Tradisi peusijuek dalam kehidupan masyarakat Aceh bukanlah adat kebiasaan yang ada begitu saja dan berdiri sendiri, karena kebiasaan peusijuek dilakukan dalam rangkaian pelaksanaan adat-adat yang lain, misalnya ketika dilakukan adat perkawinan atau ketika mendamaikan suatu perkara secara adat, dan lain-lain.
Kebiasaan mengadakan peusijuek sudah berlangsung lama dalam masyarakat Aceh dan tidak diketahui secara pasti kapan mula adanya dan darimana asalnya. Ada yang mengatakan bahwa peusijuek telah ada dalam masyarakat sebelum Islam datang ke Aceh.
Jadi telah ada kebiasaan tersebut ketika pengaruh agama Hindu masuk ke Aceh, atau sebelumnya lagi ketika masyarakat masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Hal ini dapat dimengerti mengingat peusijuek sebagai kebudayaan yang bersifat sakral dan tergolong kebudayaan universal.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia maka peusijuek mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan perkembangan hidup manusia. Demikian setelah datangnya Islam, maka kebiasaan peusijuek diberi nafas Islam dalam cara-cara pelaksanaannya dan disesuaikan dengan ajaran Islam. Misalnya ketika peusijuek dimulai dengan membaca Basmalah dan akhirnya membaca doa secara Islam.
Hakekat dan Tujuan Peusijuek
Peusijuek dalam bahasa Indonesia bisa dikatakan sebagai 'menepung tawari' berarti membuat sesuatu menjadi "sejuk", "dingin" (sijuek berarti sejuk atau dingin) yang mengandung makna bahwa dengan mengadakan peusijuek atau menepung tawari diharapkan akan memperoleh berkat, selamat atau akan berada dalam keadaan baik.
Peusijuek dapat dilakukan pula pada benda-benda dan pada manusia. Jadi setelah dipeusijeuk, seseorang yang akan berpergian jauh misalnya, diharapkan perjalanannya akan berlangsung dengan selamat. Peusijuek pengantin (dara baro atau linto baro) misalnya dilakukan dengan harapan agar perkawinannya akan bahagia dan akan memperoleh keselamatan dalam kehidupan mereka.
Demikian juga mengadakan peusijuek terhadap rumah baru dengan maksud supaya terdapat rasa aman dan nyaman tinggal di rumah itu, tanpa ada gangguan dari setan atau berbagai kekuatan jahat lainnya.
Pada dasarnya banyak sekali peristiwa dalam kehidupan seseorang yang diharapkan dapat berlangsung dengan baik atau akan mendapat keselamatan dalam menjalani peristiwa itu. Karena itu orang berdoa kepada Tuhan agar dapat terpenuhi harapan itu, dan menyatakan rasa syukur apabila harapan sudah terpenuhi atau telah berlangsung dengan baik.
Berdoa dan menyatakan rasa itu telah menjadi kebiasaan masyarakat Aceh, dan dalam masyarakat Aceh peusijuek dilakukan dalam rangka berdoa dan menyatakan rasa syukur tersebut. Karena itu dapat dikatakan bahwa kedudukan peusijuek itu bukanlah suatu adat yang berdiri sendiri melainkan sebagai bagian atau pengiring dari suatu adat tertentu, yang telah menjadi adat atau diadatkan.
Ialah pernyataan rasa syukur atau pernyataan harapan untuk memperoleh berkat atau keselamatan dari suatu peristiwa kehidupan, dan pernyataan dilakukan dengan berdoa.
Dalam masyarakat Aceh sudah menjadi kebiasaan untuk kebiasaan untuk menyatakan syukur dan rasa gembira karena seseorang telah selamat atau telah selesai melaksanakan ibadah haji ke tanah suci, misalnya.
Maka untuk menyatakan perasaan itu diadakanlah peusijuek kepada orang yang kembali dari tanah suci. Seringkali juga diadakan peusijuek sebelum orang itu berangkat ke tanah suci dengan harapan agar mereka selamat dalam perjalanan dan dapat melaksanakan semua rukun haji dengan baik.
Demikian pula misalnya apabila seseorang melaksanakan perkawinan sebagai salah satu tahap yang paling penting dalam kehidupannya, diadakan peusijuek kepada kepada dua pengantin, dalam rangka doa mengharapkan agar perkawinan mereka mendapat berkah dan rahmat dari Allah Swt.
Bagi anak laki-laki yang mau dilakukan khitan (sunnat rasul), sebelumnya juga dilaksanakan upacara adat peusijuek bahkan ada yang melaksanakannya sekaligus dengan kenduri bagi anak yatim dan miskin. Begitu pula bagi anak perempuan yang sudah berusia dapat dikhitan meskipun berbeda dengan anak laki-laki.
Semua acara peusijuek itu diakhiri dengan pembacaan doa. Dalam doa itulah terkandung tujuan diadakan upacara peusijuek. Dengan adanya doa dan peusijuek itu, maka seseorang akan merasakan ketenangan hatinya.
Setiap upacara adat bertujuan baik menurut pandangan masyarakat yang melaksanakan upacara tersebut. Agar supaya sesuatu yang baik itu benar-benar terwujud dalam kenyataan, maka masyarakat meyakini bahwa hal itu dapat dicapai bukan hanya dengan usaha yang keras, tetapi juga dengan doa dan harapan kepada Tuhan yang Maha Esa didahului dengan pembacaan doa setelah didahului dengan upacara peusijuek, dan itu telah menjadi adat tradisi dalam masyarakat.
Hakekat peusijuek sesungguhnya bagi masyarakat Aceh adalah upaya untuk memperoleh berkah dan ketenangan batin dan tujuan adat peusijuek itupun erat kaitannya dengan ajaran Islam yaitu untuk menyatakan rasa syukur, memohon petunjuk Allah Swt, mengharapkan kebahagiaan dan ketenteraman hidup, dan memohon maaf kepada sesama manusia serta menyatakan tobat kepada Allah Swt atas kekhilafan atau kesalahan tertentu.
Menurut tokoh masyarakat Aceh tujuan-tujuan tersebut bukanlah tujuan peusijuek melainkan hakikat peusijuek. Meskipun demikian antara hakekat dan tujuan tidak dapat dipisahkan. Jadi bagi masyarakat Aceh acara peusijuek merupakan bagian dari mengamalkan ajaran Islam melalui pembiasaan budaya.
Seperti telah dikatakan bahwa yang biasanya dipeusijeuk ialah manusia dan benda-benda dalam kaitan dengan peristiwa-peristiwa tertentu. Pada manusia dipeusijeuk pada peristiwa seperti ini;
Terjadinya perkelahian yang berakibat mengeluarkan darah. Peusijuek disini dilakukan dalam rangka perdamaian secara adat antara pihak-pihak yang berkelahi agar mereka berdamai dan tidak terulang lagi perkelahian itu. Terhadap orang yang telah luka (keluar darah, terutama dari kepala) dilakukan peusijuek agar kembali lagi semangat atau kesadarannya sebagaimana sebelumnya.
Terjadinya musibah yang mengakibatkan luka-luka seperti karena tabrakan mobil, jatuh dari pohon, dan sebagainya. Peusijuek disini dilakukan untuk menyatakan syukur karena masih selamat (tidak sampai menemui ajal) dan untuk menumbuhkan lagi semangat, kesadaran keyakinan diri pada diri orang yang mendapat musibah itu yang mungkin akan sangat mempengaruhinya karena peristiwa tersebut.
Terjadi suatu peristiwa penting dalam hidup seseorang sejalan dengan perkembangan dirinya (life circle), misalnya peusijuek ketika memberikan nama bayi, khinatan, perkawinan, lulus sekolah, naik pangkat, dan sebagainya. Tujuan peusijuek disini adalah untuk menyatakan rasa syukur dan harapan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup.
Tercapainya tujuan dari suatu usaha atau rencana. Lebih-lebih apabila tujuan telah dicapai dengan susah payah, memakan waktu yang lama dan penuh pengorbanan. Misalnya seseorang dipeusijeuk karena telah selesai menempuh satu jenjang pendidikan yang sangat berat. Termasuk pada model ini peusijuek orang yang telah berhasil menunaikan ibadah haji.
Menyambut kedatangan pembesar atau tamu istimewa lagi terhormat yang berkunjung ke suatu daerah, dengan tujuan untuk menyatakan penghormatan dan rasa senang (semua pihak) kepada tamu tersebut dengan harapan supaya tamu itu senang dan selamat selama berada di daerah atau tempat tersebut.
Dimulainya suatu usaha atau kegiatan. Dalam hal ini, selain orang yang melakukan usaha itu tetap dipeusijeuk, juga terhadap benda yang menjadi barang utama/tempat usaha itu. Misalnya mendirikan pabrik, berjualan dengan membuka toko baru, mulai memakai perahu baru, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk mengambil berkah dan harapan agar usaha tersebut mendapatkan hasil terbaik dan keberkahan dalam menjalankan usaha.
Selain melakukan peusijuek pada berbagai kegiatan ataupun peristiwa, peusijuek juga sering dilakukan pada objek atau benda. Peusijeuk padee bijeh (bibit padi) sebelum disemai dengan tujuan agar bibit tersebut akan tumbuh dengan baik dan tidak diganggu oleh hama atau dirusak oleh binatang seperti dimakan tikus, burung dan lain-lain.
Peusijuek peudong rumoh (mendirikan rumah), atau membangun gedung, atau membuat irigasi atau jembatan, dan sebagainya dengan tujuan agar bangunan baru yang akan dipergunakan itu dapat tahan lama, nyaman, aman dari berbagai gangguan dan dapat dipergunakan dengan baik.
Objek lainnya yang juga sering dilakukan peusijuek adalah seperti kenderaan, misalnya mobil baru, motor baru, dengan tujuan agar dalam memakai kenderaan ini dapat terhindar dari bahaya kecelakaan.
Alat perlengkapan peusijuek
Untuk melakukan upacara peusijuek perlu dipersiapkan alat-alat atau bahan-bahan tertentu pada macam atau bentuk upacara yang dilakukan. Alat atau bahan yang selalu ada setiap macam upacara peusijuek seperti, dalong (yang tertutup dengan sange) sebagai tempat meletakkan bahan-bahan untuk upacara peusijuek.
Breuh padee (beras bercampur padi) atau ada juga breuh kunyit, yang seringkali disatukan dalam suatu tempat bersama dengan beureuteih (gongsengan padi yang berkembang).
Tiga macam daun (rerumputan) yang diikat menjadi satu, yaitu on naleung sumbo termasuk akar-akarnya, on seunijuek dalam jumlah beberapa tangkai dan on manek manou.
Kemudian bu leukat kuneng ngon u mirah (nasi ketan dengan kelapa bercampur gula merah), nasi ketan biasanya diwarnai dengan warna kunyit agar menjadi kuning. Ini sebagai sajian kepada yang hadir serta mengambil sempenanya.
Bahan-bahan teumeutuek (bersalaman sambil menyerahkan sesuatu) biasanya berupa uang, tetapi ada juga yang memberikan kambing ataupun kain untuk bahan baju, sarung dan lain-lain pada acara peusijuek linto.
Tata cara pelaksanaan peusijuek
Mengenai tata cara pelaksanaan upacara peusijuek masih terdapat perbedaan antara satu tempat dengan tempat lain di dalam masyarakat Aceh. Ada yang sesudah membaca Basmalah mendahuluinya dengan sipreuek breuh padee atau ada juga yang memakai breuh kunyeit. Dan ada pula yang memulainya dengan teupong tabeu/tawueu, malah ada juga yang memulainya dengan menggunakan bu leukat kuneng.
Jadi dalam hal urut-urutan pelaksanaan peusijeuk itu dalam prakteknya belum ada keseragaman antar daerah. Adanya ketidakseragaman itu terutama disebabkan orang yang melakukan peusijuek tidak mengetahui bagaimana cara yang sebenarnya.
Begini cara yang benar menurut penuturan tokoh adat masyarakat Aceh: sipreuk breuh padee ke seluruh badan melampaui kepala orang yang dipeusijeuk, sebanyak tiga kali setelah mengucapkan Basmalah. Lalu memercikkan air tepung tawar pada kedua telapak tangan dan ke badan melewati kepala orang yang dipeusijeuk, sebanyak satu kali (hanya sekedarnya saja, jangan sampai basah).
Langkah berikutnya adalah menyunting bu leukat kuneng (nasi ketan kuning) pada telinga sebelah kanan. Dan terakhir teumeutuek (bersalaman sambil menyelipkan amplop berisi uang) kepada orang yang dipeusijeuk.
Mengenai tempat peusijuek dapat dilakukan dimana saja asal bersih dari hadats dan kotoran najis. Bisa dilakukan di meunasah (surau), masjid, rumah, balai desa, atau tempat lainnya yang dianggap cocok.
Biasanya orang yang dipeusijeuk dalam posisi duduk bersimpuh atas tilam meusugou (tilam kecil untuk duduk yang diberi sarung yang disulam) dengan bantal meutampok (pada ujung-ujung bantal yang berbentuk guling dipasang kain, 4 segi yang disulam dengan benang emas) dengan menengadahkan tangan seperti untuk berdoa yang diletakkan diatas paha.
Atau dapat juga dengan duduk sambil menegakkan lutut sejajar dengan kepala dan kedua tangan diletakkan diatas kaki, untuk menerima taburan breuh padee (1-3 kali) dan percikan tepung tabeu (1-3 kali) sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat desa tersebut.
Pada zaman dahulu berbagai macam adat termasuk peusijuek dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu keharusan dimana akan mendapatkan sanksi apabila ditinggalkan. Saat ini keharusan tersebut sudah luntur karena tidak ada lagi sanksi terhadapnya.
Upacara peusijuek yang semula mengandung nilai sakral dan dipandang sebagai suatu keharusan kini sudah dipandang hal yang tidak lagi memberikan pengaruh bila dilakukan atau tidak dilakukan. Inilah bentuk pergeseran yang telah terjadi dalam beberapa dasawarsa ini. Semakin modern kehidupan masyarakat Aceh semakin luntur pelaksanaan adat peusijuek. Namun hendaknya dapat dilestarikan. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H