Apakah dengan cara seperti itu para capres akan berhasil mengajak orang lain yang belum sepaham dan yakin pada ide-ide yang ditawarkan, dan mereka bersedia bergabung dan mendukungnya?Â
Jawabannya tentu tidak. Bahkan sebaliknya, justru masyarakat semakin tidak menyukai capres yang bicara ngelantur sana kemari tidak jelas arah seperti itu.
Semakin hari, kontestasi pilpres 2019 dirasa semakin mengkhawatirkan, terutama mengenai konten kampanye atau substansi yang mereka "jual" ke publik.Â
Kampanye pilpres yang sejatinya menjadi ajang adu gagasan, rencana program, dan kreativitas justru berubah menjadi arena saling sindir, saling serang pernyataan, dan saling "baper" antara masing-masing pasangan calon.
Alih-alih kempanye diramaikan dengan hal-hal yang sarat pengetahuan dan kontestasi gagasan, misalnya bagaimana program kerja pemerintah jangka panjang menghadapi revolusi industri 4.0.Â
Jalannya kempanye pilpres 2019 justru lebih banyak banyak negatif dan kabar bohong. Suka mengklaim yang bukan prestasinya, dan menuding pihak lain sebagai biang kesalahan tidak maju-majunya negara ini.
Begitu pula orang-orang dilingkaran kedua kubu, baik petahana maupun kubu Prabowo-Sandi, dalam banyak kesempatan mereka sering berdebat pada persoalan-persoalan identitas paslon dan cenderung personal.
Misalnya dengan menjual popularitas pribadi yang tidak memberi dampak bagi kesejahteraan rakyat. Yang sebenarnya hal yang ditunggu-tunggu oleh rakyat adalah bagaimana capres mampu membawa Indonesia menjadi negara yang maju, makmur, dan mandiri serta berdaulat dimasa akan datang.
Banyaknya persoalan yang kini dihadapi oleh bangsa Indonesia akibat terjadi berbagai perubahan lingkungan global, mestinya menjadi dasar berpikir bagi kedua kubu mengolah menjadi sebuah kerangka berpikir strategis sebagai bahan kempanye untuk mengajak seluruh komponen bangsa dalam menghadapi berbagai potensi ancaman luar yang muncul, dan karenanya memberi dampak negatif bagi kehidupan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
Akan tetapi yang justru saat ini dipertontonkan oleh tim kempanye nasional kedua paslon malah saling mencari kelemahan dan aib pribadi dari kedua capres. Hari-hari ini kubu Prabowo, melalui Titiek Soeharto mengkaitkan kubunya dengan kepemimpinan orde baru. Lalu dijawab oleh kubu Jokowi dengan mengatakan Soeharto sebagai guru korupsi.
Silang komunikasi yang sengaja dibangun oleh sistim demokrasi pilpres 2019 bertujuan untuk menjatuhkan. Terbukti dari konten-konten yang sangat satire dan seolah-olah kebenaran hanya ada pada satu kubu saja.Â