Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Indonesia Optimis Menghadapi Revolusi Industri 4.0

19 November 2018   15:35 Diperbarui: 19 November 2018   16:57 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Sofyan Syahnur, M.Si sedang memandu acara seminar nasional dengan nara sumber Ir. Soerjono, MM dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia di aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Senin (19/11/2018)/dokumentasi pribadi

"Kita optimistis jika ekonomi Indonesia siap menghadapi revolusi industri generasi keempat atau lebih dikenal dengan IR 4.0", Kata Soerjono, Staf Ahli Bidang Penguatan Struktur Industri, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia pada acara Seminar Nasional yang mengangkat tema "Optimisme Ekonomi Indonesia dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0" di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Senin (19/11/2018).

Seminar yang diadakan oleh Forum Ilmiah Pembangunan (FIPA) Jurusan Ekonomi Pembangunan Unsyiah tersebut, seyogyanya dihadiri oleh Menteri Perindustrian Republik Indonesia Airlangga Hartarto. Namun urung datang karena berhalangan dan diwakili oleh Ir. Soerjono, MM.

Acara yang dibuka oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Prof. Dr. Nasir Aziz, SE,.MBA pada pukul 09:30 Wib. Dalam sambutannya putra Pidie Jaya tersebut mengatakan bahwa saat ini lingkungan nampaknya sudah berubah secara radikal, semua struktur terjadi perubahan dan diiringi dengan perkembangan teknologi digital.

Perubahan telah terjadi pada semua sektor termasuk lingkungan perguruan tinggi. Bahkan Aceh yang dominan di sektor pertanian pun tidak luput terdampak, kita meski berpikir kedepan karena saat ini semua sudah serba mesin. Bisa dilihat saat ini dari proses sampai panen hasilnya dilakukan dengan mesin, nampaknya hampir tidak ada tersentuh dengan tangan manusia.

"Sehingga tidak heran jika kita melihat sebuah perusahaan dengan aset 10 triliun hanya dikelola oleh 7 orang saja." Jelas Nasir Aziz.

Namun kata Dekan FEB jebolan luar negeri ini, ada satu yang tidak tergantikan meskipun teknologi begitu cepat berubah. Apa itu? Ya, sumber daya manusia (SDM). Lingkungan boleh berubah tetapi SDM plus dimanapun dan kapanpun tidak dapat digantikan. Karena SDM plus tersebutlah yang mengontrol teknologi atau mesin.

Seminar yang dimoderatori oleh Dr. Sofyan Syahnur, M.Si dihadiri oleh ratusan peserta, terdiri dari mahasiswa, dosen, pihak perbankan, dan profesional. Pada permulaan pengantar seminar, Sofyan Syahnur yang juga dikenal sebagai pengamat ekonomi sebelumnya membawa pemikiran seluruh peserta seminar pada sejarah revolusi ekonomi dari generasi 1.0 pada abad ke 17 hingga era tahun 2015-2018 atau lebih dikenal dengan era digitalisasi 4.0.

Entrepreneurship, investasi, dan population growth memang penting, dan semua itu pernah dijadikan sebagai dasar pemikiran ilmiah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Namun pada era saat ini perkembangan teknologi telah memberikan perubahan yang signifikan terhadap pertumbuhan, sehingga mau tidak mau, variabel teknologi (T) menjadi sangat revolusioner.

Merespon semua pengantar, bahkan harapan Dekan FEB. Soerjono mengatakan bahwa kita optimis bahwa Indonesia sudah siap memasuki era revolusi industri 4.0. Lalu ia menguraikan sejak IR (Industry Revolution) 1.0 dimana saat itu daya saing dilakukan dengan bekerja secara efesien dan biaya rendah. Saat itu industri yang paling efesien adalah yang menggunakan energi yang paling murah, yaitu tenaga uap.

Lalu beranjak pada era IR 2.0, dengan ditemukannya listrik menjadi energi yang dimanfaatkan oleh industri untuk menghasilkan banyak output, sehingga produktivitas meningkat tajam. Era 2.0 berkembang dan memberikan kontribusinya hingga memasuki era IR 3.0 dengan optimalisasi produksi industri.

Saat ini industri Indonesia secara umum masih berada pada posisi IR 3.0, namun begitu masih banyak juga industri-industri yang belum selesai dengan 2.0. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk menggeser dari 2.0 ke 3.0 dan kemudian siap memasuki IR 4.0.

Untuk mencapai visi tersebut atau upaya menggeser ke IR 4.0, maka erat kaitannya dengan investasi. Kebutuhan investasi sangat penting untuk melakukan tranformasi dari bisnis konvensional menuju optimasi. Digitalisasi bisnis membutuhkan investasi besar.

Karena itu pemerintah Indonesia telah menyusun road map, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia telah menetapkan 5 industri yang dipersiapkan untuk masuk IR 4.0 yaitu; (1) industri makanan dan minuman, (2) industri tekstil, (3) industri transportasi, (4) industri kimia/farmasi, (5) industri telekomunikasi.

Industri makanan dan minuman harus diarahkan pada ketahanan pangan. Dengan meningkatkan kualitas dan kualitas produksi dan memperbanyak e-commerce dalam platform bisnis digital. Namun yang harus dilakukan oleh start up Indonesia adalah bagaimana sistim bisnis e-commerce door to door dalam negeri bukan door to door dengan luar negeri.

Karena jika e-commerce door to door dengan luar negeri justru uang kita berpindah ke luar negeri, dan itu bisa berpengaruh kepada neraca transaksi berjalan. Bisa saja mengalami defisit seperti yang terjadi hari ini. Oleh karena itu jika door to door dengan luar negeri, maka perbanyak pembelinya agar makro ekonomi kita menjadi lebih sehat dan surplus.

Yang kedua kubu industri sandang, kedua hal ini (pangan dan sandang) harus direbut oleh Indonesia untuk menghidupkan 260 juta penduduk Indonesia. Dan Indonesia sendiri sudah mencanangkan ketahanan pangan dan sandang sebagai prioritas pembangunan industri era 4.0.

Karena itu pemerintahan Jokowi-Jk sudah menetapkan arah pembangunan Indonesia setelah tahun 2018 selesai dengan seluruh infrastruktur, maka pembangunan 2019 akan dilanjutkan dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Akan tetapi ada hal yang sudah mendesak untuk segera dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah bagaimana mempercepat pergeseran industri kita dari 3.0 ke 4.0, sementara disisi lain kebutuhan internet sebagai faktor penting industri 4.0 masih belum optimal. Bahkan Indonesia masih mengandalkan IoT (internet of thing) generasi 4G, padahal negara-negara lain sudah menggunakan 5G. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun