasaran pembangunan infrastruktur gencar dilakukan, mulai pembangunan jalan nasional, provinsi, jalan tol, pelabuhan laut dan udara, irigasi, pembangunan rumah ibadah, jembatan, dan gedung-gedung sekolah, universitas, dan sebagainya. Inilah periode awal pembangunan Indonesia setelah negeri ini merdeka sebagai sebuah negara.
Karena jasanya dalam membangun berbagai infrastruktur meskipun sangat jawasentris dan kapitalis, Soeharto kemudian digelar sebagai bapak pembangunan Indonesia. Setuju atau tidak, itulah faktanya.
Kemudian setelah orde baru tumbang. Pembangunan infrastruktur dilanjutkan oleh presiden berikutnya. Ada BJ Habibie, Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Artinya proses pembangunan terus berlanjut dan tidak berhenti. Hanya saja cara mewujudkannya yang berbeda-beda satu pemerintahan dengan pemerintahan yang lain.
Hingga saat ini periode terakhir pemerintahan pada era reformasi adalah rezim Jokowi-Jk. Pada masa kepemimpinan Jokowi-Jk pembangunan infrastruktur pun tetap dilanjutkan dan ditingkatkan. Sehingga dalam proses tersebut, Jokowi menjadikan infrastruktur sebagai program utama pemerintahannya.
Tentu apa yang dilakukan oleh Jokowi tidaklah salah. Justru sangat menguntungkan posisinya sebagai capres petahana. Dengan klaim bahwa Jokowi sangat sukses dalam membangun infrastruktur, maka hal itu bisa menjadi alat kampanye yang populis bagi petahana untuk mendongkrak elektoralnya pada pilpres 2019 mendatang.
Blusukan ke pasar-pasar
Melakukan blusukan sesering mungkin ke pasar-pasar dapat memberikan banyak keuntungan bagi capres petahana. Selain karena sudah dikenal masyarakat luas. Dengan mendatangi setiap pasar, maka akan semakin memperdalam ingatan masyarakat bahwa petahana memiliki kepedulian yang sangat tinggi terhadap perekonomian.
Mengapa demikian? Karena pasar, baik pasar tradisional maupun pasar modern merupakan simbol perekonomian rakyat. Dekat dengan pasar berarti dekat dengan rakyat.
Contoh nyata strategi ini seperti yang dilakukan oleh Sandiaga Uno. Cawapres nomor 02 tersebut sangat aktif menjangkau pasar-pasar tradisional hampir seluruh Indonesia. Saya rasa langkah Sandiaga Uno dapat ditiru oleh petahana.
Dengan memanfaatkan momentum kunjungan kerja presiden dalam melakukan berbagai peresmian proyek, petahana bisa langsung blusukan ke pasar-pasar untuk menunjukkan kepedulian rezimnya terhadap isu-isu ekonomi, terutama soal harga-harga bahan pokok yang dituding mahal.
Soal pasar jangan dianggap remeh lho. Sebab masyarakat kecil 80 persennya melakukan traksaksi di sektor ini. Artinya bicara pasar rakyat sama dengan bicara ekonomi mikro. Rakyat kecil tidak mau tahu meskipun secara makro ekonomi Jokowi memiliki capaian yang luar biasa. Apalagi makroekonomi Indonesia pun tidak terlalu buruk.
Berkunjung ke lokasi bencana alam
Sebagai rakyat awam, saya kini mulai memahami jika Indonesia adalah salah satu negara yang rawan bencana alam. Baik gempa bumi, banjir, gunung api, tanah longsor, angin topan, hingga tsunami dahsyat pun sekarang ini mulai sering menerjang pantai Indonesia.
Setelah beberapa bulan bencana dahsyat terjadi di Palu, Donggala dan Lombok yang menelan ribuan korban jiwa meninggal dan ratusan lainnya luka-luka terjadi. Sabtu minggu lalu tsunami kembali menghancurkan pesisir pantai Banten dan Lampung.
Ombak setinggi 5-7 meter yang terjadi di Selat Sunda tersebut pada pukul 09.30 malam membuat porak-poranda sejumlah bangunan hotel, villa, dan rumah penduduk dan menimbulkan ratusan korban meninggal dan dinyatakan hilang serta ratusan lainya menderita luka-luka.
Dalam keadaan yang memprihatinkan tersebut tentu saja kehadiran Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia sangat diharapkan oleh siapapun. Dengan harapan agar setiap masalah yang timbul sebagai ekses dari bencana dapat dengan segera diselesaikan dengan keputusan cepat pemerintah.
Biasanya jika Presiden sudah turun tangan, maka pimpinan level kepala daerah akan manut-manut saja. Apalagi kebijakan soal anggaran untuk kebutuhan rehab dan rekon paska bencana. Maka petahana dapat memanfaatkan momentum ini sebagai upaya untuk semakin dekat dan sayang kepada rakyatnya.
Jika dikaitkan dengan elektabilitas, besar kemungkinan akan sangat membantu petahana untuk meningkatkan popularitasnya dan berefek pada elektoral.
Meskipun langkah ini sudah lumrah dilakukan oleh siapapun presiden yang sedang berkuasa. Dan petahana juga telah melakukan hal yang sama saat mengunjungi setiap daerah yang terkena bencana seperti halnya ia menginap di lokasi pengungsi di Palu, Donggala, dan Lombok. Hal itu sangat positif bagi elektoral Jokowi meskipun bukan itu targetnya.
Sebagai informasi, dulu saat terjadi bencana alam dimanapun, tidak perlu menunggu lama partai politik langsung hadir. Bendera partai politik tertancap diseluruh lokasi bencana. Strategi itu ternyata memberi dampak bagus bagi popularitas partai tersebut.
Itulah tiga alat kampanye populis yang patut dilakukan oleh petahana untuk meningkatkan elektoralnya. Sementara pihak Prabowo-Sandi sepertinya tidak memiliki akses yang cukup luas untuk mengkampanyekan dirinya dengan infrastruktur, dan bantuan bencana alam. Hanya satu-satunya yang dilakukan Sandiaga Uno saat ini adalah blusukan ke pasar. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H