Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Beda Pola Komunikasi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno

5 November 2018   15:09 Diperbarui: 5 November 2018   17:10 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pexels.com

Hampir seminggu ini berita tentang Boyolali santer dibicarakan, terutama di media sosial. Lalu kemudian kata 'Boyolali' jadi top of mind di media cetak. Meskipun tidak seheboh di media sosial, namun ternyata trending di dunia maya di blow-up juga oleh media mainstream.

Boyolali sebetulnya bukan kata "aneh" atau tiba-tiba ada. Boyolali itu sama usianya dengan Indonesia. Dan Boyolali adalah salah satu satu nama daerah di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk 1 juta jiwa dengan Bupatinya Drs. Seno Samudro.

Meskipun kabupaten ini sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi belakangan justru nama Boyolali jadi bahan gorengan media, seperti kacang goreng saat nonton bola. Sehingga di mana-mana yang dibaca oleh orang di media hanya Boyolali, luar biasa.

Sekilas berita yang seperti itu kelihatannya tidak ada relevansinya dengan orang yang bukan berasal dari Boyolali. Namun karena "dipaksa" membacanya oleh media, sehingga seolah-olah Boyolali sudah menjadi milik kita semua. Artinya Boyolali dikaitkan dengan sikap seseorang.

Lah, mengapa Boyolali ditarik menjadi kata yang menjadi pertentangan? Siapa yang memulai? Terus terang saya sendiri, sejak seminggu ini enggan untuk mengomentari dan bereaksi atas yang disajikan media terkait dengan Boyolali tersebut. Karena menurut saya substansinya bukanlah itu. Namun karena sudah semakin ramai dibicarakan, maka saya pun mencoba menerawang apa sedang terjadi.

Adalah berawal dari pidato Prabowo Subianto saat peresmian Kantor Badan Pemenangan Prabowo-Sandi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (30/10/2018), penggalan pidato tersebut, pada salah satu bagian Prabowo menyebutkan kata-kata "tampang Boyolali". Singkat cerita bahwa "tampang Boyolali" dianggap sebagai redaksi yang sangat buruk dan rasis oleh sebagian masyarakat.

Jika merunut pada logika berpikir primordial dan etnik, mestinya yang bereaksi adalah terbatas pada masyarakat Boyolali. Karena merekalah yang merasa dirugikan (jika kalimat Tampang Boyolali) dianggap negatif. Namun apa pasal hingga orang seluruh Indonesia beraksi bahkan sampai memaki-maki Probowo Subianto? Nah inilah yang saya sebut diatas tadi, bahwa kata 'tampang Boyolali' sudah ditarik keranah pertentangan publik. Siapa yang menariknya? Tentu yang berkepentingan dan mungkin sekaligus mendapatkan keuntungan.

Memang, sepatutnya juga Prabowo Subianto mesti lebih cermat dalam memilih kata-kata dalam komunikasi verbalnya. Dan menurut pendapat saya, dalam ini kalimat Prabowo Subianto hanyalah bersifat simbolik dan bukan dimaknai secara filosofis. Namun oleh karena orang Indonesia pada umumnya tidak terbiasa dengan pola komunikasi tidak langsung, maka kata-kata tersebut menjadi mudah disulut.

Secara personal Prabowo Subianto bukanlah orang bodoh. Ia memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam profesinya sebagai militer atau mantan militer. Apalagi pangkat terakhir di sebagai Letnan Jenderal, tentu profesionalisme baik secara individu, tim, bahkan pimpinan tidak dapat diragukan lagi. Intinya ia memiliki kompetensi.

Sebagai orang yang pernah lama menjadi tentara dan dilatih sebagai prajurit. Karakter dan kepribadian Prabowo mungkin saja sangat dipengaruhi oleh pola pikir militer yang tegas, lantang, dan sedikit bicara. Sehingga sekali bicara bisa membuat orang tersinggung atau sakit hati karena kata-kata yang dipilih bisa jadi kurang tepat. Dalam konteks 'tampang Boyolali' ada kemungkinan faktor diatas.

Akan tetapi justru saya melihatnya dari sisi lain, apa sisi lain itu? Apa yang disampaikan oleh Prabowo Subianto, sebetulnya ia ingin menyampaikan sebuah pesan kepada bangsa ini (bukan hanya masyarakat Boyolali), bahwa Indonesia memang kaya, Boyolali memang memiliki segalanya. Tetapi siapakah yang menikmati hasilnya? Ia ingin menyadarkan bangsa Indonesia akan pemilik kekayaan itu. (ini perspektif pribadi ya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun