Terlepas dari semua itu, yang justru sangat menarik adalah politisi kedua kubu kemudian saling melempar opini dan menciptakan persepsi. Alibi yang paling mudah dikatakan adalah berita-berita seperti itu memang sengaja digoreng demi kepentingan politik. Sedikit sekali kita melihat politisi kedua kubu untuk calling down dan mengelola informasi secara bijak.
Kini yang menjadi masalah adalah masyarakat dihadapkan pada kebingungan dan informasi yang sangat bias. Kita sepakat bahwa masyarakat Indonesia yang plural ini lalu harus bisa disatukan dalam satu bahasa atau apa yang disebut toleransi. Namun bagaimana pemahaman toleransi itu juga harus jelas dan tidak bias.
Misalnya ketika masyarakat menanyakan, toleransi dalam konteks agama, apakah ummat Islam harus mengucapkan selamat natal ketika ummat nasrani merayakannya? Kemudian baru dikatakan toleransi? Ataukah yang paling penting bagaimana sikap kita menyambut natal daripada sekedar ucapan?
Jadi cukuplah sudah kepura-puraan ini. Politisi tidak elok menggunakan segala cara dalam meraih elektabilitasnya sampai mengorbankan etika dan norma-norma agamanya. Katakan yang salah jika itu salah dan katakan benar jika itu benar. Tidak perlu mengatasnamakan toleransi lalu yang salahpun dikatakan benar atau juga sebaliknya.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H